Bab 2 : Fahri Al Zikri Maulana

21 3 5
                                    

|#2 - 1803 words|

~|~
Hari libur yang tenang. Satu ruangan yang riuh. Audience yang bergemuruh. Aku yang sedari tadi tertatih, menahan mental yang mengacir, merasakan keringat yang mengalir, tak ingin semuanya berakhir, dengan akhir yang terperih.
◊ Syahidah ◊

Dengan lantang, ku sebutkan..

Nama ... Kelas ... Visi ... Misi ...

"Jabatan yang di inginkan sebagai Bendahara."

Setelah beberapa pertanyaan dilontarkan, dan ku jawab habis. Suara interupsi seseorang dengan suaranya yang menggelegar, menjadi perhatian seluruh penghuni ruangan.

Bukan hanya ruangan yang hening, bahkan otakku pun hening seketika.
Tatapan nya yang tajam, dan suaranya yang menggelegar membuat diriku terasa berada di ambang pintu yang siap kabur dari serangannya.

Brakkk... Suara meja yang dipukul oleh tangan besarnya.

"Setelah saya mengamati Anda dari awal," tangan kanannya menopang dagu. "Anda itu layak menjadi seorang ketua." Ucapnya dengan nada ditekan dan wajahnya yang sedikit diangkat.
Aku hanya diam termangu, menelaah apa yang baru saja diucapnya.

Ucapannya itu memang singkat, namun maknanya sangat luas bagaikan pasir yang berada di lautan.

Dia adalah senior yang paling bijaksana, menurutku. Dia bertatapan tajam, badannya yang gemuk dan tinggi membuatnya disegani setiap orang. Ya, Rizwan Malik. Dia adalah senior terbaik pada masanya. Dia adalah ketua gagal. Ketua gagal yang berakhir menjadi wakil ketua. Ya, dia adalah Wakil Ketua PMR pada masa jabatannya. Kami dua tahun lebih muda dari masa jabatannya.

"Sekarang kamu buat visi misi ketua dalam waktu 10 detik."

Suasana hening kembali.

Aku tak bisa apa-apa dalam keadaan seperti ini, sorot mata dimana-mana, aku tak bisa menolak tanpa alasan. Kenapa ketua? Kenapa harus aku? Apakah aku pantas? Aku menepis segala pertanyaan dalam diriku sendiri. Haah.. gak akan sempat.

Dengan waktu yang tersisa aku berpikir dengan kritisnya. Aku memang pernah menjadi kandidat ketua OSIS waktu SMP. Dan memang aku tidak terpilih sebagai ketua OSIS, yah.. mungkin memang belum rezekiku. Jadi ada sedikit pencerahan dari pengalamanku yang bisa disebut pahit di lidah namun manis di hati. Nggak sebaliknya. Terima kasih Ya Allah.

"Waktu telah habis silahkan dijawab!" tegas kak Rizwan.

Ku angkat wajahku menghadap audience, menghela nafas dan ku jawab dengan spontan sesuai dengan apa yang melintas di otakku.

Aku tak yakin dengan apa yang mulut ini ucapkan. Namun, meski kekonyolan yang terluapkan, suara tepuk tangan masih tercipta untukku.

Aku terheran-heran dengan semua ini. Meski begitu, aku tetap akan menjawab pertanyaan setiap orang di ruangan ini. Aku tak akan membiarkan interview ini berakhir sama dengan sebelumnya. Lebur menyisakan endapan luka yang membujur.

Waktu begitu terasa cepat, jawaban demi jawaban ku lontarkan layaknya batu dari sebuah ketapel, bagaikan menembak seorang maling yang kabur. Haha.

The Volunteer [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang