Bagian 12

153 10 0
                                    

Alissa terlihat tersenyum sendu kepada Rizal, keduanya saling berpandangan untuk beberapa saat, sebelum akhirnya melangkah bersama melewati tamu undangan. Tangan keduanya tampak saling bertauan, menyalurkan kehangatan antara satu sama lain.

Ini adalah hari yang begitu di nantikan Rizal. Ia tidak menyangka jika pada akhirnya Tuhan kembali mempersatukan mereka dalam ikatan suci pernikahan. Taburan bunga merah dan putih tersebar seiring dengan langkah kedua mempelai.

Hari ini Alissa tampak begitu cantik, bahkan sedari tadi Rizal tidak mampu menahan pandangannya dari sosok wanita yang di cintainya itu. Kesalahan di masa lalu adalah pelajaran berharga yang akan ia bawa, dan ia ajarkan pada anak cucunya kelak agar mereka tidak melakukan hal yang sama.

Kini keduanya kembali berpandangan, dan kali ini tidak ada yang berusaha memutuskannya. Baik Rizal maupun Alissa terlihat semakin memperdalam tatapan mereka, menyelami lautan bening yang menyimpan banyak rahasia itu. Suasana terasa begitu hening, hanya ada suara deru nafas keduanya yang terdengar kala itu.

“Terima kasih telah memilihku menjadi pasangan halalmu,” ujar Rizal setengah berbisik. Lelaki itu tampak semakin mendekatkan tubuhnya dengan Alissa, menepis jarak yang memisahkan raga keduanya.

Alissa terlihat menarik sudut bibirnya, membentuk sebuah senyuman yang membuat Rizal semakin terpana. Keduanya semakin dekat, bahkan kini hidung Rizal hampir menyentuh kening Alissa.

“Pak Rizal bangun! Kita ada meeting dengan klien hari ini!”

Sebuah suara berhasil membuat Rizal terbangun dari mimpi indahnnya. Lelaki itu tampak kembali menutup matanya untuk membiasakan cahaya yang masuk, lalu kembali membukanya. Ada perasaan kesal yang bergemuruh di dalam hatinya. Ia fikir semua itu adalah nyata, namun kenyataanya hanya sebuah mimpi. Rizal terdengar membuang nafas kasar, lalu bangkit dari tidurnya.

“Ma-maaf, aku kelelahan akhir-akhir ini,” ujar Rizal dengan lidah kelu, sebelum akhirnya melangkah meninggalkan Alissa.

Langkah kaki Rizal berhenti di sebuah toilet. Lelaki itu menatap pantulan dirinya di cermin, bahkan penampilannya terlihat begitu berantakan. Seandainya semua itu adalah nyata, mungkin ia akan menjadi lelaki yang paling bahagia. Sesaat ia merasa begitu bodoh, dahulu ketika kesempatan itu datang ia justru malah mengulur waktu, sampai akhirnya ia harus kehilangan wanita yang di cintainya dalam waktu yang cukup lama.

Kini wanita itu kembali hadir dalam kehidupannya, namun ia tidak mengerti bagaimana cara memulai semuanya dari awal. Akankah Alissa mau memberinya kesempatan, atau mungkin ini hanya menjadi kisah cinta tak terbalas? Sekelebat pertanyaan itu terus bermunculan di benak Rizal, menciptakan sebuah perasaan yang begitu sulit untuk dimengerti.

Rizal kembali menatap pantulan dirinya sekali lagi, sebelum akhirnya mulai membasuh wajah dan merapikan rambutnya yang tampak berantakan. Lelaki rupawan itu terdengar menghela nafas panjang, lalu melangkah meninggalkan toilet.

“Rizal,” sebuah suara berhasil membuat lelaki itu menghentikan langkah kakinya, hanya untuk beberapa saat sebelum akhirnya kembali berjalan.

“Jangan lupa, aku adalah tunanganmu Zal,” wanita itu kembali berbicara. Kali ini ucapannya berhasil membuat Rizal memutar balik tubuhnya, dan melangkah mendekati wanita tersebut.

“Sedari awal aku tidak pernah menginginkanmu. Jadi menjauhlah dari kehidupanku Alesha,” ujar Rizal dengan suara beratnya. Kedua matanya tampak menajam, menatap sosok wanita yang begitu membuatnya jengah. Lelaki itu terdengar membuang nafas kasar, sebelum akhirnya melangkah meninggalkan Alesha.

“Apa karena wanita itu, sehingga kamu menolak perjodohan ini?” ucap Alesha dengan suara tinggi. Sontak saja Rizal kembali menghentikan langkah kakinya, namun kali ini ia tidak berniat menatap wanita itu. “Kamu tau, aku bisa melakukan apapun terhadap wanita itu. Termasuk melukainya,” lanjut Alesha seraya tersenyum jahat.

Seketika rahang Rizal tampak mengeras, kedua tangannya kini mengepal, menahan amarah yang hendak meluap. Lelaki itu kembali melangkah mendekati Alesha. Kali ini tatapannya lebih tajam dari sebelumnya, bahkan itu adalah tatapan membunuh yang mampu membuat siapapun bergetar melihatnya.

“Apa sekarang kamu sedang berusaha mengancamku Alesha?” tanya Rizal dengan suara datar.

Wanita itu terdengar tertawa hambar, kedua tangannya menepuk pelan dada bidang Rizal lalu merapikan dasi lelaki itu. Hanya sekilas, sebelum Rizal menepis tangan Alesha dari tubuhnya.

“Kamu lebih mengenalku Zal,” ujar Alesha, lalu melangkah meninggalkan Rizal yang tampak mematung.

Lelaki itu terdengar menghela napas panjang, wanita itu benar-benar membuat dirinya kehilangan kesabaran. Ia masih tidak habis fikir mengapa orang tuanya menjodohkan dirinya dengan Alesha. Tetapi kini keputusannya telah bulat. Ia tidak bisa melanjutkan hubungan yang sama sekali tidak ia inginkan. Bahkan sekuat apapun ia memaksakan, maka hasilnya tetap sama. Hatinya hanya berdebar untuk satu wanita, yaitu Alissa.

Bagaimanapun ia tidak bisa menganggap remeh ucapan Alesha tadi. Karena wanita itu tumbuh dalam keluarga dengan harta melimpah, dan setiap keinginannya selalu terwujud. Hal itulah yang membuatnya selalu terobsesi untuk mewujudkan segalanya, sekalipun itu akan melukai orang lain.

*****

Rizal melirik jam di pergelangan tangannya, lalu beralih menatap Alissa yang tampak sibuk dengan layar komputernya. Bahkan jarum jam sudah menunjukan pukul 4 sore, namun wanita itu masih setia dengan pekerjaanya. Lelaki rupawan itu terdengar membuang napas, seraya menggelengkan kepalanya. Kini ia bangkit dari kursinya dan melangkah mendekati ruangan Alissa yang hanya tersekat kaca transparan.

“Sudah waktunya pulang, kenapa masih disini?” tanya Rizal dengan suara ketus. Alissa tampak menatapnya sekilas, lalu kembali menatap layar komputernya. Wanita itu tampak tak bergeming, mengabaikan pertanyaan pimpinannya tersebut.

“Baiklah, mari aku antar kamu pulang,” ujar Rizal dengan wajah sumringah. Wanita berhijab itu kembali menatap Rizal, sebelum akhirnya melangkah meninggalkan ruangan kerjanya. Kali ini ia tidak ingin berdebat dengan Rizal, karena ia tahu sekuat apapun dia menolak, lelaki itu akan tetap memaksa untuk mengantarnya.

Kini keduanya melangkah keluar dari gedung perusahaan, menuju sebuah tempat dimana mobil Rizal terparkir. Lelaki itu tampak membukakan pintu mobilnya untuk Alissa, lalu melangkah ke kursi pengemudi.

Langit terlihat mendung, mungkin saja sebentar lagi hujan akan turun mengguyur jalanan yang tampak padat. Rizal terlihat menatap Alissa sekilas, lalu kembali menatap jalanan. Wanita itu begitu menikmati suasana  sore hari dari balik kaca mobil, dan mengabaikan Rizal yang berada dalam satu mobil bersamanya.

“Mulai sekarang, aku yang akan mengantar jemput kamu,” ujar Rizal setelah sebelumnya terdiam cukup lama. Alissa mengalihkan pandangannya kepada lelaki itu, seraya menyatukan kedua alisnnya.

“Jangan menolak, ini demi kebaikanmu,” lanjut Rizal dengan suara serius.

“Baik,” jawab Alissa seadanya. Hatinya ingin menolak, namun lisannya justru mengatakan jawaban lain. Kali ini wanita itu merutuki diri sendiri, secara tidak langsung ia sudah membuka sebuah ruang untuk Rizal. Atau mungkin jauh di dalam hatinya, ia masih memiliki perasaan khusus terhadap lelaki itu, sampai saat ini semuanya masih misteri, bahkan ia sendiri tidak mengerti dengan perasaanya.

*****

Masih istiqomah baca pasangan halalmu? Jangan lupa vote dan komentar yaaa. Saran dan masukan dari pembaca semua sangat berarti untuk aku.







Pasangan Halalmu (END)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang