"Ini uang penjualan hari ini. Saya udah ambil bagian saya, silakan kamu hitung lagi." Ibu Kantin menyerahkan sejumlah uang kepadaku disertai kotak tupperware yang sudah kosong. Kue-kue yang kutitipkan di kantin hari ini ternyata laku semua.
"Oh, nggak usah, Bu. Saya percaya kok." Aku menerima uang terlebih dahulu lalu langsung menyimpannya ke dalam kantong tas, kemudian menyambut kotak tupperware sembari berterima kasih. Kulihat anak Ibu Kantin masih sibuk melayani pembeli yang rata-rata kelas tiga, meski sudah jam pulang sekolah masih ada saja murid yang menyempatkan diri mampir ke kantin sekadar untuk melepas dahaga atau mengganjal perut dengan camilan ringan. Kalau aku, sudah pasti langsung pulang ke panti.
Perempuan itu tersenyum. "Besok nitip kue lagi, kan? Bilang ke Bunda Dara, banyakin risolesnya aja, itu laris banget. Guru-guru juga pada beli."
Aku mengangguk senang, kue bikinan Bunda Dara kini banyak penggemarnya. Termasuk kami yang di panti, penggemar pertama setiap hasil masakannya.
"Beres, Bu. Nanti saya bilangin ke Bunda. Kalau gitu, saya permisi dulu." Aku berpamitan sambil memeluk kotak tupperware yang begitu ringan karena di dalamnya hanya tersisa remah-remah kue. Senyum berkembang pesat di bibirku, hal ini pasti jadi kabar gembira bagi Bunda Dara.
Aku melewati koridor lantai satu yang sudah lengang, lapangan hanya diisi oleh anggota klub futsal yang menyempatkan diri berlatih. Selebihnya tidak ada kegiatan lain. Lapangan parkir juga nyaris kosong, sebagian besar murid-murid sudah pada pulang. Paling motor-motor di sana milik anak kelas tiga yang kulihat di kantin tadi.
Ratu pulang duluan ketika jam istirahat terakhir tadi, gadis itu mengalami sakit perut dan terpaksa dipulangkan. Katanya semalam kebanyakan makan rujak bareng ibunya. Aku berjalan sendiri menuju gerbang yang masih terbuka dan sempat melongok ke pos satpam yang tak berpenghuni. Entah ke mana satpamnya.
'Lihat. Si Jingga itu sendirian. Kenapa kita tidak menemaninya..'
Aku mendengar satu suara berfrekuensi rendah berhembus bersama angin, sepertinya ada makhluk metafisik yang tertarik melihatku. Selanjutnya, ada suara lain menimpali seiring bulu di tengkukku meremang.
'Dia itu sombong. Dia selalu mengabaikan makhluk seperti kita..'
Aku meringis, bukan salahku kan, kalau aku berusaha mengabaikan suara-suara yang tak tahu waktu dan tempat itu? Bukan mauku bisa mendengar suara-suara mereka. Lagian aku nyaris gila karena selalu mendengar suara mereka, kenapa aku harus peduli?
Kupercepat langkahku meninggalkan pos satpam hingga melewati gerbang sambil menundukkan kepala. Akibat tergesa-gesa dan tak memperhatikan arah depan, aku menubruk seseorang yang lumayan tinggi hingga terhuyung ke belakang. Kotak tupperware di pelukanku terjatuh ke tanah hingga penutupnya terbuka. Aku mengeluh sambil memunguti benda-benda itu.
"Maaf! Maaf! Nggak sengaja. Kamu juga sih, jalan nggak liat-liat depan." Orang yang kutabrak tadi bersuara. Sembari menutup kotak tupperware, aku hanya melihat kakinya yang berbalut sepatu hitam yang tebal solnya kira-kira 5 senti.
"Eh tapi kamu nggak apa-apa, kan?" Mendengar suaranya, aku yakin orang ini adalah laki-laki. Aku mengangguk kecil sambil kembali berdiri dan mengangkat kepala hingga wajahnya tertangkap mataku. Refleks kakiku tertarik mundur, orang ini adalah cowok aneh yang sempat kulihat dua kali di gerbang dan kemarin di tempat freestyle. Mau ngapain lagi dia di sini?
Ia pun sama-sama terkejut, ekspresinya berubah seiring jari telunjuknya yang ternyata diberi kutek hitam itu terangkat naik, mengacung di depan wajahku. Bibirnya membentuk senyuman yang membuatku bergidik samar. Tidak, senyumnya sama sekali tidak menakutkan, aku bergidik karena melihat penampilannya. Headband senantiasa melilit keningnya, rambut gondrong warna-warni jatuh di bahunya, dan pakaiannya tampak seperti alien kesasar. Jubah dan skinny jins.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga: The Girl with Cursed
ParanormalJingga itu... bukanlah namaku yang sebenarnya. Itu... seperti 'julukan' dari 'mereka' untukku. Aku Naura, Naura Haseena. Seorang gadis SMA yang kini memiliki kehidupan jauh dari kata normal sejak sebuah kecelakaan mengambil alih duniaku. Ditambah la...