Ending

186 11 0
                                    

"Mau kemana, papa belum selesai bicara!" suara lelaki paru baya itu membuat pergerakan Rizal terhenti. Lelaki itu kembali mendudukan dirinya di sebuah sofa, tepat di samping sang ibu. Tampaknya Alesha telah menceritakan semuanya kepada kedua orang tua Rizal.

Malam itu hujan masih turun tintik-rintik, namun suasana di rumah terasa memanas. Rizal terdengar menghela nafas panjang, lalu bangkit dari duduknya. "Lalu mau papa apa?" tanya Rizal dengan suara datarnya.

"Tinggalkan wanita itu, dan kembali lanjutkan pertunangan kamu dengan Alesha," ujar Haris. Lelaki paru baya itu tampak melangkah meninggalkan Rizal.

"Aku tidak bisa!"

Sontak saja Haris menghentikan langkah kakinya, dan berbalik mendekati Rizal. Sorot matanya menyimpan amarah yang hendak meluap. "Jangan menguji kesabaran papa Zal," ucap Haris seraya menepuk-nepuk pipi Rizal.

Melihat semua ini membuat Maya dilema. Bagaimanapun ia tidak ingin melihat putra dan suaminya bertengkar, tetapi keduanya memiliki sikap yang sama kerasnya, sehingga tidak ada yang mau mengalah. Wanita itu melangkah mendekati sang suami, memberikan ketenangan dengan sentuhan tangan lembutnya. "Sudah pa, mari kita istirahat," suara maya terdengar lembut, wanita itu menatap Rizal dengan sendu sebelum akhirnya melangkah lebih dulu meninggalkan kedua lelaki keras kepala itu.

"Papa boleh ambil semuanya, tapi tidak dengan kebahagiaanku. Aku akan menuruti semua keinginan papa, tapi tidak untuk meninggalkan Alissa," ujar Rizal dengan suara lirih. Sebuah mutiara bening berhasil lolos dari kedua matanya. Haris tampak tertegun untuk beberapa saat, bibirnya terasa begitu kaku untuk berbicara. Tidak ada kebohongan sedikitpun dari setiap ucapan Rizal yang baru saja di dengarnya.

Lelaki itu tampak tak bergeming untuk beberapa saat, terdengar helaan nafas kasar darinya, "Kenalkan wanita itu kepada papa dan mama secepatnya," ujar Haris dengan senyum mengembang di akhir kalimatnya. Untuk kali ini dia mendengarkan permintaan putranya, sebelum akhirnya melangkah meninggalkan Rizal.

Kehidupan ini tidak selalu berjalan sesuai dengan keinginan. Tetapi setiap manusia harus memiliki pendirian atas hidupnya. Rizal telah berjanji pada dirinya sendiri dan Tuhan, untuk selalu menjaga dan membahagiakan Alissa. Ia seorang lelaki, dan ia akan menepati janjinya. Sekalipun dunia tidak merestui, ia akan tetapi memilih bersama Alissa.

*****

Pagi ini Rizal menjemput Alissa terlebih dulu, sebelum berangkat ke kantor. Ancaman Alesha tidak bisa di abaikan begitu saja, sebab wanita itu benar-benar berbahaya. Sampai kapanpun ia tidak akan pernah sudi menikahi wanita keji seperti Alesha. Lelaki rupawan itu tampak menggeleng, mengeyahkan bayangan Alesha yang selalu membuat amarahnya terpancing.

"Seharusnya kamu tidak perlu menjemputku Zal," ujar Alissa, setelah mendudukan dirinya dikursi samping pengemudi. Rizal tampak menarik sudut bibirnya, senyumnya terlihat mengembang pagi ini.

Kini lelaki itu mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia tidak ingin momen seperti ini berakhir dengan cepat. Seandainya ia bisa menghentikan waktu, ia ingin terus berada di dekat Alissa, melihat senyumanya, serta mendengar suara tawanya.

"Alissa," seru Rizal tanpa memalingkan pandangannya kepada Alissa. Lelaki itu tetap fokus menatap jalanan yang tampak ramai pagi ini. Sesaat ia terdengar menahan napasnya, lalu membuangnya perlahan. Jantungnya berpacu begitu cepat, menciptakan irama yang mendebarkan. Alissa terlihat tak bergeming, sepasang mata indahnya setia menatap sosok lelaki yang sempat mengisi ruang di dalam hatinya, atau mungkin sampai saat ini ruang itu masih ada? Pertanyaan itu terus berputar di kepala Alissa.

"Menikahlah denganku!"

"Menikah?" ulang Alissa dengan wajah terkejut. Kedua matanya tampak melebar, menatap lelaki di sampingnya dengan penuh tanda tanya. "Ak-aku rasa ini terlalu cepat," sambung Alissa dengan lidah kelu.

Pasangan Halalmu (END)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang