Janji Hana untuk Surga

9 1 1
                                    

Oleh : Lucy Parahita Qotrunnida

"Dek, besok ikut umi ke majelis taklim, ya" ajak Umi Sarah.

"Tapi hana mau--" Belum selesai Hana menjawab.

"Ikut, ya, sayang. Anterin umi, ya?" Potong sarah dengan senyum manis walau dibalik cadarnya.

Aku berfikir sejenak apa yang aku dapatkan setelah datang ke majelis "Iya Umiku sayang, apa sih yang engga buat Umi, tapi setelah itu ke gramed ya, Mi. Ada novel baru mi."

"Novel mulu yang dibaca, Al-Qur'an udah khatam belom? Udah khatam berapa kali?" Aku sedikit tersentil dengan ucapan Umi. Terkadang aku ingin seperti umi yang setiap saat meluangkan waktu untuk membaca  Al-Qur'an, datang ke majelis ilmu, tapi godaan syaiton lebih mempan untuk aku pilih.

Aku Raihanah Qurunulbahri, entah apa arti dari namaku itu aku tak tahu. Tak penting bagiku. Yang terpenting adalah aku punya novel yang baru diterbitkan dengan ranting tinggi. Aku suka dipanggil hana. Cukup hana namaku. Bagiku terlalu ribet dan aneh untuk orang lain manggil aku raihanah atau Qurunulbahri. Terkadang aku berfikir namaku terlalu memubadzirkan huruf. Kenapa tidak hana saja, lebih singkat bukan?empat huruf tapi bagus.- ah entahlah urusan orang tua.

Seperti hari minggu biasanya. Aku mengantarkan umi ke majelis tahsin di masjid Nurul Huda,  tapi aku lebih memilih duduk diteras masjid sambil membaca wattpad dan sesekali membalas pesan di WhatsApp. Aku tidak tertarik dengan kegiatan seperti itu, belajar ulang dari membaca huruf hijaiyah, memperbaiki hukum tajwid. Membuang-buang waktu saja pikirku.

"Assalamualaikum. Maaf dek kenapa tidak ikut masuk kedalam?" tanya seorang perempuan bercadar dan berpakaian serba hitam.

"Ehh, wa--waalaikumsalam," gagapku, sedikit terkejut kenapa tiba-tiba ada orang disebelahku padahal dari tadi banyak yang lewat tapi tidak ada yang menghampiriku.

"Kenapa tidak ikut masuk dek?" tanyanya sekali lagi.
"Hah, itu sedang haid kak, jadi ga boleh masuk dan baca al-qur'an, kan, kak?" tanyaku asal.

"Aku sudah bisa membaca Al-qur'an bahkan juz 30 aku sudah hafal beserta artinya," gerutukku namun terdengar ukhty-ukhty di depanku.

"Em ... di dalam ada kajian remaja khusus akhwat juga. Mari mau ikut bareng saya," jawabnya dengan halus, dan aku mengiyakan ajakannya tanpa ragu. Padahal umi sudah berkali-kali mengajakku untuk masuk kedalam masjid tapi selalu ku tolak. Tapi ini? Bahkan dari orang tidak kukenal.

Aku masuk beriringan dengan ukhty hitam ini. Wait ... kenapa dia duduk di depan? Tidak sopan sekali, batinku.

"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh."

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh," jawab serempak semua yang ada di dalam ruangan.

"Afwan sebelumnya saya datang terlambat," ucapnya sama halusnya saat bicara padaku
Otakku masih berfikir keras siapa dia?  Kenapa duduk didepan? Dan mengucap salam pembuka? Apa dia ustadzah?Apa Bu nyai? Apa mungkin ukhty-ukhty senior disini. Memikirkan itu membuatku mengantuk. Yaa, aku memejamkan mata dengan sedikit menunduk. Kebetulan sekali yang duduk didepanku perempuan berperawakan tinggi dan berjilbab lebar,cukup membuatku tidak terlihat dari depan.

"Alhamdulillah 'alaa kulli hal, wassalamualaikum warohmatullahi warokatuh." samar-samar aku mendengar salam penutup dan setelah itu banyak suara langkah kaki yang kudengar. Ternyata  kajiannya sudah selesai, baguslah aku ingin cepat-cepat pulang dan kembali tidur. Saat aku berbalik dan menuju pintu keluar, langkahku berhenti karna panggilan seseorang.

"Iya kak ada apa?"

"Saya tunggu kedatangan kamu kembali di kajian minggu depan ya, semoga ilmu nya bermanfaat, ya," ucapnya sambil tersenyum. Bukan sok tau tapi matanya sedikit menyipit hal itu juga terjadi pada umi. Apa tadi? Berarti dia tidak tahu kalo aku tidur. Syukurlah.

Antologi Cerpen All MemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang