Bagian 3

221 29 1
                                    

Cinta adalah titah Tuhan yang dianugerahkan kepada setiap insan yang bernyawa. Sejatinya cinta tidak membuat seseorang menjadi buta, melainkan dirinya sendirilah yang menjadi buta akan cinta.

Terlihat Rizal hanya mampu duduk mematung dihadapan keluarganya Alissa, bulir keringat menetes dengan deras membanjiri tubuh putihnya. Tangannya bergetar hebat, sementara bibirnya masih tetap bungkam tak mampu bersuara.

“Jadi kedatanganmu kesini mau melamar Alissa?” tanya seorang lelaki berbaju koko dan sarung, serta sebuah peci tampak menutupi kepalanya.

“Iii...iiyaa Pak,” jawab Rizal dengan lidah kelu.

Tubuhnya bergetar hebat, tak kuasa menatap wajah lelaki yang menjadi ayah dari wanita yang dicintainya. Bulir keringat dingin terus menetes, membasahi dahi dan peluh Rizal.

Lelaki paruh baya tersebut memandangi Rizal dari bawah sampai keatas. Lalu kemudian beralih menatap putrinya, seakan mengisyaratkan Alissa untuk membuka suara.

“Semuanya saya serahkan kepada Alissa, kami sebagai orang tua hanya bisa mendoakan yang terbaik,” jelas lelaki paruh baya itu yang bernama Ahmad, ia adalah ayah Alissa.

“Iya betul itu nak Rizal,” sambung sang ibu dengan penuh kelembutan, wanita bertudung syari itu bernama Santi.

“Bagaimana Alissa?” tanya Rizal dengan penuh harap.

Kedua pasang matanya menatap lekat sang kekasih yang tampak murung, ada perasaan tidak tenang dihati Rizal. Sepertinya akan terjadi hal yang membuat dirinya merasa lemah. Namun semoga semua itu hanyalah firasat buruk semata. Lelaki itu sadar bahwa kini wanita yang dicintainya kini telah menaruh kecewa dihatinya, dan semua itu karena dirinya.

“Maafkan aku Zal, aku tidak bisa menerima lamaranmu,” timbal Alissa dengan air mata yang mengalir pelan.
Suaranya kelu, tak mampu mempertegas ucapannya.

Masih ada percikan asmara yang bersarang dihatinya, tetapi nasi telah menjadi bubur. Ia sudah menetapkan pilihannya pada lelaki yang jauh lebih siap.

“Mengapa Alissa?” tanya Rizal dengan suara lirih.

Kedua pasang matanya menatap sayu Alissa, hampir runtuh diterpa air mata namun lelaki itu menahannya.

“Sebelumnya sudah ada seorang pria yang melamarku, dan aku telah menerima lamarannya,” tutur Alissa dengan suara tersedu.

Pandangannya tak mampu menatap lelaki yang sempat mengisi kehidupannya selama satu tahun terakhir, tangannya bergetar diiringi keringat yang terus menetes perlahan.

“Aku memang masih mencintaimu Zal, Tapi aku lebih memilih lelaki yang benar-benar siap menjadi pasangan halalku.”

Kini ruangan tersebut menjadi hening, kedua orang tua Alissa hanya mampu terdiam dan saling tatap. Semua keputusan mereka serahkan kepada Alissa, karena bagaimanapun putri semata wayangnya tersebut sudah dewasa, dan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Walau sejatinya dibelakang mereka Alissa telah menodai kepercayaan mereka dengan berpacaran, tetapi kini wanita itu sudah bertekad untuk berubah.

“Maafkan aku Zal,,” ucap Alissa dengan lirih. Wanita itu tak kuasa lagi menahan tangisnya, dan kini bulir mutiara bening menetes perlahan dari bola matanya.

Pasangan Halalmu (END)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang