Capítulo 1 - Traicionero

109 4 3
                                    

Jam & Roller
BUENOS AIRES, ARGENTINA

Lelaki berambut cepak itu membanting tas slempang nya ke sembarang arah setelah selesai menapakki anak tangga yang membawa nya ke lantai dua gedung Jam & Roller - sebuah lantai khusus markas para anggota Roller Band. Dibelakangnya, seorang lelaki yang bertubuh sedikit lebih tinggi darinya tampak mengejarnya.

Ketika berhasil meraih bahu lelaki didepan nya, Nicolás - lelaki yang mengejarnya pun berhenti untuk menghela nafas nya yang terasa begitu sesak.

"Simón, dengarkan aku dulu!" katanya kemudian, ia mengambil jeda sejenak sebelum melanjutkan, "Aku tahu kau marah karena melihat Matteo dan Benicio tadi, tapi..."

"Tapi apa, Nico!?" hentak lelaki itu - Simón - pada sahabat nya. "Bagaimana bisa dia secepat itu akrab dengan Benicio? Padahal baru kemarin kami..." Simón tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Pikiran sialannya itu dengan seenaknya justru memutar ulang banyak adegan kebersamaannya bersama Matteo sebelum semua ini terjadi.

Aku memang bodoh, pikirnya.

Kalimat itu terus bersirkulasi dalam kepala nya, seperti sebuah kaset rusak yang semakin membawanya jatuh pada kenyataan bahwa hubungan antara dirinya dan Matteo telah usai.

Sebuah hubungan yang dimulai dengan sebuah pertemuan yang tidak pernah direncanakan. Sebuah pertemuan yang diatur oleh Tuhan, tanpa ada yang pernah menduga. Bagaimana hari itu, Simón yang bekerja di café Jam & Roller bertabrakan dengan lelaki tampan dari Italia itu.

Ah, sial, hanya dengan memikirkan hal ini, ujung mata Simón sudah terasa begitu panas.

Nico yang melihat sahabatnya mulai bergetar dalam tangisan segera merengkuh Simón. Berusaha menenangkan, meskipun ia sendiri tak tahu harus berkata bagaimana. Kebanyakan orang selalu berkata "semuanya akan baik-baik saja" ketika seseorang bersedih. Namun kali ini, ia tahu bahwa semuanya tidak akan baik-baik saja. Tapi, toh, ini bukan kali pertama bagi Simón semenjak ia putus dari Matteo. Alhasil, lelaki berambut ombre pirang-hitam itu hanya terus merengkuh Simón, dan memberikan sebuah kode pada Pedro yang baru saja datang bahwa sahabatnya ini tengah bersedih untuk yang ke sekian kalinya.

* * *

Ditempat lain, namun dalam waktu yang bersamaan, Matteo Balsano tengah menikmati makan siang nya bersama seorang lelaki tampan disebuah restoran cepat salí. Benicio, nama lelaki itu, secara konstan juga terus melahap makan nya sambil sesekali becanda gurau bersama Matteo.

"Maumu bagaimana, sih, Matteo?" katanya. "Kau mau move on, kan?"

Matteo sendiri hanya menghela nafas perlahan, namun segera ia timpali dengan kekehan pelan.

"Kau tau, bagimu hal itu sangatlah mudah. Banyak lelaki atau wanita yang bahkan rela melakukan apapun demi bisa menjadi pacarmu." ucapnya.

Matteo tertawa kecil seraya berkata, "Termasuk kau?" dan membuat Benicio ikut tertawa.

"Kau tahu kalau kau harus melewati Ramiro dulu demi bisa bersamaku." kelakarnya sambil kembali menyuapkan satu sendok pasta aglio olio ke dalam mulut nya.

"Aku ikut bahagia dengan keberhasilan mu menggaet Ramiro, aku yakin yang lain pun akan begitu setelah mereka tahu." sahut Matteo sambil menyeruput jus jeruk miliknya.

"Well, grazie, Matteo. Tapi, kita tidak sedang membicarakan aku dan Ramiro, tapi kau." katanya. "Tampak sekali kau tengah berusaha merubah topik." lanjut nya, kalimatnya barusan ini membuat Matteo terdiam - seakan terkena skakmat.

"Dengar Matteo, kau itu sangat tampan. Seperti yang kukatakan, banyak yang rela berusaha setengah mati untuk bersamamu, untuk bisa memelukmu dan merasakkan ini." jemari telunjuk Benicio kemudian bergerak ke arah bibir merah Matteo dan mengusapnya pelan. Membuat wajah Matteo memerah, meskipun tak terlalu terlihat. Segera, tangan lelaki Italia itu menyingkirkan jari Benicio dari bibirnya - membuat Benicio tertawa terbahak-bahak dibuatnya.

Mungkin, bagi sebagian orang, kedua lelaki ini tampak seperti tengah memadu kasih secara terang-terangan. Bukan dalam arti sesungguhnya, namun perlakuan dan cara mereka memandang satu sama lain dapat membuat orang salah paham. Hampir semua orang dipastikan sudah atau tengah mencuri-curi pandang ke arah kedua pria yang sama-sama berasal dari Itali itu.

Tapi, hanya segelintir yang menyadari, bahwa sesungguhnya mereka adalah sepasang sahabat dekat. Keduanya memang sudah menjadi sahabat semenjak mereka masih tinggal di Roma, dan hubungan pertemanan mereka menguat saat kedua nya harus datang ke Argentina untuk meneruskan studi mereka di Black South College.

Tapi, tentu saja ada saja pihak yang menyalahpahami ini, contohnya saja, lelaki yang duduk dimeja yang lumayan deket dari meja VVIP kedua pria itu, membuat nya menatap mereka dengan tatapan aneh. Atau, seorang wanita yang justru malah diam-diam memotret momen itu melalui kamera ponselnya.

Atau, seorang pria berambut hitam yang tak sengaja melihat kebersamaan mereka ketika tengah berjalan pulang dari supermarket bersama sahabatnya. Membuat lelaki itu kini tengah sesenggukan dalam tangis.

TBC! 🖤

Misunderstanding - #Sitteo [BXB] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang