Menghadapi Situasi

128 54 10
                                    

Rasa amarah tidak dapat dia keluarkan membuat seorang Lyra benar frustasi. Bahkan untuk mendengarkan sambutan dari dekan dan beberapa dosen berlangsung sejak satu jam lalu tidak dapat dia cerna baik. Dia tidak frustasi sendiri di sini tetapi juga Nawra yang duduknya begitu jauh darinya. Karena pembagian kelompok mereka tidak dalam satu kelompok sama.

Melihat Daisy diseret paksa di depan semua sebelum dibawa pergi untuk diadili di ruangan khusus, mereka semua lebih tepatnya para mahasiswa baru tidak tahu di mana ruangan tersebut berada.

Lyra tidak henti-hentinya memaki untuk segala hal telah terjadi terlebih dia begitu mengkhawatirkan Violette juga Daisy. Kenapa mereka berempat harus mengalami hal seperti ini? Kenapa para senior di kampus mereka sungguh kejam? Seakan berkuasa di atas segalanya? Melihat sekitar seperti biasa para senior berdiri mengelilingi mereka seakan takut jika mereka akan kabur melihat semua itu dengan kesal tangannya terangkat.

"Napa?" Salah satu dari mereka mendekati kursinya.

"Izin ke toilet Kak."

"Ya udah sana jangan lama-lama."

Beranjak berdiri dan dia bersyukur duduk paling tepi dari banyaknya barisan kursi. Melangkah cepat meninggalkan aula kini matanya fokus mencari di mana keberadaan dua sahabatnya, dengan waktu singkat atau lebih parahnya lagi mungkin ada senior mengikuti secara diam-diam di belakangnya.

◌⑅⃝●♡⋆♡WG♡⋆♡●⑅◌

Mereka awalnya terlalu yakin dengan apa akan dilakukan tapi melihat langsung seseorang di hadapan mereka sejak tadi tanpa takut sama sekali. Seharusnya dia takut karena bagaimanapun dia hanya sendiri dan dikelilingi lebih dari sepuluh senior dalam ruangan tersebut.

Siapa yang tidak kesal mendapatkan dari banyaknya mahasiswa baru ada satu benar melawan tanpa rasa takut. Dan ketika mendapatkan perintah dari ketua ospek tentu tanpa menunggu banyak waktu, tertawa bahagia akan membalas rasa sakit hati atas perlawanan Adik tingkat mereka sangat kurang ajar.

"Pergi berlutut buat minta maaf, atau pilih jalani hukuman berat Adik manis?" Ucap salah satu senior cewek.

Daisy tersenyum sinis dia seperti seseorang terkenal berdiri di tengah-tengah dikelilingi para senior.

"Kalau gue nggak mau?"

"Sialan!" Teriak cewek bernama Mira yang bergerak maju memegang kuat dagu itu, tapi hanya sesaat sebelum tangannya ditepis kasar.

Kembali menatap tidak percaya dia seakan kehabisan kata-kata. Bagaimana mungkin ada mahasiswa baru tidak takut sama sekali terhadap senior dan para kelompok besarnya? Padahal bisa saja dia sedang berada pada tahap di mana merasakan penindasan secara besar-besaran.

"Kalian udah ngurung gue lama di sini. Gue hanya perlu tau di mana sahabat kesayangan gue. Saat gue liat dia dengan mata kepala sendiri tanpa luka sedikit pun, gue siap nerima hukuman."

"Elo cewek lancang yang nggak takut sama para senior lo! Bahkan tadi berani-beraninya masuk ruang organisasi buat lawan ketua BEM juga ketua ospek lo!"

Situasi semakin memanas dan Daisy melihat puas dengan perlawanan dia lakukan. Terutama pada senior cewek merasa dirinya paling tinggi jabatan, Mira. Menatap cewek di hadapan tanpa rasa takut justru Daisy merasa jijik karena make-up dipakai terlalu menor untuk ukuran seorang mahasiswi.

"Eh, cewek bodoh! Tinggal nurutin mau kami buat berhenti lawan! Sekarang berlutut dan cium satu per satu kaki kami!" Teriak senior cewek lainnya.

"Gimana gue bisa yakin? Kalo gue nurutin apa kalian bakal kasih tau di mana sahabat gue atau nggak sama kali."

"Mulut lo bisa dijaga?! Sialan!"

"Mira! Tahan emosi lo! Bukan hanya lo yang kesal sendiri kita sama!"

Walau perkataan senior cewek tersebut membuat semua mata senior cowok merasa tidak yakin. Bagaimanapun sosok Adik tingkat mereka cantik, wajah blasteran dengan penampilan seperti cowok membuat mereka tidak mampu menolak pesonanya.

"Gini aja." Salah satu dari senior cowok bergerak maju mendekat ke Adik tingkat mereka, "Elo mungkin belum kenal Arawn, Gavriel dan Alric dengan baik tapi mereka nggak pernah ingkar janji. Jadi karna sikap lo terbilang nggak sopan tadi lo benar harus dihukum buat berdiri di tengah lapangan, dengan name tag besar tuliskan kata maaf dan rasa penyesalan. Saat lo udah lakuin tuh hukuman sampe ospek berlangsung selesai, maka ketua Ospek dan kedua wakilnya pasti bilang di mana sahabat lo maksud."

◌⑅⃝●♡⋆♡WG♡⋆♡●⑅◌

Sejak tadi tidak henti-hentinya dia melihat jam di pergelangan tangannya. Berharap jam pulang ospek telah tiba tapi nyatanya dia mesti menunggu tiga jam lagi untuk dapat terbebas dari ruangan asing mengurungnya saat ini. Sebuah ruangan tidak lain adalah ruang kesehatan.

Violette tidak mengerti kenapa seniornya itu membawa dia ke sini sementara dia baik-baik saja. Kembali duduk di atas ranjang pasien Violette melihat sedih isi tasnya terasa ringan mengingat kue-kuenya tidak berbentuk lagi.

Kepalanya terasa pusing akibat banyak menangis juga dia memaki dirinya sendiri karena meninggalkan ponsel di rumah sekarang dia tidak bisa menghubungi tiga sahabatnya. Mereka pasti khawatir dan kebingungan mencari di mana dia sekarang.

Bukan berarti dia tidak berusaha keluar dari ruangan ini dia sudah mencobanya terus seperti itu membuat tangannya sakit, tapi pintu dalam keadaan terkunci dan tenggorokannya terasa sakit terus berteriak meminta siapa pun berada di luar membukakan pintu. Tapi sejak tadi tidak ada langkah kaki yang lewat di depan ruangan ini Violette sangat frustasi sekarang.

Perasaannya masih terasa sakit mengingat kue-kue buatan Ibunya diinjak penuh tawa. Violette merasa gagal membuat Ibu dan Ayahnya senang hari ini karena hasil jualannya tidak terjual satu pun.

"Gue harus keluar dari sini ..." Gumamnya meraih tas dan berlari mendekati pintu lagi.

"Siapa pun di luar! Tolong bukain pintunya!"

Memukul kuat pintu di hadapan dan berteriak sekeras dia bisa, "Siapa pun di luar tolong bukain pintunya! Tolong buka!"

"Tolong! Buka — aakhh!" Violette refleks memegang perutnya.

Sakit yang muncul tiba-tiba di perut bersama dengan perih sangat terasa, membuat Violette melangkah mundur mencari pegangan.

"Sakit ...! Tolong buka pintunya ...!"

Berusaha fokus melihat tapi kepalanya seakan dihantam benda tajam menyakitkan, tubuhnya tidak lagi kuat untuk berdiri.

Suara kunci diputar dengan seseorang berjalan masuk menjadi pemandangan terakhir dia lihat. Tubuhnya terasa tidak seimbang berdiri dan ketika akan tersungkur jatuh seseorang itu menangkapnya. Hal terakhir dia dengar adalah teriakan panik beberapa orang asing berlarian mendekat.

_ _ _ _ _

WICKED GAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang