1. Bolos

15 2 0
                                    

Tempat yang paling berbahaya terkadang bisa menjadi tempat paling aman untuk sembunyi

Hari ini seperti biasanya Julian bolos dari pelajaran Sosiologi-pelajaran paling membosankan abad ini. Laki-laki pemilik mata sebiru samudera itu memilih bersantai ria di markas kebesaran milik gengnya. Blanc. Tak bisa di sebut markas juga sebenarnya, karena bangunan besar yang di dirikan tepat di belakang sekolahnya itu sebenarnya merupakan sebuah sasana tinju. Banyak orang yang memilih berlatih disana, baik dari kalangan atlet muda atau para orang-orang gabut yang ingin mencoba hal baru.

Hanya perlu diam-diam pergi ke belakang sekolah lalu melompati dinding setinggi 1,5 meter untuk pergi kesana. Makanya sejak Julian memasuki sekolah ini ia sudah meminta Padre untuk membeli bangunan ini dan Julian akan menggunakan lantai 2 sebagai tempat rahasia dimana anggota Blanc sering berkumpul.

Dan ngomong-ngomong soal geng yang Julian ketuai merupakan salah satu dari keempat geng angkatan SMA terbesar di kota Bandung. Blanc, Rover, UnBudiman dan Palapa. Keempat geng yang saling bermusuhan namun memiliki reputasi yang sama. Perusuh, pembuat masalah, dan penghuni tak tetap kantor polisi. Whatever, Julian tak peduli. Toh yang menjalankan adalah dirinya bukan orang lain.

Kalau kata kak Sara Wijayanto mah, kami tidak memaksakan apa yang kami percaya untuk kalian percaya. Nah kalau dalam konteks milik Julian, sabodolah urang ieuh nu ngajalanan na lain maraneh. Tong riweuh!!

Tidak mengerti? Silahkan pakai kamus Jawa.

"Buset dah, lo kurang kerjaan atau apa?" Erwan, laki-laki berkulit gelap dengan rambut ikalnya itu menarik leher Rio yang tengah bergelantungan di kusen jendela. Membuat teman bertubuh tingginya itu jatuh menghantam lantai dengan keras.

Geram, Rio yang jatuh dengan posisi telentang itu langsung saja menggigit betis Erwan. "Gue lagi ngintipin dede gemes di depan tuh, jadi gak puas 'kan gue."

"Dede gemes? Mana?" Erwan yang memang pecinta gadis-gadis imut langsung melongokkan kepalanya keluar jendela, menoleh kesana kemari namun tak menemukan siapa-siapa selain bapak tua penjaga sasana. "Mana? Bohong lo, dosa tau."

Rio ikut melongokkan kepalanya, berdecak. "Udah pergi. Lo sih ganggu aja rutinitas sehat gue."

"Rutinitas sehat? Makan jengkol noh, sehat!"

Dan Julian, laki-laki berdarah Spanyol itu malah duduk bersandar di sofa sembari menyesap sebatang rokok. Sesekali bibirnya mengulas senyuman saat membaca deretan komen di instagram yang kebanyakan memuji-muji ketampanannya.

Sebagai seorang anak yang memiliki 2 garis darah beda negara Julian di lahirkan dengan wajah tampan, mata sebiru lautannya sering kali membuat para gadis terpesona. Apalagi dengan rambut sedikit pirang dan wajah terkesan kekanakan selalu berhasil menggoda para gadis untuk mencampakkan pacarnya. Dan Julianlah yang akan mencampakkan gadis-gadis itu setelah membuatnya melayang jauh.

Ya, Julian brengsek. Memang mau apalagi, Tuhan sudah memberinya anugerah yang luar biasa tidak ada salahnya jika ia menggunakannya dengan sebaik-baiknya bukan?

Tapi sebenarnya Julian tidak terlalu menyukai wajahnya sendiri. Kenapa? Karena kelembutannya sama sekali bertolak belakang dengan reputasinya sebagai ketua geng Blanc. Julian lebih suka wajah Padre yang tegas dan penuh wibawa, bukan kecantikan sejati milik madre.

Ahh, sudahlah.

"Si Kyla tambah sangar aja buset."

Julian mendongak, mengalihkan tatapannya dari layar ponselnya. Pembahasan kali ini jauh lebih menarik. "Kenapa emangnya?"

Rio mendekat, memperlihatkan layar ponselnya yang menayangkan sebuah adegan perkelahian 2 orang. Dan gadis itu, Kyla Almira anggota dari UnBudiman sekaligus rival cantiknya itu tengah menduduki perut seorang laki-laki lalu memukuli wajahnya dengan brutal. Di lihat dari ekspresinya gadis itu sepertinya tengah marah besar.

"Kenapa lagi dia?" Tanya Julian semakin penasaran. Tentu saja, siapa yang tidak penasaran pada sosok gadis yang menjadi satu-satunya anggota geng.

Julian pernah beberapa kali bertemu dengan gadis penuh kesinisan itu dan sempat tak menyangka kalau gadis secantik itu bisa bergabung dengan UnBudiman.

"Biasalah, cekcok sama Rover. Anak buah si Azka hampir bunuh anggotanya."

Julian mangut-mangut, sudah biasa.

Kejadian macam ini sudah sangat biasa dalam kehidupan antar geng, permusuhan mereka sudah tak bisa di bendung lagi. Tak ada yang tahu alasan sebenarnya, karena ternyata keempat geng sudah ada sejak pertengahan 90-an, makanya tak ada yang tahu alasan pasti selain berita simpang siur.

Julian sendiri menganggapnya hanyalah naluri alam liar, menunjukkan siapa yang berkuasa.

"Minggu depan Palapa ngajak tarung, Rover samaUnBudiman juga ikut. Satu lawan satu, di tempat biasa. Kali ini siapa yang bakal maju?" Erwan duduk di samping Julian, merogoh saku celananya untuk mengeluarkan tablet vitamin C. Erwan yang merupakan putra dari pemilik rumah sakit di ibu kota selalu di ajarkan untuk menjaga kesehatan.

Padahal sia-sia saja, lah Erwan malah sering mabuk di bandingkan meminum vitaminnya.

"Siapa aja, yang pasti bukan gue," jawab Julian tak peduli.

"Pengecut ahh si masnya," celetuk Rio.

Bukannya marah Julian malah tertawa. Tangannya melambai memanggil Rio untuk mendekat namun reaksi yang Rio tampilkan justru kebalikannya. Rio malah bergidik ketakutan. "Lo mau anak orang mati di tangan gue?" Tanya Julian dengan nada geli.

Rio sontak saja menggeleng. "Enggak deh, kasian belum kawin. Nanti kalau udah berhasil membuahi baru lo habisin."

"Lo mau?"

"Ehh-enggak. Si Erwan aja."

"Lah kok gue?" Erwan menunjuk dirinya sendiri. "Lempar batu sembunyiin sempak, lo."

Malas mengomentari Rio hanya memutar bola matanya. Erwan memang suka sekali memplesetan berbagai pribahasa yang berhasil membuat orang ingin menjitak kepalanya dengan palu besi.

Julian kembali bersantai kali ini sembari menutup matanya. Tidur sebentar sepertinya bukan hal yang salah. Apalagi sudah 3 jam Julian di hukum mencatat materi sejarah yang panjangnya mengalahkan buku pasal-pasal setelah menghilangkan satu lusin buku paket. Padahal mah Julian melempar semuanya ke kolam dekat ruang kepala sekolah secara cuma-cuma.

Sayangnya Tuhan sedang tidak berpihak padanya, baru saja Julian terlelap sekitar 3 menit seseorang sudah lebih dulu mendobrak masuk. Membuat tidur tampannya terganggu.

Julian merengut, menatap pada laki-laki yang juga anggota Blanc itu dengan pandangan menusuk. Julian benar-benar ingin menghajarnya.

"Sabar-sabar, Jul." Yoga mengangkat kedua tangannya ke depan, menahan gerakan Julian yang sudah ingin menarik rambut gondrongnya. Dadanya naik turun dengan cepat, sepertinya Yoga baru saja berlari agar sampai kemari.

"Kenapa?" Julian bertanya tak sabar. Awas saja kalau ternyata Yoga mengganggunya hanya karena hal sepele.

"Ada yang nembak Safira!"

Ini bukan lagi hal penting tapi gawat darurat.

TBC

SAFIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang