Minggu.
Sesuai dengan peraturan yang sudah diberlakukan di dorm mereka pribadi, kini mereka baru saja selesai berolahraga dengan berjalan kaki sepanjang jalan.
“Bagi yang bertugas mengatur nasi dan lauk hari ini adalah Youra!” Seru Aida dan Lina.
“Sudah kuduga pagi ini aku akan terlambat bangun tidur.”
“Aku menyayangimu, Youra.”
“Baiklah, aku juga menyayangi kalian.”
“Bagaimana jika kita membeli nasi instannya terlebih dahulu?” tanya Lina.
“Iya, di toko seberang sana.”
Usai membeli beras.
“Aku mau mencari beberapa barang, kalian pulanglah lebih dulu.” Ujar Aida.
“Oh, baiklah.”
“Jaga dirimu, ya.”
“Iya, kalian juga hati-hati di jalan.”
Gadis itu lantas melihat daftar barang yang akan ia beli di ponselnya.
Ia mengembangkan senyumnya ketika keluar dari toko. Orang-orang berlalu-lalang di jalan. Kebanyakan dari mereka menikmati hari libur dengan bepergian untuk merelakskan pikiran.
Aida menyusuri jalanan yang tak begitu ramai. Ia sengaja memilih rute jalan yang jauh menuju dorm, tujuannya adalah ingin menikmati keramaian kota lebih lama.
Tepat di sudut kota, ia menghentikan langkahnya lalu berjongkok ketika mendapati seekor kucing yang berada di semak-semak.
“Apa yang kau lakukan?”
“Hei, jangan makan itu, tidak baik untukmu.” Aida menyingkirkan rumput dari mulut si kucing.
“Apa kau lapar?”
“Sepertinya kau lapar. Aku membeli grilled cheese kebab, ini adalah makanan halal, tadi aku membelinya di penjual yang berasal dari Turki, dan ada banyak daging di dalamnya, apa kau mau?”
Kucing itu terus menempel pada cardigan yang Aida kenakan.
“Baiklah, akan kucoba.” Ia mengambil sedikit daging dari kebabnya lalu menyuapkan daging itu pada si kucing.
“Dia tidak lapar.”
Suara lelaki itu membuatnya terkejut. Sejak kapan lelaki bertopi hitam itu dibelakangnya?
“Ayo, Huang, kita pulang.”
Lelaki itu hendak menggendong kucingnya, namun Aida lebih dulu menghalanginya.
“Jangan bawa dia pergi.”
“Saya adalah pemiliknya.”
“Saya tidak peduli itu. Lihatlah, dia sedang makan. Biarkan dia menghabiskan makanannya dulu.”
Lelaki itu menuruti meski ia segera membuang muka.
“Astaga!” Ia menggenggam tangan Aida dan menarik gadis itu bersembunyi dengannya dibalik mobil yang tidak jauh dari semak-semak.
Aida segera melepaskan genggaman lelaki itu dengan raut wajah yang sulit diutarakan. “Kenapa kamu menggenggam tangan saya?!”
“Apa? Saya minta maaf.”
“Tolong diamlah sebentar. Biarkan orang-orang itu lewat terlebih dahulu.” Lanjutnya.
Ia tidak menyangka kedua mata wanita itu terlihat seperti akan menangis. “Saya minta maaf. Tadi saya sangat cemas.”
Tanpa menghiraukannya, Aida segera menoleh ke arah orang-orang itu. Mereka sudah tidak terlihat keberadaannya.
Aida segera beranjak meninggalkan lelaki itu tanpa berkata apa pun, bahkan menoleh sedikit pun.
Zion segera berdiri dari tempatnya. “Saya minta maaf."
“Maafkan saya.” Nyaris tak terdengar.
Air mata Aida jatuh perlahan.
“Kamu tidak seharusnya menggenggam tanganku.” Lirihnya. Ia segera pergi meninggalkan lelaki yang masih mematung tak percaya.
"Yang kutahu hanyalah aku menggenggam tangannya. Anehnya, aku merasa begitu bersalah.”
Ponselnya berdering. Panggilan telepon dari Zico.
“Hyung, apa kau sudah menemukan Huang?”
“Sudah, Zico. Aku akan segera kembali ke dorm.”
“Baiklah, hati-hati di jalan, Hyung.”
•••
“Kalau aku menceritakan kejadian itu pada Lina, dia pasti akan cemas.”
“Aida? Apa kau baik-baik saja?” tanya Youra ketika melihat Aida yang berulang kali mengusap wajahnya.
Lina sontak menoleh mendengar pertanyaan Youra. Memastikan apa yang Aida lakukan.
“Aku baik-baik saja. Apakah nasi dan lauknya sudah siap?”
“Iya, sudah. Segera turun dari ranjangmu, kita makan bersama-sama.”
Lina bahkan bisa merasakan kegelisahan yang Aida rasakan.
Usai makan bersama di dalam dorm, Youra lalu pergi ke ruangan dorm sebelah untuk bertemu dengan temannya, sedangkan Lina dan Aida tengah sibuk mengerjakan tugas kampusnya.
“Aida.” Panggilnya.
Aida menoleh. “Iya?”
“Apa terjadi sesuatu?”
Aida sudah menduga itu. Ia mengangguk.
“Ada apa?”
Perlahan Aida menceritakan kejadian itu. Bahkan ia kesulitan untuk mengekspresikan perasaannya. Ia benar-benar tidak menduga hal itu terjadi padanya.
“Seharusnya dia tidak menggenggam tanganmu. Aku heran dengan perlakuan lelaki itu, untuk apa dia mengajakmu bersembunyi? Bukankah kalaupun kau tidak bersembunyi dan hanya dia yang bersembunyi maka tidak ada masalah, bukan? Penggemarnya saat itu mencarinya bukan mencarimu, dan seharusnya yang dia ajak bersembunyi adalah kucingnya, bukan dirimu. Benar-benar lelaki absurd.” Lina hampir bisa merasakan kejadian itu.
Gadis di hadapannya itu hanya mengangguk lemas.
Lina memeluknya dan mengusap pelan punggung Aida.
Pintu dorm terbuka.
“Drama apa ini?”
Suara Youra membuat keduanya tersentak. Kacau. Tidak ada air mata jatuh di antara keduanya. Lina nyaris menumpahkan air matanya yang legenda itu.
“Kalian berdua berpose pelukan seperti itu seolah dilanda kesedihan, tapi tidak ada air mata yang terjatuh, terlihat palsu.”
“Hei!”
Terkekeh geli melihat reaksi kedua temannya. “Aku bercanda.”
•••
Zion memasuki kamar Ahn setelah mengetuk pintu. “Ahn.”
“Zion? Ada apa?”
“Aku ingin bercerita.” Ia mulai menceritakan kejadian itu dan Ahn mendengarkannya dengan baik. Keduanya seusia, hanya saja terlewat dua pekan.
“Astaga! Dia benar-benar semarah itu?” seolah tak percaya setelah mendengar ceritanya.
Zion mengangguk. “Ketika aku melihat kedua matanya, dia terlihat ingin menangis. Aku merasa bersalah sekali.”
“Aneh sekali. Dia sampai begitu.” Ahn keheranan.
"Sungguh, ini kali pertama aku menemui wanita yang marah karena ku genggam tangannya. Aku yakin dia menangis."
“Kau bahkan jarang sekali menggenggam tangan wanita. Kurasa wajar saja jika tidak sengaja menyentuh, tapi saat itu kau menggenggam tangannya dan itu jelas berbeda dengan hanya menyentuh.”
“Aku menggenggam tangannya dengan alasan untuk mengajaknya bersembunyi.”
Ahn tertawa. “Aku heran denganmu. Seharusnya kau mengajak Huang untuk bersembunyi, bukan malah mengajak wanita itu. Coba pikirkan, apa gunanya kau mengajaknya bersembunyi? Para penggemar lebih mengenali Huang daripada wanita itu, Zion. Sedangkan kau malah tidak mengajak Huang bersembunyi.”
Zion terpaku. Sadar. Itu benar, lalu apa yang ia pikirkan tadi?
“Ah, benar sekali. Pantas saja dia marah padaku. Kenapa otakku tidak berjalan dengan baik?!”
“Sebentar, kau bilang tadi dia mengenakan penutup kepala?”
Zion mengangguk. “Bukan penutup kepala pada umumnya, tapi penutup kepala seperti sebagian penggemar yang menonton konser kita. Mereka berpenampilan tertutup. Seperti sehelai kain yang menutupi rambut mereka. Aku tidak tahu sebutannya.”
“Ah, sepertinya aku tahu. Salah satu penggemar yang berpenampilan seperti itu pernah memberitahuku.” Ahn berusaha mengingat sedangkan Zion berharap Ahn tidak lupa.
Setelah sekian detik.
“Ah, aku mengingatnya! Kerudung! Iya, kerudung!"
“Jadi, dia beragama Islam?” tanya Zion.
“Kurasa benar. Bukankah hanya agama Islam yang wanitanya mayoritas berpenampilan tertutup seperti itu?”
“Itu benar.”
“Lain hari jika kau bertemu dengannya lagi, minta maaflah.” Ujar Ahn seraya menepuk pundak Zion.
“Ahn, andai kau tahu. Aku sudah minta maaf padanya empat kali.”
“Lalu, apa kau tidak ingin minta maaf padanya lagi jika kalian bertemu?”
“Tidak, aku akan minta maaf lagi padanya.”
Ahn tersenyum mendengarnya. Dia tahu Zion berhati lembut.
“Lalu, dimana Huang sekarang?”
“Sudah ku kembalikan di tempat penitipan hewan. Mana mungkin aku mengajaknya ke dorm, manajer bisa memarahiku.”
•••
Senin.
Selama perjalanan menuju kampus, Youra terus-menerus memuji idol yang ia temui kemarin hari Jumat.
“Lihatlah Aida, dia cantik sekali.” Memperlihatkan foto yang tertera di layar ponselnya.
Aida mengerutkan keningnya. “Jadi, itu artis yang kau temui hari itu?”
“Iya. Ah, dia cantik sekali.”
“Kukira kau menemui artis yang bernama Zion itu.”
“Boybandnya tidak datang ke KBS hari itu.”
“Daebak!” pekik Youra.
“Ada apa?”
“Zion Oppa Instagram update, Aida!”
Aida membuang muka. “Aku hampir terperanjat mendengar pekikanmu.”
“Astaga, dia tampan sekali, Aida!”
Aida hanya diam mendengar kehebohan Youra.
“Lihatlah, Aida!”
“Aku tidak berminat untuk melihat fotonya.”
Youra terus merengek meminta Aida untuk melihat foto itu dan akhirnya Aida melihat foto itu.
Aida mengerutkan keningnya, bahkan matanya membulat sempurna. Youra yang melihat reaksi Aida Itu keheranan.
“Ada apa?”
“Ini Zion?” Aida bertanya.
Youra mengangguk. “Waktu itu aku juga sempat memperlihatkan salah satu fotonya padamu, iya kan?”
“Waktu itu aku hampir tidak memperhatikan fotonya.”
“Lalu, ada apa?” tanyanya lagi tak mengerti.
“Sepertinya aku pernah bertemu dengannya.”
Youra tersentak mendengarnya. “Benarkah? Astaga, kapan itu terjadi?”
“Di tepi jalan...” dia berpikir sejenak.
Kalau itu adalah Zion...berarti... lelaki yang menggenggam tanganku waktu itu...?
Youra berusaha membuyarkan lamunan Aida. “Aida? Di tepi jalan mana?”
“Aku tidak tahu nama lokasi itu. Tapi, itu saat aku pulang dari toko.”
“Pulang dari toko? Hari Minggu itu?” Youra memastikan.
“Iya.”
“Astaga, kenapa waktu itu aku tidak pulang saja bersamamu.” Sesalnya.
“Lagi pula sudah berlalu, lupakan saja.”
Youra gelagapan mendengarnya.
Ah, benar saja. Aku baru mengingatnya. Waktu itu Youra pernah memberitahuku nama kucing milik Zion, dan waktu itu Zion memanggil kucingnya dengan sebutan Huang.
•••
Sore itu para member tengah beristirahat usai berlatih menari dan menyanyi. Belakangan ini mereka tidak ada waktu untuk bermain, karena tiga hari mendatang adalah hari dimana mereka akan menjalani rekaman MV untuk album barunya. Meski begitu, mereka sudah menyepakati bahwa satu hari sebelum menjalani rekaman MV, para member boleh menghabiskan waktu paginya untuk pergi jalan-jalan atau istirahat.
Sebagian para member tetap melanjutkan latihannya masing-masing dan sebagian lagi pergi keluar untuk membeli makanan ringan.
“Aku ingin pergi ke minimarket. Apa kau mau ikut?” tanya Zion pada Zico.
“Tidak, Hyung. Aku akan berlatih menari lagi.”
“Baiklah kalau begitu.”
“Hyung, apa aku boleh menitip sesuatu?” memasang wajah manis.
“Tentu saja boleh. Apa?”
“Beli kan roti sobek isi cokelat.”
“Aku tidak yakin kalau kau sekedar menitip.”
Memasang wajah gemas. “Belikan untukku, Hyung. Aku tidak membawa dompet. Sesampai di dorm akan kukembalikan uangnya.”
“Tidak perlu. Aku akan membelikannya untukmu.”
“Zion Hyung adalah Hyung terbaik.” benar-benar terlihat seperti anak kecil.
“Kau selalu mengatakan itu.”
•••
“Apa kau idol boyband LXE?” tanya Bibi petugas kasir minimarket sambil menghitung harga makanan yang Zion beli.
“Iya. Bibi mengenaliku?”
“Tentu saja. Aku selalu melihat konsermu di televisi.” Terlihat bahagia.
“Ah, terima kasih, Bibi.” Terharu.
“Ini kembaliannya.” sambil menyodorkan uang kepada Zion.
“Terima kasih, Bibi.”
“Ya, semoga harimu menyenangkan.”
Di luar minimarket, ia menyadari keberadaan seorang wanita yang penampilannya sangat tertutup. Ia melihat wanita itu dengan baik. Terlihat familier. Kesan pertama Zion adalah wanita si pemberi makan Huang.
Penampilannya benar-benar tidak jauh berbeda dari wanita yang marah karena tangannya ia genggam. Perlahan ia berjalan menghampiri wanita itu. Anehnya, ia tidak merasa ragu dengan dugaannya.
“Permisi.”
Wanita itu tidak bergeming.
“Permisi.” Lagi.
Akhirnya dia menoleh. Mata mereka bertemu. Hening. Seolah waktu berhenti.
Dugaannya benar. Dia adalah wanita yang begitu marah ketika tangannya ia genggam.
Ia tidak melihat adanya sehelai rambut di kepala wanita itu. Wanita di hadapannya ini benar-benar tertutup. Bahkan, kerudungnya itu menjulur hingga menutupi dada.
Kesempatan bertemu dengannya setelah kejadian waktu itu merupakan hal yang ia tunggu-tunggu. Kini, wanita itu di hadapannya.
Dia...Zion?
Pertanyaan itu terlintas di pikirannya. Ya, begitu saja.
“Waktu itu, aku minta maaf. Tidak seharusnya aku menggenggam tanganmu begitu saja. Aku menyesalinya.” Terdengar seperti ada harapan dibalik ucapannya itu.
Wanita itu hanya menundukkan wajahnya. Menatap dedaunan yang berjatuhan di tanah yang ia pijak. “Aku sudah memaafkanmu.”
Seperti ada balon meletus di atas kepala Zion. Dia bahagia sekali. Bibir Zion mengembangkan senyumnya, bahkan matanya juga. “Terima kasih.”
“Aku Zion.” Ia menyodorkan tangannya.
Aida mendekapkan tangan di depan dada. “Aida.”
Ini adalah kedua kalinya ia merasa aneh dengan sikap Aida, lantas ia segera menarik tangan yang disodorkan.
“Apa kau sedang menunggu seseorang?” Zion bertanya.
“Iya, aku sedang menunggu temanku.”
“Apa kau bisa menungguku sebentar?” Zion bertanya namun tidak menunggu jawaban dari Aida.
Wanita itu tampak tidak mengerti sedangkan Zion segera beranjak pergi menuju kedai kebab pinggir jalan yang tidak jauh dari tempatnya bertemu dengan Aida. Pemilik kedai kebab itu berasal dari Turki dan kebabnya terkenal dengan kehalalannya.
Apa yang dia lakukan?
Sambil melihat lelaki itu berlari menuju kedai kebab.
Zion berjalan menghampiri Aida dengan membawa sebuah kebab yang telah ia beli di kedai tadi. Ia menyodorkan kebab itu.
“Anggap saja sebagai hadiah perkenalan kita.”
“Aku mengetahui sedikit tentang Islam, yaitu makanan halal. Kebab ini terkenal dengan kehalalannya. Aku membelinya dengan uang hasil kerja kerasku sebagai idol. Jadi, kau tidak perlu khawatir.” Lanjutnya.
Zion terus mengembangkan senyumnya meski Aida tidak membalas.
Persoalan kebab itu, sebenarnya Aida pun tahu bahwa kebab di kedai tersebut terkenal dengan kehalalannya. Bahkan setiap tiga hari sekali Aida membeli kebab disitu bersama Lina dan Youra.
Wanita itu menerimanya tanpa ragu. “Terima kasih.”
Masih dengan senyuman yang melekat pada wajahnya. “Aku pergi dulu, Aida. Aku harap kita bisa bertemu kembali. Semoga harimu menyenangkan. Terima kasih telah memaafkanku.”
Lagi-lagi tanpa menunggu jawaban dari Aida, Zion segera pergi meninggalkannya.
•••
“Bagaimana dengan bukunya?” tanya Aida ketika melihat kedatangan Lina dan Youra yang berjalan menghampirinya.
“Benar-benar tertinggal di kelas.”
“Aneh sekali. Lina tidak biasanya melakukan hal ceroboh.” Heran Youra.
“Aku juga manusia.” Tatap datar.
“Hei, apa ini? Aida membeli kebab tanpa mengajak kita?” Youra terkejut melihat kebab yang Aida pegang.
“Ah, benar.” Lina pura-pura kecewa.
“Aku–.” Berusaha menjelaskan.
“Sudahlah, Aida. Aku dan Youra hanya bercanda.” Tertawa melihat reaksi Aida yang merasa bersalah.
“Aku juga ingin kebab, Lin. Ayo beli.” Pinta Youra.
Lina mengangguk.
“Aida, ayo temani kita.” Sambil menarik lengan Aida.
•••
Setiba di ruang latihan. “Zico, kemari.”
Tersipu melihat Zion yang membelikannya roti. “Terima kasih, Hyung.” Bahagia.
Zion senang melihat Maknae-nya itu bertingkah seperti anak-anak.
“Ini enak sekali, Hyung. Cobalah.” Sambil menyuapkan roti itu pada Zion.
Ia sangat suka jika Zico menyuapinya makanan saat mereka bersama seperti ini.
“Andai saja aku mempunyai adik perempuan, aku akan menikahkannya dengan Zion Hyung.”
Zion tertawa mendengarnya. “Kau selalu mengatakan itu.”
“Sayangnya, aku hanya memiliki satu kakak laki-laki.”
Tiba-tiba ia mendekati Zion.
“Ada apa?” tanya Zion.
“Akan kutunjukkan maha karyaku, Hyung.” Sambil mengotak-atik rambut Zion.
Zion tertawa geli. “Maha karya apa maksudmu?”
“Hyung akan melihatnya sendiri.” Masih sibuk mengotak-atik rambut Zion.
“Apa aku sudah boleh melihatnya?”
Zico kembali duduk. “Sudah.”
Zion segera menghadap ke cermin. Ia ternganga melihat rambutnya sendiri. “Maha karya apa ini?”
Zico terguling-guling menertawakan model rambut Hyung-nya itu. “Itu adalah Apple hair, Hyung.”
Zion memainkan rambutnya yang benar-benar persis seperti apple hair. “Ini sangat jelek.”
Zico mengakui itu, tapi dia tetap tertawa.
Meski begitu, Zion tidak mengubah sedikit pun hasil karya itu sampai selesai latihan.
•••
“Aida, aku akan pergi ke rumah teman SMA-ku sekarang. Apa kau akan menghabiskan tanggal merah ini hanya dengan di dorm?” tanya Youra sambil merapikan rambutnya.
Benar juga, sedangkan Lina tengah sibuk dengan tugas kampusnya di rumah temannya.
“Aku tidak tahu ingin pergi kemana.”
“Coba kau pergi ke kafe latte di pinggir gang yang pernah aku beritahu waktu itu. Semenjak kafe itu diurus oleh orang mualaf, hampir semua menu latte disana halal. Tempatnya sederhana dan nuansanya seperti kafe Jepang, meski toko itu kecil tapi sangat nyaman dan bersih.”
“Baiklah, aku akan pergi ke sana.”
“Akan kukirim alamat tempatnya lewat email. Jaraknya tiga kilometer dari sini.” Desahnya.
Aida mengiyakan.
“Kalau begitu aku pergi dulu, Aida!”
“Hati-hati di jalan!”
•••
Tepat pada satu hari sebelum menjalani rekaman MV, para member pergi menikmati waktu paginya dengan pergi ke bioskop, tempat fitness, taman, dan lain sebagainya. Tentunya Manajer mengizinkan mereka, karena setelah MV mereka dirilis, jadwal mereka akan sangat padat hingga berbulan-bulan.
“Zion Hyung akan pergi ke mana?” tanya Yo Han.
“Ke kafe Pamanku. Apa kau ingin ikut?”
Orang tua Zion membuka cabang kafenya di Korea Selatan, namun belum lama setelah itu Ayahnya meminta saudara laki-lakinya untuk mengurus kafe tersebut dan pada akhirnya kafe itu sudah menjadi milik saudaranya. Lagi pula, orang tuanya jarang datang ke kafenya itu sebab sibuk mengurus usahanya di China. Hingga saat ini, kafe tersebut masih berdiri di bawah naungan saudara laki-lakinya Ayah. Sedangkan Zion sendiri jarang mendatangi kafe itu sebab jadwalnya yang sangat padat.
“Tidak, Hyung. Aku akan pergi ke tempat gym.”
“Sendirian?”
“Tidak, aku bersama Daeshim Hyung dan Ye Jun Hyung.”
“Oh. Tapi, apa kau melihat Zico? Aku tidak melihatnya sedari tadi.”
“Sepertinya dia di kamar Yong Jin.”
“Oh, baiklah.” Zion segera pergi menuju kamar Yong Jin untuk menemui Zico.
Tanpa mengetuk pintu. “Zico.”
Yong Jin dan Zico terperanjat ketika melihat kedatangan Zion. Hal itu jelas membuat Zion curiga.
“Kenapa kalian sangat terkejut?”
“Tidak apa, Hyung.”
Zion segera meraih ponsel milik Yong Jin yang tadinya ia melihat keduanya tengah fokus pada ponsel itu, sedangkan Yong Jin tidak berani mengelak dari Hyung-nya itu.
“Zico, kau melihat film dewasa?!” Seperti kobaran api yang menyala.
Dengan wajah polosnya itu Zico mengangguk pelan.
Yong Jin menundukkan kepalanya. “Aku yang mengajaknya, Hyung.”
Zion menggelengkan kepalanya. “Sudah, kalian jangan melihat ini lagi. Lakukan kesibukan lain yang lebih bermanfaat.”
Keduanya menganggukkan kepala.
“Zion Hyung akan pergi ke mana?” tanya Zico.
“Ke kafe Pamanku.”
“Apa ada sesuatu?” tanya Zico.
“Tidak ada. Aku pergi karena aku sudah lama tidak ke sana.”
“Benar, aku sudah lama tidak melihat Zion Hyung pergi ke sana.” ujar Yong Jin.
Zion mengangguk. “Apa kalian ingin ikut?”
Keduanya menggeleng. “Kami akan pergi ke bioskop dan membeli T-shirt.”
“Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu.” Sambil beranjak pergi keluar.
Keduanya mengangguk. “Hati-hati di jalan, Hyung.”ㅅ_ㅅ

KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Baik
RomanceLelaki itu dipaksa untuk memenuhi impian saudara kembarnya yang sudah meninggal, bukankah masing-masing dari kita memiliki impian tersendiri? Lalu bagaimana dengan wanita yang menyukainya namun berusaha menutupi perasaan aneh itu, sedangkan lelaki i...