Balas Dendam

125 57 14
                                    

Arawn berusaha fokus mencari saat suara panik Hazira mengikuti dari belakang juga beberapa temannya yang lain. Membuat cowok itu tidak bisa fokus dia tidak mengerti permainan berbahaya seperti apa dilakukan Alric, terlebih cowok itu tidak mau menghentikan aksi saat semua menjadi semakin memusingkan, bersamaan dengan sebuah suara dari kaca jendela gudang dipecahkan dari dalam menjadi petunjuk bahwa mereka yang dicari berada di sana.

"Ayo ke sana!" Teriak salah satu dari mereka berlari duluan.

Dan saat dia memasuki gudang tersebut Arawn dihadapkan dengan situasi gudang berantakan. Terlebih ketiga mahasiswa baru mereka kenal kini wajahnya penuh coretan.

"Apa yang terjadi?" Hazira mendekati mereka tapi secepat itu tubuhnya di dorong kasar.

"Abis puas kalian bully kami! foto aksi kalian dan jadikan kami sebagai bahan lelucon! Gue nggak bakal tinggal diam! Terlebih saat ini bahaya lagi samperin Vio! Kalian bakal lakuin hal keji apa lagi?!"

Arawn menyadari mereka hanya bertiga dia melangkah mundur lalu berlari keluar gudang. Mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Gavriel.

"Gue berhasil nemuin mereka."

"Di mana posisi lo sekarang?"

"Di gudang dekat ruang lab dua puluh satu C. Dan gue minta lo buat suruh lain pantau mereka di lapangan, lalu lo tugas bantu gue cari satu maba lagi."

"Jadi maksud lo mereka nggak berempat di sana?"

"Nggak."

"Seorang Gavriel bisa panik juga karna ulah temannya sendiri Alric. Oke, moga gue bisa nemuin satunya lagi."

Menghela napas dan memutuskan sambungan telepon Arawn kembali memasuki gudang.

"Ada info yang kalian dengar dari mereka? Jangan natap kami kayak gitu sekarang, karna nggak bakal bantu teman kalian satunya lagi baik-baik aja."

"Berengsek! Demi apa pun gue pribadi sangat benci lo dan teman-teman lo!"

Arawn mengenalnya dia Daisy pemberontak paling pemberani di antara ketiganya.

"Mereka bilang bakal celakain sahabat kami! Gue harus nemuin Vio sekarang!"

Arawn memberikan perintah teman-temannya untuk menahan mereka bertiga.

"Gue yang bakal nemuin dia, karna sekarang kondisi kalian lagi nggak stabil." Menatap Hazira dan cewek itu mengerti, dia segera pergi keluar mencari teman-temannya yang lain.

"Percaya sama gue, teman kalian bakal ditemuin dalam keadaan baik."

Beranjak keluar gudang dan meraih ponsel, Arawn langsung menghubungi seseorang lalu sabar menunggu sampai sambungan terhubung.

"Gue butuh bantuan lo karna saat ini Alric nggak bisa dipercaya. Gue tau ini bukan tanggung jawab lo, tapi gue nggak percaya yang lain selain Gavriel sama lo."

◌⑅⃝●♡⋆♡LOVE♡⋆♡●⑅◌

Menelusuri koridor yang sepi matanya berusaha mencari keberadaan seseorang dimaksud. Dan suara tawa terdengar dari arah samping gedung membuat langkah kakinya berjalan mendekat.

"Gimana rasanya?! Enak dilempar pake kerikil tajam?!"

Melihat pada objek dimaksud lalu menempelkan kembali ponselnya di telinga, "Gue nemuin dia."

"Gue dan yang lain bakal cepat ke sana, lo cukup kirim lokasi lo sekarang ke gue, makasih."

"Rion ..."

Salah satu dari mereka menatap kaget kehadiran dirinya.

"Mira ber, berhenti ada Rion di sini ..."

"Apa?!" Saat mata itu menatapnya penuh kaget, "Ha — hai Rion lo napa bisa ada di sini, Sayang?"

Sejenak menatap mereka dalam diam sebelum Orion melihat ke arah gedung. Dari tempat berdiri dia menyaksikan langsung bagaimana nyawa seseorang dalam bahaya. Segera berlari menaiki tangga untuk menuju lantai empat.

Saat telah berada di sana hal pertama dia dengar adalah suara kesakitan meminta pertolongan. Berlari mendekat Orion melihat cewek itu berpegangan pada pembatas dia meraih cepat tangan tersebut. Berusaha membawanya kembali ke atas terasa sulit namun pada akhirnya dia berhasil menariknya ke atas, bersama dengan gerakan cepat kedua tangannya menangkap tubuh itu.

Suara hantaman keras punggungnya menabrak lantai membuat Orion meringis kesakitan. Mengangkat sebentar kepalanya dia memastikan bahwa seseorang berada dalam pelukannya ini baik-baik saja. Dan saat dia bertemu pandang dengan sorot mata dipenuhi ketakutan itu Orion menyadari bahwa dia kembali bertemu dengan wajah itu lagi dan lagi.

Kembali menyandarkan kepalanya Orion merasakan kesakitan pada punggungnya. Dia berusaha bernapas normal lalu melihat cewek itu kini tidak sadarkan diri dalam pelukannya.

"Astaga!" Teriakan panik mereka baru tiba, membuat Orion semakin merasakan kesakitan disekujur tubuh.

"Ayo! Bantu angkat keduanya!" Beberapa dari mereka panik dan meraih keduanya.

"Rion kamu baik-baik aja?! Apa ada yang sakit? Rion jawab aku, kamu baik-baik aja, kan?"

Menurunkan pelan tangan Hazira memegangi wajahnya cowok itu berusaha berdiri dengan benar.

"Aku baik."

Hazira mendekati Adik tingkatnya kini berada dalam gendongan teman laki-lakinya.

"Cepat bawa dia ke rumah sakit sekarang. Dan kamu Rion, kamu juga harus ikut ke rumah sakit."

Orion menggeleng, "Masih ada hal lain harus aku urus."

◌⑅⃝●♡⋆♡WG♡⋆♡●⑅◌

"Sialan!!!!"

Nawra melempar semua hiasan berada di atas dashboard mobilnya. Mengerang frustasi dan menjambak rambutnya sendiri.

"Gue benci mereka! Gue benci para senior bodoh sok berkuasa! Gue benci saat mereka berani nambah kegiatan di luar prosedur udah ditetapin kampus! Gue benci semuanya!"

Menyandarkan punggung sambil memejamkan mata dan berusaha meredakan amarah sudah diujung batas.

"Gue nggak bakal ikut ospek jurusan besok."

Suara Daisy terdengar membuat Nawra juga Lyra tersadar dari rasa kesal mereka.

"Elo pikir gue bakalan ikut? Setelah semua kejadian permalukan kita ini?!" Lyra ikut menjawab.

"Mereka nggak kasih tau kita di mana Vio berada, apa dia baik-baik aja sekarang atau sebaliknya. Gue panik mau hancurin mobil gue sendiri! Para senior gila gue benci mereka dengan sangat! Muka kita besok tersebar di semua mading, mereka bakal ketawain muka kita yang penuh coretan. Gue pasti balas dendam terutama ke cewek iblis itu siapa namanya? Mira? Ah! Benar dia dan para pengikutnya mesti dapetin perlakuan sama."

"Ponsel yang nggak aktif buat kita bertiga khawatir sama Vio lagi dan lagi ..." Lyra berbicara dan lebih memilih menatap keluar jendela mobil. Kini dia ingin menangis untuk semua perlakuan telah dia dapatkan dari para senior menyebalkan itu.

"Kita perlu mulihkan kondisi dan biar semua ini gue urus. Karna semua udah jadi kelewatan gue nggak bisa tinggal diam. Ini lebih dari kasus pembullyan tunggu tanggal mainnya, gue pastikan mereka dapetin semua balasan."

Nawra dan Lyra saling pandang dalam diam sebelum tersenyum senang. Semua hal telah terjadi dan beban tadinya terasa berat kini ringan mereka berdua senang karena ketika Daisy sudah berjanji untuk suatu hal, maka janji tersebut akan benar menjadi nyata mereka tidak sabar menunggu saat hari itu tiba.

Dan ketika hal tersebut telah terjadi nanti maka bersiap-siaplah giliran mereka berempat, akan berbalik tertawa untuk suatu pembalasan atas rasa sakit hati yang memuaskan.

_ _ _ _ _

WICKED GAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang