Selamat membaca :)
***
Seseorang terduduk dengan pandangan menerawang ke depan. Tak ada siapapun di sana selain dirinya. Duduk termenung menatap indahnya bulan kala itu. Entah ke berapa kalinya ia menghembuskan napas berat. Angin malam yang menerpa wajah serta tubuhnya tak mampu membuat ia untuk berhenti menatap sang bulan. Terlihat kerinduan teramat besar di manik matanya.
‘Aku kecewa sama kamu, Ka!’
Prang!
Dengan seribu penyesalan serta kemarahan yang menggebu, Arkan melempar barang yang berada di meja kecil sampingnya hingga jatuh berserakan di lantai.
“Kamu di mana?!”
‘Aku di sini, Ka.’
Lagi dan lagi seolah suara itu menyahuti segala pertanyaannya dalam benaknya. “Please, jangan lagi.”
Arkan menyugar rambutnya frustasi. Gadis mungil serta cantik yang selalu menghiasi benaknya seringkali menghantuinya dengan rasa sesal yang terus berlarut hingga kini.
“Aku nyesel, Ci! Aku nyesel! Apa kita gak bisa kayak dulu?!” masih dengan kedua tangan yang menyangga kepalanya yang menunduk, tubuh Arkan sedikit bergetar menandakan sang empu sedang terisak.
Arkan menangis? Ya, benar.
Jangan anggap mereka yang menangis adalah orang yang lemah. Tentu saja itu tidak benar! Karena mereka yang sering kali menangis adalah mereka orang-orang kuat yang menampung banyak beban hingga dengan cara menangis, beban itu dapat sedikit mereda. Sedangkan orang yang tak pernah menangis, merekalah orang-orang lemah. Bertindak seolah menjadi orang kuat hanya tak ingin dicap orang lemah? Sungguh payah jika itu alasannya. Bodoh! Keluarkan tangismu jika itu mampu meredakan sesak dalam dada! Jangan hiraukan mereka yang mencela! Anggap mereka hanya angin lalu, tutup telingamu dan menangislah jika itu membuat sesakmu hilang.
“Arkan?” suara seorang wanita memenuhi pendengaran Arkan. Cowok itu segera menghapus air matanya dan berbalik menatap sang Mama.
“Kenapa, Ma?” sahut Arkan dengan suara serak.
Alea berjalan mendekati anak sulungnya itu dengan pandangan yang tak lepas pada mata Arkan. Raut wajah Alea sedikit murung saat menatap penampilan anaknya yang sedikit berantakan. Alea memegang pipi Arkan yang terdapat jejak air mata di sana, “Kenapa, nak?”
Arkan menggeleng, “Gak papa, Ma.”
Alea memegang kedua pundak Arkan, ia menatap anaknya itu dengan pandangan lembut serta senyum tipis menenangkan. Alea berkata, “Mama pernah muda, dan Mama paham yang kamu rasain sekarang. Lupain dia, biarkan dia bahagia. Jangan terlalu memaksakan kehendakmu, nak. Masih banyak gadis di luar sana, dan tentunya yang suka sama kamu. Semangat!”
Arkan tersenyum saat melihat senyum lebar Mamanya sembari mengepalkan tangan penuh penyemangatan. Arkan memeluk Alea dengan erat, “Makasih, Ma. Makasih.”
“Ayo turun makan,” setelah menepuk pelan punggung anaknya, Alea melepaskan pelukan anaknya dan menyuruh Arkan untuk makan bersama. Arkan mengangguk dan berjalan mendahului Alea setelah pamit dengan Mama nya itu.
Alea termenung menatap punggung tegap anaknya. Melihat Arkan, seolah menariknya kembali pada waktu mudanya dulu. Saat-saat yang penuh perjuangan untuk cintanya. Alea sedikit terkekeh miris. Wanita itu menunduk menatap lantai yang ia pijak. Ia tak menyangka setelah semuanya, ia masih diberi Tuhan kesempatan untuk hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
The story of the twins
Teen Fiction#SQUEL I'M FINE! [ARKAN&ARKEN] ➖➖➖ Arkan dan Arken adalah saudara kembar, dengan nama awal 'Aldebaran' dan akhiran 'Pradipta'. Mereka terkenal akan ketampanannya di sekolah masing-masing. Arkan di SMA Harapan Bangsa dan Arken di SMA Pelita Jaya. Sem...