7

903 56 7
                                    

“Bukannya Australia? Kenapa jadi Jerman?” Bagas menatap penuh tanda tanya dan selidik.

“Aku sudah bilang tadi, kamu nggak mendengarkan dan malah sibuk dengan kertas-kertas yang ada dihadapan.” Tiara menatap Bagas kesal.

“Maaf, pekerjaanku banyak. Jadi bisa kamu tukar posisi? Jerman itu jauh, kamu akan kesulitan kalau pulang nanti atau bahkan lebih lama pulangnya atau bahkan nggak pulang.” Bagas memberikan pendapatnya.

“Memang benar, tapi Jerman lebih lengkap ilmunya dibandingkan Australia.” Tiara memberikan alasan masuk akal.

Bagas terdiam menatap Tiara tepat di kedua matanya, hembusan nafas panjang dikeluarkannya saat memutuskan kontak mata mereka.

“Kamu sudah memikirkan anak-anak? Berapa lama kamu akan nggak ketemu dia? Mereka bisa nggak tanpa kamu?” Tiara terdiam mendengar perkataan Bagas. “Kamu bisa memikirkan baik dan buruknya, kalau sudah mendapatkan jawaban langsung katakan dan aku akan menyetujuinya langsung. Jawaban dan alasan yang harus kamu berikan sama aku.”

Diam, Tiara mencoba berpikir tentang anak-anak. Jerman sangat jauh, apalagi tidak akan bertemu dengan anak-anak dalam waktu yang lama. Australia lebih dekat hanya saja Tiara dari awal memang menginginkan Jerman, terlepas dari Daniel yang meminta tukar. Menatap anak-anak yang sedang asyik bermain, sisi keibuan Tiara menjadi tidak tenang dan enak.

“Kalau kamu memang menginginkannya, aku yang akan berbicara dengan anak-anak.” Bagas mengatakan langsung membuat Tiara menatap kearahnya. “Hubungan kita memang sedang tidak baik-baik saja, mungkin dengan kamu berada disana bisa memikirkan tentang hubungan kita.”

“Maksud kamu?” tanya Tiara hati-hati.

“Berada jauh bisa membuat kita saling instropeksi tentang hubungan satu sama lain.”

Tubuhnya membeku setelah mendengar perkataan Bagas, tidak mungkin Bagas tahu dengan apa yang dibuatnya selama ini. Mengalihkan pandangan kearah anak-anak, menghindar dari Bagas dengan pikirannya yang kemana-mana, hembusan nafas pelan dilakukannya untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman dan enak.

“Aku ada kerjaan besok dan pulang agak malam, anak-anak titipkan mama.” Bagas membuka suaranya kembali yang hanya diangguki Tiara. “Ambil saja Jerman itu demi masa depan kamu juga, aku tahu kamu orang yang haus akan ilmu.”

Tidak ada lagi pembicaraan yang mereka lakukan malam itu setelah Bagas memberikannya ijin untuk ke Jerman, Bagas masuk kedalam kamar dan Tiara memilih bersama anak-anak sampai mereka tidur. Bergabung bersama Bagas di ranjang untuk istirahat, memejamkan matanya mencoba untuk tidur dan memulai hari baru besok. Hubungan mereka yang sudah dingin, menjadi lebih dingin. Tidak ada pelukan di ranjang atau ciuman tidur, ciuman hanya dilakukan formalitas saat berangkat dan pulang kerja, itupun dilakukan dihadapan anak-anak agar mereka tidak berpikir orang tuanya ada masalah atau menampilkan hubungan harmonis didepan mereka berdua.

Kegiatan pagi yang tidak jauh berbeda dengan biasanya, Bagas memilih mengantarkan anak-anak dan Tiara yang berangkat sendirian. Tujuannya saat ini adalah kos, tempat dimana Fandi berada. Kedatangannya yang mendekati waktu mereka beraktivitas, membuat Tiara langsung memasuki kamar dan mendapati Fandi masih tidur dengan nyenyak dalam keadaan telanjang dada. Tiara membuka seluruh pakaiannya setelah mengunci pintu dan melangkah kearah Fandi, menciumi tubuh telanjangnya membuat suara desahan keluar dari bibir Fandi.

“Jam berapa ini?” Fandi membuka mata dan mencari keberadaan jam.

“Delapan.” Tiara menjawab dan langsung mencium bibir Fandi lembut.

Fandi memegang tubuh Tiara dan menyingkirkan dari hadapannya dengan memindahkan disampingnya, Tiara mengerucutkan bibirnya mendapatkan penolakan dari Fandi. Tiara hanya diam memandang Fandi yang saat ini sedang membuka celananya, mendapati penisnya telah berdiri membuat Tiara menatap tidak percaya.

“Aku baru bangun dan masih kumpulin nyawa, kamu sudah main hajar aja.” Fandi menatap kesal.

“Memang tidur jam berapa?” tanya Tiara penasaran.

“Aku ngerjain tugas akhir, sekitar jam satu mungkin tidurnya.” Fandi menjawab dengan mendekatkan bibirnya di puting Tiara dan langsung mengulumnya.

“Ahhh...kamu nakal...” Tiara membelai rambut Fandi pelan.

Fandi sibuk dengan mengulum puting Tiara, tangannya yang lain meremas payudaranya dengan lembut, tangan yang lain berada di bibir vagina memberikan gerakan pelan dengan sesekali memasukinya menggunakan jari. Tiara mengeluarkan suara desahan, merasakan sensasi yang diberikan Fandi saat ini, melepaskan kulumannya dan menatap Tiara dengan penuh gairah tanpa menghentikan gerakan tangannya.

“Kamu sudah basah aja.” Fandi mengatakan sambil menahan gairah. “Shit! Aku nggak sabar memasukimu.”

Fandi bangkit dan berada diatas Tiara, memegang penisnya dan mengarahkan langsung ke bibir vaginanya. Mendorong pelan, membuat Tiara memejamkan matanya. Melihat itu Fandi langsung mendorong semakin dalam, tangan Tiara mencakar bahu Fandi saat melakukan dorongan dengan kasar. Mendiamkan penisnya sesaat didalam vagina Tiara, menurunkan tubuhnya untuk mencium bibir Tiara penuh gairah dan mulai menggerakkan penisnya yang berada didalam.

Suara kelamin mereka mulai terdengar didalam ruangan, bersama suara desahan yang tertahan dari ciuman. Melepaskan ciuman dan beralih pada bagian tubuh yang lain, menjilatinya yang membuat Tiara mendesah pelan, tangan Fandi tetap berada di payudara untuk meremas dan mencubit putingnya.

“Kamu masih sempit saja.” Fandi mengatakan dengan menatap Tiara. “Oughh...nikmat sekali...” Fandi memejamkan matanya saat merasakan penisnya berada didalam Tiara dan terasa pijatan didalam sana.

“Ahh....terus lebih....ahhh....dalam...oughh....aku nggak kuat.” Tiara mengerang sambil menggelengkan kepalanya.

Fandi tahu jika wanita yang ada dibawahnya akan mencapai klimaksnya, memberikan gerakan cepat pada penisnya yang semakin membuat suara desahan terdengar keras. Gerakan yang dilakukan semakin cepat, dalam dan keras. Fandi bisa merasakan penisnya seakan dipijat didalam sana, memejamkan matanya saat merasakan pijatan pada penisnya, menundukkan kepalanya dan kembali mengulum puting Tiara yang membuat rambutnya diremas dan tidak lama tubuh Tiara mengejang diikuti dengan penis Fandi yang membesar tanda mereka akan mencapai klimaksnya, membuat Fandi mendorong semakin dalam penisnya dan cairannya keluar dengan beberapa kali tembakan didalam rahim Tiara yang langsung diam karena terlalu lemas.

“Kamu selalu luar biasa.” Fandi mengatakan sambil melepaskan penyatuan mereka. “Kamu nggak ada jadwal mengajar?”

“Ada, nanti siang. Kenapa? Bagaimana tugas akhirnya?” Tiara menatap Fandi yang berbaring disampingnya.

“Masih banyak waktu kita melakukannya lagi.” Fandi mengangkat sudut bibirnya membuat Tiara memukulnya. “Bulan depan mungkin sidang.”

“Pak Made kemarin bicara sama aku tentang kamu yang ikut program dosen belajar diluar negeri, aku menolak karena kamu sendiri belum lulus terlepas dengan apa tujuanmu nantinya.” Tiara membuka suaranya.

“Aku juga menolak,” ucap Fandi langsung. “Kamu akan ke Australia?”

“Aku tukar dengan Pak Daniel ke Jerman.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Forbidden LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang