O3

1.5K 228 42
                                    

Yeonjun melirik jam dinding yang tertempel kemudian mendengus setelahnya "Tuh anak lama banget. Udah mau jam 10 lagi"

Yeonjun khawatir? T-tentu tidak—ia—ia hanya merasa kelaparan. Iya! Kelaparan.

Ting tong

Raut kusut Yeonjun tidak segera hilang setelah mendengar bunyi bel rumah barusan. Ia menghentakkan kaki kesal karena menurutnya, Taehyun terlalu lama.

Yeonjun membuka pintu dengan brutal, niatnya ingin langsung memarahi anak yang sekarang berada di depannya ini. Tapi itu semua terurung melihat kondisi Taehyun— Hoodie bagian lengan kanannya kini sudah hampir dipenuhi oleh warna merah, ditambah dengan bau anyir yang terlalu mendominasi. Yeonjun hanya mampu termenung di depan sana.

"T-tangan lo—"

Taehyun meringis untuk yang kesekian kalinya. Ia mengabaikan Yeonjun dan langsung masuk ke dalam rumah melewati Yeonjun, meletakkan belanjaannya asal.

Yeonjun melihat pergerakan gesit taehyun naik tangga dengan tatapan—yang sangat susah diartikan.

Khawatir? Entahlah. Yeonjun pun tidak tahu mengapa dia menatap Taehyun seperti itu. Yeonjun lagi-lagi bukannya beranjak. Ia sekali lagi—hanya mampu berdiri di depan pintu, dengan pikiran yang berkecamuk. Mungkin terlalu shock melihat kondisi yang baru saja terjadi.

Selang beberapa menit, Yeonjun memutuskan untuk menyusul Taehyun ke dalam kamarnya.

Saat ini ia sudah berada di depan kamar Taehyun, kemudian ia terdiam. Ragu. Bimbang "Kenapa gue ngekhawatirin anak itu?"

Batinnya bertanya. Yeonjun mengusak rambutnya gemas.

"Gak gak gak. Gue gak boleh terpengaruh. Gue gak khawatir! Ngapain mau coba masuk? Oke gak, Yeonjun"

Ia kemudian memutuskan untuk berbalik, menuntunkan tubuhnya ke arah kamarnya, yang berhadapan dengan kamar Taehyun.

Baru berjalan berapa langkah. Ia berhenti lagi. Berpikir lagi.

Keputusan akhirnya—ya. Yeonjun berakhir berbalik lagi dan maju, berhadapan dengan pintu kamar Taehyun.

Ia membuka pintu kamar pelan, hanya sekadar mengintip. Kepalanya membusul sedikit ke dalam kamar. Ujung matanya menelisik.

Di dalam sana, ia bisa melihat punggung Taehyun yang sedikit membungkuk. Taehyun sedang duduk di kasur, dengan tangan yang masih sibuk mengobati lukanya.

Yeonjun yang berada di ambang pintu mencoba menepis keras perasaan aneh yang kini tengah menggerogotinya. Rasanya sangat tidak nyaman setelah mendengar beberapa ringisan yang Taehyun keluarkan, ada rasa ingin memarahi kenapa Taehyun tidak berhati-hati hingga bisa-bisanya terluka seperti tadi. Tidak. ini bukan rasa khawatir.

Yeonjun hanya tidak mau disulitkan. Jika Taehyun terluka parah hingga perlu dibawa ke rumah sakit, Yeonjun rasa ia adalah orang pertama yang bisa Taehyun andalkan dan itu m e n y u s a h k a n dirinya.

Itu menurut otaknya, menurut akal sehat seorang Choi Yeonjun. Tapi jauh di dalam lubuk hati sana, sungguh Yeonjun—perasaan yang Yeonjun rasakan sekarang, ia tahu—itu perasaan khawatirnya terhadap Taehyun. Tapi dengan beribu alasan yang ia punya—ia berhasil menepis perasaan gila itu.

"Huftttt, untung aja lukanya gak dalem" Taehyun barusan bergumam, dan gumaman itu dapat Yeonjun dengar.

Tanpa sadar, Yeonjun ikut menghela napas lega setelah mendengar pernyataan itu. Sekali lagi, untuknya, itu BUKAN bentuk dari rasa khawatir. Dengan adanya tanda ini, berarti ia tidak jadi disulitkan oleh Taehyun.

Yeonjun perlahan mundur dan mengeluarkan sebagian kepalanya yang tadi sempat masuk ke kamar Taehyun. Kemudian setelah itu menutup pintu kamar Taehyun pelan-pelan.

SOMNIUM | taejunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang