"Aku khawatir, karena aku peduli."
Happy reading!
Jangan lupa vote, comment & share!....
Seusai melepas pengait helm dari kepala Arsya, Algi kemudian beralih merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan di depan kaca spion.
"Makin hari, level kegantengan gue makin nambah aja," kata Algi dengan senyum percaya diri masih dengan menatap pantulan wajahnya di kaca.
Arsya memeragakan mulut seperti ingin muntah mendengar penuturan Algi yang selalu ia dengar setiap paginya. Arsya akui, memang Algi mempunyai wajah yang terbilang cukup tampan dengan hidung mancung bak perosotan anak tk.
Itu sebabnya, Algi banyak digandrungi oleh siswi GHS dari kalangan adik kelas sampai kakak kelas. Hingga ia merasa risih dengan tatapan-tatapan iri dari kaum hawa, jika sudah jalan bersisian dengannya.
"Al, kenapa mereka ngeliatin kita gitu banget, sih?" tanya Arsya berbisik kecil.
"Udah biasa kali," jawab Algi santai.
"Beda, Algi. Tatapan mereka, tuh, udah kayak mau bunuh gue."
"Lo itu terlalu negatif thinking, jelas-jelas mereka terpesona dengan kegantengan gue."
Sedetik kemudian Arsya berjinjit, merusak tatanan rambut Algi yang sudah di tata sedemikian rupa oleh pemuda tersebut. Dengan cepat Algi menjauhkan tangan Arsya dari jangkauannya.
"Heh, maung! Lo apa-apaan, sih?" Algi menjitak kening Arsya geram.
"Biar ketampanan lo luntur," jawab Arsya enteng.
"Tapi, Sya, nyatanya gue lebih keren kayak gini. Ala-ala badboy gitu, iya gak?" kata Algi mengacungkan kamera di depan wajahnya
Arsya merotasi bola mata, terlalu malas untuk menanggapi lebih lanjut. Gadis itu berjalan melewati koridor dengan wajah tenang, seolah tak ada tatapan sinis dan bisikan-bisikan kecil yang mengintainya sejak tadi. Sementara, cowok yang disebelahnya sibuk tebar pesona pada murid perempuan yang menyapanya dengan malu-malu.
Sampai ketika tubuh Algi terdorong pelan ke depan oleh seorang pemuda bertubuh jangkung yang ada di belakangnya.
"Eh, sorry, gue lagi buru-buru," ujar pemuda itu cepat.
"Buset, dah. Santuy aja kali, pak ketos." Algi memperbaiki letak ranselnya seraya mendengkus sebal.
Arsya mengerjap perlahan, berharap Vraka menyadari keberadaannya, dan menyapanya terlebih dahulu. Namun sayangnya, pemuda itu hanya melirik sekilas lalu meminta maaf sekali lagi pada Algi sebelum akhirnya pergi.
Dengan satu kali tarikan nafas, Arsya berusaha untuk tenang. Padahal, lidahnya sudah gatal ingin melayangkan protes, dan meminta penjelasan mengapa dia menjauhi dirinya begitu saja.
Di sisi lain, Vraka nampak menendang udara hampa. Tangannya bergerak mengacak surai hitamnya dengan frustasi. Suasana hatinya sangat kacau pagi ini.
"Masuk, bang. Jangan berdiri di depan pintu," celetuk Vero mendorong punggung Vraka masuk ke dalam kelas.
Melihat temannya yang seperti tidak mempunyai semangat hidup, Vero berdecak menepuk leher belakang Vraka.
"Gak usah galau, elah. Cewek doang mah gampang, tinggal cari aja yang lain."
Vraka melipat tangannya di bawah dada, sedangkan punggungnya menyandar pada sandaran kursi. "Lo tau kan gue cuma mau dia?"
"Salah lo juga, nyet. Gue bilang juga apa, jadi laki tuh yang gercep. Elo mah lelet, diambil sama orang, kan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable
FanfictionKata orang, masa SMA itu merupakan masa paling indah dibalut putih abu-abu. Masa ketika seorang remaja mendapatkan jati dirinya. Mulai dari bertemu dengan sosok baru yang menjadi sahabat, sampai pengalaman jatuh cinta pertama kali. Semua terasa begi...