Chapter 20

150 8 1
                                    

Keesokan harinya…
Rain terbangun dari tidurnya. Semalam, ia tertidur di balik pintu kamarnya.
“Ternyata gue ketiduran di lantai. Sekarang jam berapa ya?”

Rain menengok ke arah jam dinding. Waktu masih menunjukkan pukul 04.30 pagi.
“Masih jam setengah lima pagi rupanya.”

Rain beranjak dari tempatnya. Ia memutuskan untuk segera mandi membersihkan dirinya. Sejak pulang sekolah kemarin, dirinya belum berganti pakaian. Ia masih mengenakan seragam sekolahnya. Setengah jam kemudian, ia keluar dari kamar mandi. Ia langsung mengenakan seragam sekolahnya. Tak lupa ia memakai rompi seragamnya yang berwarna hijau tua. Setiap hari Jumat, rompi seragamnya wajib dipakai. Setelah memakai seragam, ia membereskan buku pelajaran yang akan dibawanya hari ini. Semuanya sudah siap. Rain menggendong tas ranselnya dan segera turun untuk pamit kepada Bi Asih.
“Bi, Rain pamit sekolah dulu ya!”

“Den Rain tidak sarapan heula?”

“Ga usah, Bi. Rain tidak lapar. Rain pamit ya!”

“Ya sudah hati-hati.”

Rain keluar dari rumahnya. Di halaman depan, ia melihat Brian Arkatama sedang menikmati kopi di bangku halaman.
“Selamat pagi, Rain. Sudah mau berangkat? Ini masih pagi loh.”

Rain tidak menjawab sapaan Brian. Ia masih kesal dengan ancaman Brian terhadap dirinya dan Raina. Rain menaiki motornya. Selama perjalanan, Rain kembali mengingat kejadian kemarin.
“Rai, ayolah! Kita ke kantor Papa sekarang. Kita bicarakan masalah ini.”

“Tidak ada yang harus dibicarakan lagi, Rain. Lebih baik, kita jalani hidup kita masing-masing. Kita putus.”

Bruk. Rain menabrak motor pedagang tahu. Dagangan tahunya terjatuh semua di jalanan.
“Woi, kalau naik motor hati-hati dong! Fokus!” teriak seorang pengendara motor yang motornya tertabrak motor Rain.

“Maaf, Pak. Saya tidak sengaja.”

“Tahu dagangan saya jadi hancur semua. Saya minta ganti rugi!”

“Baiklah saya ganti, semuanya jadi berapa?”

“Semuanya 200 ribu.”

Rain mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah dan menyerahkannya ke pedagang tahu tersebut.
“Ini uangnya, Pak. Sekali lagi saya minta maaf ya!”

“Saya maafkan. Lain kali kalau berkendara fokus, Nak!”

“Iya, Pak. Saya permisi dulu.”

Rain melanjutkan perjalanannya menuju sekolah. Pukul 05.45, ia tiba di sekolah. Suasana sekolah masih sangat sepi. Rain memarkirkan motornya di parkiran.
“Akhirnya sampai juga. Oh iya, gue harus cek kondisi motor gue.”

Rain turun dari motornya dan mengecek kondisinya.
“Yah, baret. Untung sedikit.”

Setelah mengecek kondisi motornya, ia memutuskan untuk langsung ke kelas.
**
Pukul 07.00 tepat, Pak Sigit, guru olahraga memasuki kelas.
“Oke, anak-anak kalian boleh ganti baju kalian sekarang ya! Bapak kasih waktu 20 menit untuk ganti baju. Kalau sudah selesai, kalian langsung ke lapangan ya!”

“Baik, Pak!”

Murid-murid pun langsung menuju kamar ganti khusus yang sudah disediakan sekolah.
**
Di kamar ganti pria…
“Rain, kemarin gue telepon lo kok gak diangkat sih?” tanya Gino.

“Maaf, gue lagi menenangkan diri kemarin. Jadinya ga gue angkat.”

“Menenangkan diri? Memangnya lo kenapa?”

“Raina mutusin gue.”

“Hah? Lo berdua putus? Kok bisa?” tanya Alvin.

“Ceritanya panjang, nanti gue ceritain. Gue duluan ya!”

Rain keluar dan langsung menuju lapangan. Beberapa saat kemudian, seluruh murid telah selesai berganti pakaian. Mereka mulai melakukan pemanasan. Setelah melakukan pemanasan, Pak Sigit meminta semua murid untuk berlari 5 keliling lapangan seperti biasa. Saat sedang berlari keliling lapangan, tiba-tiba Rain pusing dan mulai kehilangan keseimbangan. Tak lama, Rain terjatuh dan tidak sadarkan diri. Pak Sigit berlari menghampiri Rain.
“Rain, pingsan. Gino, Alvin, bantu saya bawa Rain ke UKS.”

“Saya ikut, Pak!” pinta Raina panik melihat mantan pacarnya pingsan.

“Baik, Raina boleh ikut. Untuk yang lainnya, kalian boleh bebas bermain. Ingat, jangan ada yang berani ke kantin atau ke kelas. Mengerti?”

“Baik, Pak!”

**
Rain telah berada di ruang UKS. Sampai sekarang, Rain masih belum sadarkan diri. Raina masih menunggu Rain di samping ranjangnya. Sedangkan Alvin dan Gino pergi mengambil botol minum Rain serta membelikan Rain makanan. Beberapa saat kemudian, Rain sadar.
“Gue ada di mana?” tanya Rain dengan suara yang masih lemas.

“Lo di UKS, Rain. Tadi lo pingsan. Lo belum sarapan ya?”

“Hmm, iya. Gue belum makan dari tadi malam.”

“Belum makan dari tadi malam?”

“Iya, gue lagi mogok makan. Semuanya buat lo!”

“Buat gue? Maksudnya?”

“Gue ga akan makan sampai papa gue bolehin lo dekat sama gue.”

“Lo jangan aneh-aneh. Nanti lo sakit.”

“Gue rela sakit buat lo.”

Gino dan Alvin datang.
“Nih, Rain. Gue sudah beli makan buat lo,” ujar Gino sambil menyodorkan sebungkus plastik.

“Gue ga mau makan. Gue minum saja. Mana botol minum gue?”

“Nih, Rain botol minum lo,” jawab Alvin sambil menyerahkan botol minum milik Rain.

Thx, Vin.”

“Lo yakin ga mau makan? Muka lo pucat tuh,” tanya Gino khawatir dengan kondisi temannya.

“Gue lagi mogok makan. Mending lo saja yang makan. Gue tidak apa-apa.”

“Rain, lo jangan gitu dong! Lo makan ya! Jangan bikin gue khawatir,” bujuk Raina.

“Gue tidak akan apa-apa, Rai! Lo jangan khawatir ya! Oh iya, Rai. Gue mau kita tetap pacaran. Jangan putus kayak gini. Gue sayang sama lo. Kita backstreet saja pacarannya gimana?”

“Iya, Rai! Lo sama Rain pacaran backstreet saja sambil lo berdua pikirin bagaimana cara supaya Om Brian setuju sama hubungan kalian berdua,” tambah Gino.

“Hmm, ya sudah deh. Gue setuju,” jawab Raina.

Bersambung...
©2020 By WillsonEP
Penasaran dengan kisah selanjutnya?
Jangan lupa vote, comment, dan share ke teman kalian.
Thanks.
👇🏻⭐ Vote sekarang!

Anak MotorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang