"Bila mencintaimu adalah ilusi, maka izinkan aku berimajinasi selamanya."
Happy reading!
Jangan lupa vote, comment & share!....
Seorang laki-laki bertubuh jangkung itu berjalan dengan santai di tengah koridor yang tampak ramai. Tatapan kagum yang tersirat dari beberapa siswi dia abaikan begitu saja.
Dahinya mengernyit, menajamkan telinga saat mendengar sayup-sayup namanya dipanggil. Entah mengapa dia jadi merinding, mengusap tengkuk lehernya.
"Padahal masih siang, kenapa setan udah berkeliaran aja," gumamnya, masih sambil berjalan.
"VRAKA NOVEMBERIO PUTRA!"
Cowok itu menegak, membalik badan menghadap pada seorang perempuan yang baru saja memanggil nama lengkapnya, mengundang perhatian beberapa siswa/siswi yang berada disana.
"Buset, lo ngapain deh teriak-teriak?" tanyanya dengan tak santai.
"Buku PR gue mana, hah?!" Cewek itu mendekat seraya berkacak pinggang.
"Sama Haris lah."
"Haris bilang sama lo!"
"Enggak, tadi gue masukin laci nya dia."
"Emang pada gak tau diri ya lo pada. Musnah aja sana!" cewek itu dengan kesal mengibaskan rambut coklatnya, berjalan menjauhi cowok yang saat ini tengah berdiri memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.
Vraka membuang napas pelan, kemudian berjalan kearah tujuan yang sempat tertunda. Cowok itu bersiul tanpa mengindahkan sekitar.
Saat di persimpangan koridor, tubuh bagian depannya tak sengaja bertabrakan dengan setumpukan buku. Ia menelan umpatannya, saat sadar yang berada dihadapannya itu seorang perempuan.
"Eh, astaga."
Cewek itu berjongkok, memunguti buku yang jatuh berserakan. Karena dalam diri Vraka masih tertanam rasa kemanusiaan, cowok itu ikut berjongkok mengambil buku yang semula terjatuh di lantai, ke tangan cewek yang tercium menggunakan parfum Cherry blossom itu.
"Lain kali, jangan sendiri kalau bawa banyak buku kayak gini," ujar Vraka, lalu pergi dengan senyum tipis, sangat tipis hingga tak disadari oleh gadis di depannya itu.
Cewek yang tak lain bernama Arsya itu bergeming ditempat, merasakan debaran jantungnya yang sudah tak terkontrol. Matanya mengerling, mengulum bibir menahan senyumannya.
"Astaga, mimpi apa gue semalem?" gumamnya pada diri sendiri, menyeringai lebar tak tahan.
Bertemu dengan pujaan hati memang memberikan efek yang luar biasa. Apa lagi jika sudah menjadi incaran sejak lama, seperti Arsya saat ini, yang sudah menjatuhkan hatinya pada Vraka saat pertama kali ia menginjakkan kaki di Galaxy High School. Bisa-bisa menimbulkan gangguan jantung sesaat.
Arsya berlari kecil menuju kelasnya yang tak jauh dari ia berdiri saat ini. Tumpukan buku yang hampir menghalangi pandangannya, ia tak pedulikan.
"Heh, temen gue mana nih?" Teriakan heboh Arsya berhasil membuat beberapa kepala muncul dari arah belakang kelas.
"Berisik!" gertak Putra dengan muka bantalnya, tengah berbaring dijejeran kursi yang sengaja ia buat.
Arsya mendelik, lalu mencibir. Cewek itu memindahkan buku dari tangannya ke atas meja guru, lantas berlari ke belakang kelas, ada ketujuh sahabatnya disana.
"Ayo tebak, gue habis tabrakan sama siapa?" Arsya menaik turunkan alisnya, bertepuk tangan kecil.
"Si pinter! Lo mah tabrakan aja bangga," celetuk Berta, memandang sahabat nya itu malas.
"Ih, ini kan tabrakannya beda!"
"Sini-sini duduk dulu." Nadya menepuk-nepuk tempat kosong yang berada disebelahnya, Arsya hanya menurut.
"Jadi ... tadi, kan, gue tabrakan sama Vraka." Gadis itu mulai menceritakan kejadian beberapa saat lalu dengan menyebutkan nama sang pujaan hatinya.
"Terus dia ngomong sama gue, and i think itu bentuk suatu perhatian dari dia untuk gue," katanya sudah berbunga-bunga sendiri, dengan senyum bodoh khas orang kasmaran.
Sevi memajukan diri, tertarik dengan cerita yang dibawakan Arsya. "Emang dia ngomong apaan?"
"Kata dia, lain kali, jangan sendiri kalau bawa banyak buku kayak gini," kata gadis itu, dengan menirukan gaya bicara Vraka.
Ketujuh sahabatnya itu menatap Arsya dengan senyum miris. Mereka tak habis pikir dengan Arsya yang masih setia menunggu Vraka meskipun tak ada pergerakan dari keduanya. Arsya yang terlalu gengsi untuk memulai semuanya, dan Vraka yang terlihat tidak memiliki perasaan lebih pada gadis itu.
"Gue yakin Vraka cuma ngomong spontan doang, cuma lo aja yang baperan." Arsya tak tersinggung oleh ucapan Alena, ia hanya menyebikkan bibir tak mengelak bahwa memang dirinya terlalu membawa perasaan tentang apapun itu.
"Lo gak capek apa berharap mulu sama dia?" tanya Yeza tiba-tiba, mengundang beberapa pasang mata pada gadis yang sejak tadi sibuk pada ponselnya.
"Dari dulu lo selalu berharap, tapi apa ada yang lo dapet dari itu? Gak ada! Bahkan usaha aja lo gak pernah." Yeza sedikit memelankan nada bicaranya ketika diakhir kalimat.
Arsya menipiskan bibir, merasa tertohok oleh perkataan Yeza. Wajah cerianya kini berubah menjadi murung.
"Demi apapun gue gak berani untuk deketin Vraka. Gue terlalu takut dicap murahan sama dia."
"Lo gak bakal dipandang murahan, kalau cara deketin dia gak agresif."
Arsya menatap Berta dengan sebelah alis terangkat, "Caranya?"
"Lo bisa 'bermain cantik'." Bukan Berta yang menjawab, melainkan Lita.
Terlalu loading untuk Arsya mencerna kata-kata temannya itu. Ia mengangkat bola matanya ke atas, seakan berpikir yang di maksud 'bermain cantik' itu seperti apa.
Tak butuh waktu lama, gadis dengan surai hitam yang menjuntai sepundaknya itu mendapatkan ide dari otak 3 giga nya.
"Oke! Gue paham!"
- To be continued -
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable
FanfictionKata orang, masa SMA itu merupakan masa paling indah dibalut putih abu-abu. Masa ketika seorang remaja mendapatkan jati dirinya. Mulai dari bertemu dengan sosok baru yang menjadi sahabat, sampai pengalaman jatuh cinta pertama kali. Semua terasa begi...