Bab 9 |> Rumah Sakit

164 31 41
                                    

"Entah kenapa, saat bersamamu semuanya terasa baik-baik saja."

Happy reading!
Jangan lupa vote, comment & share!

....

Vraka baru saja sampai di depan IGD, tempat Angga dirawat. Disana sudah ada Vero dan Alena yang sedang duduk dikursi penunggu. Pemuda dengan rambut sedikit berjambul itu langsung berdiri menghampiri Vraka.

"Heh, kenapa bisa gini?" tanya Vraka, wajahnya terlihat kalut. Ia melirik pintu ruangan IGD lalu Alena yang sedang berbicara pada seseorang melalui ponselnya.

Vero mengacak rambutnya frustasi. "Gue juga gak tau. Tadi pas lagi jalan sama Alena, gue nemuin tuh anak ngegeletak di pinggir jalan udah pingsan."

Noda darah yang menempel di baju putih milik Vero, mengalihkan fokus Vraka.

"Kepala Angga berdarah, kayaknya dipukul sama sesuatu yang keras sampe dia pingsan gitu," jelasnya.

Vraka mengusap wajahnya kasar, telapak tangan kanannya menumpu pada tembok. Alena yang diam-diam memperhatikan keduanya, jadi ikut prihatin. Apa lagi tadi saat melihat kepanikan Vero yang menemukan Angga di jalanan sepi, dalam kondisi memprihatinkan dengan darah mengalir dari kepalanya dan mukanya banyak lebam.

"Setau gue, dia gak punya musuh. Tapi kenapa tiba-tiba dipukulin?" Mata Vraka menyorot marah.

"Selama ini kita taunya dia anak baik-baik, gak aneh-aneh. Kemungkinan kecil dia punya musuh."

Vraka menipiskan bibir, mengangguk menyetujui. "Yang lain udah lo hubungin?"

"He he Angga kenapa woy?" Tiba-tiba datang Haris yang menyeruak diantara Vraka dan Verko, di belakangnya Wisnu mengikuti dengan langkah lebar.

Vraka mendelik, memukul kepala Haris pelan. "Pelanin suara lo, ini rumah sakit!" kata Vraka memperingati.

Haris menipiskan bibir. "Kenapa Angga?" tanya lebih memelankan suara.

Baru saja Vero ingin membuka mulut, namun panggilan dari arah yang sama membuat ia memusatkan perhatiannya pada dua orang gadis yang berlarian.

"Gimana kondisi Angga?" tanya Berta dengan nafas tersengal-sengal serta mata yang sembab seperti habis menangis.

Vero mengernyit, namun ia menjawab juga, "kita semua belum tau kondisi Angga."

Semua orang mendesah pasrah. Arsya mengulum bibir kedalam, memilih melangkah mendekati Alena. Ia menyenderkan punggung sama seperti yang dilakukan Alena, menatap lurus ke tembok.

"Gue salut sama mereka, satu orang terluka, semua ikut terluka," kata Arsya membuka suara. Alena melirik, yang kemudian tersenyum kecil.

"Haris pernah bilang sama gue, kalau mereka udah kayak keluarga," jawab Alena.

Arsya mengangguk, matanya teralih pada Vraka. Tergambar jelas sorot mata pemuda tersebut terlihat sendu. Vraka berkali-kali memejamkan matanya, membuang nafas kasar hingga menarik rambutnya frustasi. Arsya jadi ingin bergerak menenangkan, namun ia ragu untuk melakukannya. Akhirnya, hanya bisa menatap dari jauh sambil menyemangati dalam hati.

Pintu IGD terbuka, memunculkan sosok pria paruh baya berjas putih. Semua orang langsung menegak, mendekati dokter tersebut.

"Gimana dok keadaan teman saya?" tanya Vraka mendahului.

IrreplaceableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang