🌻SEVENTH STORY🌹

204 30 6
                                    

Selamat membaca :)

***

Burung-burung kecil terbang di langit cerah pagi hari ini, kicauan terdengar merdu. Berbeda dengan burung yang berterbangan bebas di angkasa dengan kicauannya, di gerbang sekolah SMA Pelita Jaya malah dipenuhi puluhan manusia yang berdesakan dan suara ricuh di sana-sini.

Seorang cowok di sudut pagar luar menatap kerumunan orang yang berdesakan dengan tampang datarnya. Ia mengamati satu persatu orang di sana. Mencari seorang gadis yang terus mengganggu jam tidurnya semalam. Jika tidak salah hitung, sudah 30 menit lamanya ia berdiam diri di sana menunggu gadis itu.

“Ini uangnya, bang. Makasih ya.” Arkan mengamati gadis yang baru saja turun dari boncengan tukang ojek. Arkan mengamati rambut gadis itu yang berantakan dan juga mengamati uang yang ia keluarkan.

“Aduh neng, uangnya kurang atuh.” tukang ojek itu mengeluh ketika gadis di depannya memberikan uang hanya 5 ribu.

“Aduh beneran, bang? Kurang berapa?” tanya gadis itu panik.

“Harusnya lima belas ribu, neng.” gadis itu sempat terkejut dan menunduk.

“Ma--maaf, bang. Saya cuma ada lima ribu.” gadis itu sedikit meringis kala mendengar kalimat terakhirnya.

“Yaelah, neng. Kalo gak ada duit, ya gak usah naik ojek atuh! Sok gimana ini?” tukang ojek itu menatap kesal pada gadis yang tengah menunduk sedih di depannya.

“Saya ngu—”

“Ini uangnya, pak.” Arkan menggenggam erat jemari Dian dan menggeser tubuh gadis itu menjadi di belakangnya. Tatapannya datar menatap tepat pada tukang ojek itu.

Setelah memberikan uang senilai lima puluh ribu. Tanpa kata, Arkan segera menarik Dian untuk memasuki sekolah.

“Kembaliannya!” teriak tukang ojek itu pada Arkan.

“Kak, itu kembaliannya?” cicit Dian.

“Biarin,” Dian terkejut dan ketika ia menghadap ke belakang, ternyata tukang ojek itu telah pergi.

“Makasih, kak.” ucap Dian tulus. Ia bahkan berjanji akan mengembalikan uang itu nanti. Dan hanya dibalas Arkan dengan dehaman saja.

“Duduk sini,” Arkan mendudukkan Dian di salah satu kursi kantin. Arkan beranjak memesan sesuatu.

Sekitar 5 menit berlalu, Arkan kembali menghampiri Dian yang duduk sembari menunduk.

“Makan,” perintah Arkan sembari memberikan piring berisi nasi goreng.

“Gausah, kak. Dian udah makan.” tolak Dian halus.

“Makan,” kata itu terdengar lebih dingin dari sebelumnya. Dengan sedikit gemetar, Dian meraih piring itu dan menyuapi nasi goreng ke mulutnya.

Dian memakan sarapannya dengan pelan dan kepala menunduk. Dan juga ia sangat risih. Pasalnya, Arkan sejak tadi menatap dirinya. Dan hal itu membuatnya takut serta malu.

Tring...

Terdengar bunyi bel yang sangat nyaring, menandakan waktu pelajaran telah di mulai. Dian dengan spontan mendongakkan kepalanya, ia menjauhkan piring yang masih tersisa setengah itu darinya. Ketika ia hendak berdiri, Arkan mencegahnya dengan memegang erat lengan gadis itu.

“Mau kemana?” tanya Arkan datar.

“Ma--mau masuk kelas, kak.  Dian ada tugas hari ini.” ucap Dian panik sekaligus takut.

“Duduk dan habisin,” perintah Arkan tegas.

“Tapi, kak—”

“—Makan!” tak membentak namun terdengar dari suaranya bahwa Arkan tengah marah kali ini. Dian mengurungkan niatnya dan kembali duduk.

The story of the twinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang