Pernikahan yang dijalani hampir belasan tahun dengan Bagas tidak membuat Tiara bahagia, mereka terlihat baik-baik saja dihadapan banyak orang terutama keluarga. Satu hal yang tidak lingkungan mereka sadari adalah sikap mereka seperti orang asing, Tiara memendam ini semua demi anak-anak dan keluarga besarnya.
Sarah dan David membuat Tiara bertahan, kedua anaknya masih membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya. Bagas dan Tiara tidak menunjukkan hubungan buruk depan anak-anak, mereka tahu jika kedua orang tuanya selalu ada untuk mereka. Usia kedua anak mereka sudah memasuki usia sekolah, memasukkan kedalam sekolah yang full atau seharian berada di sekolah adalah pilihan bagus dan tepat.
Tiara, tiga puluh delapan tahun. Bagas, empat puluh tahun. Mereka mengarungi pernikahan sudah berjalan lebih dari sepuluh tahun. Pertemuan mereka berasal dari kampus yang sama saat melakukan KKN, dua fakultas berbeda menjadi satu dalam kehidupan pernikahan. Tiara bekerja sebagai dosen, Bagas sendiri bekerja sebagai kontraktor. Posisi dan jabatan mereka sudah berubah, Bagas menjadi kepala departemen dan Tiara sendiri dosen senior yang sangat disayang kebanyakan mahasiswa.
“Lembur lagi?” tanya Tiara membuka pembicaraan mereka.
“Mungkin.” Bagas menjawab singkat.
“Sarah dan David nanti nginap di rumah mama.” Tiara mengingatkan Bagas tentang agenda kedua anaknya.
“Kamu sendiri bagaimana?” tanya Bagas sambil lalu.
“Aku mau di rumah periksa pekerjaan anak-anak.”
Pembicaraan mereka hanya sebatas itu, selanjutnya Bagas akan pergi meninggalkan rumah setelah mencium kedua anak mereka. Tiara hanya mengantarkan tanpa melakukan kegiatan rutin layaknya suami istri, menatap mobil Bagas yang pergi menjauh dari hadapan atau tepatnya pagar rumah mereka. Memasuki rumah dan mulai menyiapkan perlengkapan kedua anaknya, perlengkapan sekolah dan juga pakaian rumah untuk tinggal di rumah orang tuanya.
“Bunda nggak ikut?” Sarah menatap Tiara yang masih fokus mengecek tas mereka berdua.
Tiara menggelengkan kepalanya “Kalau disana nurut apa kata nenek dan kakek, nggak boleh membantah.” Mengambil tempat sejajar dengan putri kecilnya yang telah berusia sembilan tahun.
“David yang harusnya bunda nasehatin bukan aku.” Sarah mengerucutkan bibirnya membuat Tiara tersenyum kecil “Memang pekerjaan bunda sama ayah nggak bisa ditinggal?”
“Maaf,” ucap Tiara tidak enak dengan penuh penyesalan “Nanti pulang dari sana bunda cari waktu biar kita bisa menghabiskan waktu bersama.”
“Nggak usah janji kalau nggak bisa menepatinya, Bun.” David mengatakan dengan nada datarnya.
Tidak menanggapi perkataan David, memilih melanjutkan pekerjaannya sebelum akhirnya semua telah masuk kedalam dengan sempurna. Membawa tas mereka kedalam mobil, kedua anaknya hanya mengikuti dari belakang dalam diam. Mengunci rumahnya terlebih dahulu sebelum akhirnya meninggalkan rumah dengan menggunakan mobil untuk mengantarkan anak-anak sekolah. Mereka nanti akan langsung dijemput oleh supir orang tuanya, jadi Tiara atau Bagas tidak perlu repot dengan mengantarkan mereka. Mobil berhenti tidak lama kemudian, setelah berkutat dengan kemacetan sesaat, memberikan nasehat pada kedua anaknya yang hanya mengganggukkan kepalanya.
Memastikan semua barang sudah dibawa mereka, Tiara langsung mengarahkan mobilnya or area kampus. Beberapa pekerjaan masih harus dilakukannya, sebelum nanti melanjutkan di rumah tanpa adanya gangguan dari siapapun. Jarak sekolah anak-anak dengan kampus yang tidak terlalu jauh membuat Tiara sampai ke kampus dengan cepat, memarkirkan mobilnya di tempat seharusnya dan langsung melangkah masuk kedalam. Langkahnya terhenti saat melihat beberapa mahasiswa duduk di tempat yang paling nyaman di fakultas mereka, Tiara memberikan senyuman kecil pada mereka sambil melangkah pelan ke mereka semua.
“Ibu makin seksi aja,” goda Sinta, salah satu mahasiswi yang tadi memanggil Tiara.
“Seksi dari mana? Anak udah dua juga.” Tiara menggelengkan kepala sambil tersenyum kecil, tatapan matanya mengarah pada Fandi yang dim menatap dirinya “Kamu kapan lulus? Nggak mau kerja gitu? Betah amat di fakultas ampe nggak lulus?”
“Fandi bilang mau lulus kalau berhasil dapatin ibu,” sahut Andi yang tidak jauh dari Sinta, Tiara menatap mereka berdua yang tertawa kecil.
Tiara menggelengkan kepalanya mendengar perkataan Andi dan reaksi Sinta “Fandi harusnya dapat wanita yang seusia atau lebih muda, bukannya dia dekat sama cewek?”
“Cewek mana? Gue nggak tahu, kenapa ibu lebih tahu?” Sinta menatap penuh curiga.
“Bu, bantu saya buat materi yang mau di ujiankan besok.” Fandi berdiri dengan tatapan tajamnya.
Tiara yang melihat itu langsung bergidik ngeri, menatap kedua orang yang tidak lain adalah sahabat Fandi dan mereka hanya diam membisu. Menarik dan menghembuskan nafas panjang sebelum akhirnya mengikuti langkah Fandi menuju ruangannya, ruangan yang terpisah dari rekan lainnya ditambah tertutup. Tiara membuka pintunya mempersilakan Fandi masuk kedalam, tidak lama pintu langsung terkunci membuat Tiara membeku dan menatap ketakutan.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Tiara mencoba untuk tegas.
“Ibu sangat seksi,” ucap Fandi berjalan mendekati Tiara dan langsung menarik pinggangnya “Hari ini nggak ada jadwal kuliah, artinya tidak ada orang disini.”
“Ada teman-teman kamu.” Tiara memberikan peringatan pada Fandi yang masih tidak peduli.
“Mereka tidak peduli dengan apa yang kita lakukan, Tante.”
Fandi menarik dagu Tiara, mendekatkan bibirnya dengan bibir mungil Tiara. Tatapan matanya tidak lepas dari wajah Tiara yang saat ini memilih untuk memejamkan matanya, tersenyum kecil saat melihat reaksi yang diberikan Tiara atas sentuhannya. Menjauhkan bibirnya membuat Tiara langsung membuka matanya, pipinya memerah dan pastinya seluruh wajahnya memerah atas apa yang Fandi lakukan barusan.
“Tante tahu kan berita tentang aku?” tanya Fandi berjalan menjauhi Tiara “Aku tahu wanita mana yang haus akan sentuhan dan juga belaian, salah satunya adalah tante yang tidak lain dosen seksi di fakultas ini. Tante tahu kalau dijadikan bahan fantasi setiap pria disini? Rasanya aku juga ingin merasakan sempitnya vagina milik tante.”
“Jaga perkataan kamu! Bagaimanapun aku ini dosen kamu yang harus kamu hormati.” Tiara memberikan ancaman dengan nada dinginnya.
Fandi meletakkan jemarinya di bibir Tiara, seketika tubuhnya membeku dengan apa yang Fandi lakukan. Memberikan gerakan perlahan di bibirnya, membelai dengan sangat lembut dan lagi-lagi Tiara memejamkan matanya. Fandi yang melihat reaksi dari tubuh Tiara mengangkat sudut bibirnya, tersenyum kecil melihat bagaimana sikap Tiara saat ini.
“Apa vaginamu telah basah?” tanya Fandi dengan suara rendah di telinga Tiara, memberikan gigitan kecil yang semakin membuat Tiara menahan desahan dengan menggigit bibirnya “Kalau tante mau dipuaskan, aku tunggu di cafe depan halte kampus.”
Fandi menjauhkan dirinya yang membuat Tiara bernafas lega, sayangnya tidak berlangsung lama dimana bibir Fandi mendekatkan diri dengan bibir Tiara dan menciumnya lembut serta pelan. Tiara membeku dengan apa yang Fandi lakukan, tidak bergerak sama sekali sampai terdengar pintu ditutup. Memegang jantungnya yang berdetak kencang, tindakan Fandi diluar prediksi Tiara selama ini dan tidak menyangka Fandi akan melakukan hal sejauh ini.
“Aku harus menyelesaikan ini terlebih dahulu, baru setelah itu menghabiskan waktu dengan Fandi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Lust
RomancePernikahan yang sudah berjalan hampir belasan tahun tidak membuat Tiara bahagia, kehidupan ranjangnya terasa dingin. Bagas, suaminya tidak bisa memuaskannya di ranjang dan tidak hanya itu, kesibukan keduanya membuat hubungan mereka terasa semakin me...