Prolog

92 12 0
                                    

Bagi Keiko, hidup dan matinya seorang manusia tidak ada ditangan Tuhan. Dia pribadi bahkan tidak percaya ada hal lain yang lebih besar dari kekuasaan dan lebih mematikan dari ujung pedang milik Klan Katayama.

Ayahnya, Furuka Katayama, pernah mengatakan, jika kau mempunyai segalanya, kau bahkan bisa menentukan nasib seseorang yang berada dibawahmu. Itulah kenapa dalam seni bela diri, kesempatan seseorang dalam memenangkan pertarungan, adalah jika dia sanggup untuk berdiri diatas lawan.

Seperti sekarang.

Gadis kecil bermata hijau kecoklatan tersebut sedang berada ditaman mansion klan Katayama, dirinya sibuk memperhatikan para pelayan yang berlalu lalang untuk menyiapkan makanan di dapur. Hari sudah mulai gelap namun dia bisa melihat belum ada satu makanan pun yang terhidang diruang makan dari tempatnya berdiri sekarang.

Semua orang panik, tentu saja. Entah apa yang akan dilakukan Furuka Katayama jika jadwal makan malam lebih lambat dari biasanya...

Walaupun sudah hidup modern, Klan Katayama –khususnya yang masih tinggal di balik tembok mansion besar ini- masih menggunakan peraturan-peraturan Tradisional, dimana pemegang kekuasaan tertinggi dan pengambil keputusan adalah Sang Kepala Keluarga, dalam hal ini dipegang oleh Furuka Katayama.

Furuka dikenal sangat keras dan teratur. Semua aktivitasnya dan rumah ini sudah tertulis disebuah jadwa yang terus berulang dari hari kehari. Jadwal itu berupa jadwal makan tiga kali sehari di ruang makan utama, jadwal tidur, belajar, bermain, dan sebagainya. Beliau juga tak segan-segan menghukum mati para pelayan yang teledor.

Pernah satu kali, Mansion Katayama digegerkan oleh tindakan Furuka yang menghukum gantung para pelayan yang bertugas didapur karna menyajikan makanan yang terlalu asin dilidahnya. Atau pernah juga dia memotong lidah tukang kebun karena ladang mawar yang berada didekat kamarnya belum disiram.

Bibir Keiko terangkat keatas.

Keluarganya memang hebat.

Mereka punya kekuasaan yang cukup besar di Jepang hingga segala macam kejahatan dan bentuk kriminal yang mereka lakukan hanya akan menjadi buah bibir yang tidak membuktikan apa-apa. Setahu Keiko, kekuasaan dan kekayaan yang keluarganya punya berasal dari nenek moyang mereka yang memang sudah berkuasa dari dulu.

Klan Katayama disebut-sebut sebagai salah satu keluarga pertama yang memasuki Jepang ketika Jepang hanya berbentuk hutan. Bersama-sama dengan klan Urasaki, Imano, dan Yakamoto –klan kriminal terbesar kedua di Jepang saat ini-.

"Keiko-Hime... anda belum mandi?" Sebuah panggilan lembut nan halus terdengar disamping kanan Keiko. Dari kecil, gadis cantik itu memang sering dipanggil 'putri' oleh semua pelayan dikarnakan wajahnya yang lembut dan manis seperti putri.

Namun dibalik semua itu... Keiko tidaklah semanis dan selembut panggilannya.

Pelayan yang tadi memanggilnya mengenakan kimono berwarna putih lusuh. Dengan setengah membungkuk, pelayan itu berjalan kearah Keiko sambil tersenyum sopan, menunggu sang nona muda menjawab panggilannya... namun nihil. Keiko sepertinya masih asik melihat kerumunan ikan koi yang berenang mendekati bibir telaga yang hanya berjarak satu meter dari tempat Keiko.

Saat ini, Keiko sedang duduk tegak di sebuah bangku taman berwarna coklat muda yang jika dilihat dari jauh pun terbuat dari pohon oak berkualitas. Bangku taman itu mempunyai tinggi kira-kira Sembilan puluh centimeter, sangat tinggi untuk sebuah bangku taman, menyebabkan kaki-kaki kecil Keiko bahkan tidak sampai ketanah saat mendudukinya.

Didepan bangku itu, terdapat sebuah telaga yang cukup besar. Telaga buatan ini adalah permintaan kakak sulung Keiko. Kala itu, Kirihiro Katayama, atau sering juga disebut petir emas oleh masyarakat, baru saja memasuki umur yang ke dua belas tahun saat dia meminta sebuah telaga dibangun untuknya agar dapat memelihara seekor buaya albino langka bernama Salmon yang baru saja Kirihiro beli dari pasar illegal diperbatasan Tokyo.

THE ONE WHO WEARS BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang