Mala mendesah pelan saat melihat kedua cowok yang berada disamping kiri dan kanannya itu. Aufa dan Bagus. Kedua cowok itu membuat Mala semakin pusing, perjalanan yang terlihat tenang itu berubah menjadi perjalanan yang sangat membuat Mala kesal. Bagaimana dia tidak kesal? Disetiap detiknya, kedua cowok itu menawari hal-hal yang sangat tidak diinginkan oleh Mala.
"Mal, lo capek nggak? Kalau capek, sini gue gendong."
"Mala, lo haus nggak? Nih minum, kalau lo haus."
"Mal, kapan sih lo mau nerima gue? Padahal gue udah berjuang buat dapetin hati lo."
"Mal, lihat tuh pemandangan disamping gue. Indahkan? Indah, seperti masa depan kita nanti."
"Mala, kok lo makin cantik sih? Bagaimana gue bisa berpaling kalau setiap hari selalu melihat bidadari."
"Mala, lo nggak usah takut, ada gue yang selalu ngelindungin lo."
Mala menutup kedua telinganya menggunakan tangannya. Dia sangat kesal, kedua cowok itu tidak bisa diam. Tidak di sekolah, tidak di tempat seperti ini, kedua cowok itu terus menganggunya.
"Pusing gue kalau disini. Gue pindah di depan aja. Awas kalau kalian ngikutin gue!"
Mala berjalan cepat, menyusul Anton yang memang berjalan paling depan. Sepertinya berjalan beriringan dengan Anton adalah keputusan yang tepat karena dia tidak akan mendengar keributan yang dibuat Aufa dan Bagus.
"Loh, kok lo disini?" tanya Anton yang menyadari Mala berada disampingnya.
"Pusing gue sama temen-temen lo itu. Bisa-bisa gue pingsan duluan sebelum finish."
Anton terkekeh, kedua temannya itu memang suka berdebat. Berdebat tentang Mala, tentang game, bahkan tentang makanan pun mereka debatkan. Tapi, Anton tidak pernah mengeluhkan hal itu, meskipun teman-temannya yang suka berdebat, tapi mereka memiliki jiwa kepedulian yang tinggi.
"Namanya juga suka."
"Tapi kan nggak gitu juga, bukannya gue makin suka, malah makin benci."
Mereka melanjutkan perjalanan dengan penuh ketenangan, hanya dua cowok yang berada di belakang sedang berdebat. Berdebat nama hewan yang mereka jumpai sampai nama pohon-pohon yang menjulang tinggi. Anton memberhentikan langkahnya diikuti oleh anggotanya yang berada di belakang.
"Kita lewat mana nih? Ada dua cabang."
Mala juga terlihat bingung, menentukan jalan buka keahliannya. Disini dia hanya sebagai pengikut, tanpa banyak komentar tentang penjelajahan ini. Dia menatap dua jalan yang berada di depannya.
"Kalian ingat kata panitia tadi kan, setiap jalan ada tanda panahnya. Masalahnya, tanda panah itu terletak dimana?" Tias maju melangkah untuk mengecek setiap pohon-pohon yang menjulang diantara dua jalan itu. Dia menyingkirkan daun yang menutupi bagian pohon. Dan benar saja disana terlihat sebuah tanda yang terbentuk dari kertas mengarah ke jalan sebelah kiri.
"Yuk jalan."
Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Jalanan ini sangat berbeda dengan yang tadi, jika yang tadi muat tiga orang, dan kali ini hanya satu orang. Pohon-pohon besar lebih banyak daripada yanh tadi. Mala berjalan dibelakang Anton, sebenarnya dia sudah mulai merinding.
"Sebenarnya kita menyusuri hutan ini buat nyari apa sih?" tanya Lutfi yang berada tepat dibelakang Mala.
"Kata panitia tadi, kita harus menemukan pos 1 untuk mengetahui tujuan penjelajahan ini," jawab Anton yang mendengar pertanyaab yang dilontarkan Lutfi.
Mereka berjalan sudah cukup jauh, sekitar satu kilometer. Namun tak juga menemui pos satu, beberapa petunjuk sudah mereka lewati, tapi tak juga menemukan pos itu. Setelah mereka berjalan beberapa meter kemudian, kedelapan remaja itu melihat dua panitia yang duduk di sebuah akar pohon. Dapat dipastikan kalau tempat itu adalah pos satu.
Anton sebagai ketua kelompok, maju terlebih dahulu. Entah apa yang diucapkan cowok itu, hanya terdengar suara bisikan yanh tidak jelas. Jarak mereka sekitar lima meter, entah apa alasan panitia itu memberi jarak seperti ini.
"Kalian harus menemukan bendera berwarna biru, sebanyak sepuluh. Bendera-bendera itu sudah kita pasang dibeberapa titik, kalian harus menemukannya. Kalian harus teliti, jangan sampai lengah. Karena letak bendera itu jauh dari perkiraan kalian. KALIAN MENGERTI?!"
"MENGERTI!!"
"Lanjut jalan. Hati-hati."
Kedelapan remaja itu kembali melanjutkan perjalanan. Saat mereka sudah jauh dari penglihatan para panitia yang menjaga pos satu, Mala mendekati Anton.
"Lo tadi dikasih apa sih sama panitia itu?"
Anton sedikit kaget, karena dia tidak menyadari jika Mala sudah ada disampingnya.
"Senter sama kotak P3K."
Mala mengernyit, "memangnya kita sampai malem disini?"
"Kata mereka, kita tidak dapat memastikan, tapi kita harus kompak agar tidak sampai malem. Lagipula gue juga ogah jika harus bermalam dihutan belantara ini."
Mala mengangguk-anggukkan kepalanya, dia juga sama berharapnya. Semoga saja dia berada dihutan ini tidak sampai malam, karena dia takut trauma itu datang lagi. Apalagi dia sudah menahan sejak mulai acara ini untuk tidak takut.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan, keadaan hening, hanya terdengar suara burung dan beberapa hewan lainnya yang menemani keheningan itu. Bahkan dua cowok yang berada tidak lagi mengeluarkan suaranya.
Mereka kembali menghentikan perjalanan, mereka melihat jalan yang bercabang, jika yang tadi bercabang dua sedangkan yang ini bercabang tiga.
"Lo cek dulu deh Ton."
Anton melangkahkan kakinya, mulai mengecek pohon-pohon yang menjulang diantara cabang-cabang itu. Namun dia tidak satupun menemukan sebuah tanda yang akan menunjukkan jalan mereka.
"Nggak ada tanda panah. Gimana nih?"
Anggota kelompok yang lain juga ikut berpikir, karena jika mereka salah jalan, dapat dipastikan mereka akan tersesat ditengah hutan lebat ini.
"Gimana kalau kita cek satu-satu. Ada yang jaga disini, ada yang jalan ke kiri, ada yang jalan lurua dan ada yang ke kanan."
"Boleh juga tuh," jawab Bagus yang menyetujui pendapat temannya itu.
"Tapi, gue harus sama Mala," ucap Aufa yang langsung berdiri di samping Mala dan menggandeng lengannya.
Mala hanya memutar bola mata malas, dia langsung melepas tangan Aufa yang melingkar dilengannya itu. Dia risih.
"Enak aja lo, gue yang harus sama Mala," ucap Bagus yang tak terima dengan ucapan Aufa. Karena dia juga ingin berdua dengan Mala.
Mala yakin, kalau sebentar lagi akan ada perdebatan yang dapat membuat telinganya sakit. Lebih baik dia putuskan lebih dulu sebelum mendengar perdebatan itu.
"Gue sama Anton!" tegasnya, membuat dua cowok yang akan berdebat langsung menutup kembali mulut mereka. Jika keputusan Mala seperti itu, mereka bisa apa?
Mala langsung berdiri di samping Anton, dan mengajak cowok itu segera berjalan lebih dulu menuju arah kiri. Bagus dan Aufa sangat tidak rela melihat Mala yang lebih memilih berjalan berdua dengan sahabatnya. Bagus melihat para teman kelompoknya, dia langsung menggeret Aini menuju sebelah kanan. Sedangkan Aufa menarik Lutfi untuk berjalan ke arah lurus, dapat dipastikan jika Pinky dan Tias berjaga di tempat itu, menunggu teman-temannya untuk menentukan sebuah jalan yang benar.
-------
Bagus dan Aufa kembali rebutin Mala. Tapi Mala malah milih Anton wkwkwk.
Jangan lupa vote dan komen ya.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita
Novela JuvenilKisah mereka yang mengikuti sebuah lomba penjelajahan alam dengan hadiah yang sangat menggiurkan. Kisah mereka yang diwarnai dengan tangis, canda, tawa dan cinta. Kisah mereka yang harus terluka demi kebahagiaan. Kisah mereka yang harus berjuang dem...