The City Pt. 2

36 6 2
                                    

Semilir angin sejuk dan wangi embun pagi dengan berani masuk ke celah-celah ruangan guna memberikan kenyamanan pada siapa saja yang terbangun setelah mengarungi mimpi.
Rasa-rasanya, dengan tidur di kamar mewah cukup untuk Jimin dan Ara setelah melakukan perjalanan panjang yang mereka lewati. Kamar Jimin dan Ara bersebelahan. Keduanya sama-sama ingin menikmati pemandangan Menara Eiffel yang disuguhkan dari sisi balkon kamar masing-masing.

Pagi ini, Ara bangun lebih dulu daripada Jimin. Salah satu seorang Tour Leader memang harus bangun lebih pagi dari tamunya. Iya, Jimin adalah tamu Ara pada tugasnya kali ini.
Walaupun sebenarnya Jimin tidak mau disebut sebagai tamu, anggap saja begitu.

Ara baru saja keluar dari kamar mandi. Berendam air hangat kurang lebih 15 menit cukup untuk merelaksasikan sendi-sendi pada tubuhnya akibat terlalu lama di perjalanan. Ara tidak mau berlama-lama di dalam bathroom, tidak suka kalau tangannya nanti keriput seperti Nenek Kabayan dalam serial Upin dan Ipin.

Ara segera berganti pakaian. Karena hari ini jadwalnya menuju objek wisata yang spot fotonya cukup bagus, Ara memilih t-shirt putih bertuliskan Celine. Dibalut luaran denim yang dipadukan dengan kulot jeans. Tidak lupa juga sepatu sneakers agar terlihat lebih santai.
Ara pun hanya memoles dirinya sedikit menggunakan bedak tabur, liptint dan blush on. Agar terkesan fresh ia juga menambahkan sentuhan terakhir English Peer and Freesia pada tubuhnya.

Ponsel Ara sudah menunjukkan pukul 6.30 pagi. Ara berpikir seharusnya Jimin sudah bangun.
Ara bergegas keluar dan mengetuk pintu kamar Jimin namun tidak ada jawaban.

"Apa Jimin sudah keluar hotel untuk sekedar jalan-jalan?" kata-kata itu yang terlintas di benak Ara.

Ara memutuskan untuk menelepon Jimin. Namun sebelum ia mengetuk layar ponselnya, satu notifikasi pesan muncul.

Apa kau sudah bangun? Aku sudah siap untuk sarapan tapi aku malas turun. Bisakah sarapan di kamar saja?

Jimin bisa mengirim pesan tetapi tidak menjawab panggilan Ara yang dari tadi mengetuk pintu dari depan kamar. Menjengkelkan sekali.

Ara berniat memanggil room service untuk mengantarkan sarapan Jimin ke dalam kamarnya. Namun sebelum Ara melakukan hal itu, Jimin sudah lebih dulu memesan fasilitas layanan kamar. Dari arah lorong dimana kamar mereka berada, terlihat seorang pria yang membawa trolley berisikan American breakfast yang sudah tersusun rapi di dalam piring cantik. 

Tanpa disadari, Jimin sudah membuka pintu kamarnya dan mempersilahkan pria tersebut untuk masuk. Ara yang melihat itu hanya terdiam sampai melihat room boy tersebut selesai mengantar pesanan Jimin dan keluar dari kamar.

"Thank you very much" ujar Jimin kepada pria itu seraya memberikan uang tip.

Ara memasang wajah datar dan menatap Jimin sekenanya "Silahkan nikmati sarapanmu. Aku akan turun ke restaurant dan sarapan disana"

"Loh loh? Tidak bisa begitu dong. Aku sudah memesan sarapan. Untuk diriku dan dirimu. Lagipula apa rasanya makan sendiri? Tidak kasihan kalau makanannya sampai terbuang?" cerocos Jimin tanpa memberikan sedikitpun Ara celah untuk menjawab.

"Kenapa diam saja? Tidak mau ya?" sepertinya sikap yang menyebalkan ini tidak bisa hilang dari seorang Jimin. Begitu yang terpikir oleh Ara.

Ara menarik napasnya kasar dan kemudian tersadarkan karena ia harus bersikap profesional.
Tidak mau juga pagi yang indah ini jadi tidak indah karena harus berdebat dengan Jimin. Menjawab dengan pasti sepertinya adalah langkah yang tepat.
"Baiklah Tuan Jimin, aku akan ambil sarapan ini dan makan di kamarku."

SAUVEURWhere stories live. Discover now