Yeonjun terduduk di kursi tunggu rumah sakit. Lorong rumah sakit. Sore hari—yang sunyi ini menjadi saksi bisu—Yeonjun membiarkan air matanya mengalir, menatap kosong pintu ruang operasi di depannya.
Sendirian—Yeonjun merasakan kesepian. Semakin lama tangisan yang Yeonjun keluarkan semakin keras—ia meraung-raung, menyebut "YEONJUN BODOHHHHHH!! YEONJUNNNN BODOHHH!!". Berkali-kali memukul dadanya keras mencoba menghilangkan rasa sesak. Tidak sekali duakali tangannya refleks menjambak rambutnya hingga beberapa helai rambutnya lepas dari kulit kepala.
Beberapa perawat yang lewat hanya bisa menatap Yeonjun prihatin. Tidak tahu harus membantu dengan apa.
Yeonjun linglung, dia tidak mengenal dirinya. Ia tersesat—tidak menemukan alasan jelas mengapa dia merasa sesakit ini melihat, Taehyun dalam keadaan semengenaskan tadi— Perasaan yang entah hadir secara tiba-tiba.
Ini semua salahnya. Jika ia lebih dulu menghampiri Taehyun, situasi ini tidak akan terjadi. Taehyun mungkin akan berada di depannya sekarang dengan ekspresi cemberut akibat dibentak. Taehyun masih menjadi barang marahan Yeonjun. Ini semua salah Yeonjun. Hanya itu yang berada di pikirannya.
Yeonjun lelah menangis. Masih tersisa sedikit isakan yang masih terdengar memilukan bagi yang mendengarnya—Yeonjun mengangkat salah satu lengannya guna menutupi matanya. Kepalanya ia senderkan di dinding yang berada di belakangnya.
"Wali Choi Taehyun!"
Pikirannya benar-benar kalut, Yeonjun langsung berdiri ketika mendengar nama itu diteriakkan.
"Bagaimana keadaannya?! Adik saya baik-baik aja kan?! JAWAB GUEEEEE!! JANGAN DIEM AJA!!" Yeonjun tanpa sadar berteriak.
Ia kemudian sadar dan mengucapkan kata "maaf" kemudian terduduk— berlutut di depan perawat yang masih shock dengan teriakkan Yeonjun tadi.
"T-tolong selamatin adik saya"
Yeonjun menyapukan kedua telapak tangannya membentuk gerakan memohon sembari berlutut di depan perawat. Air mata nya belum juga berhenti.
Sang perawat tentu terkejut melihat tindakan yang barusan Yeonjun lakukan. Ia buru-buru mengangkat pundak Yeonjun agar Yeonjun segera berdiri.
"Hey, tenang oke? Adikmu ada di dalam sana dan—di tangan yang aman. Kamu berdoa yang terbaik aja untuk keselamatan adik kamu"
Sang perawat mencoba menenangkan Yeonjun dengan menepuk pelan punggungnya— yang ditepuk sedang menatap kosong pintu ruang operasi.
Ia sesekali meringis melihat kondisi Yeonjun yang cukup untuk dikasihani. Rambut acak-acakan, kaos putihnya sudah tercampur dengan bercak darah. Bahkan bercak darah yang masih melengket di tangan Yeonjun belum juga segera dibersihkan. Ditambah lagi dengan raut wajah Yeonjun yang tidak bisa dibilang baik-baik saja.
"Ini, saya mau ngasih tas adik kamu"
Yeonjun menoleh—masih dengan tatapan kosong yang ia lontarkan. Ia mengambil tas Taehyun dari tangan si perawat tanpa mengucapkan terima kasih.
Mungkin sang perawat maklum dengan kondisi Yeonjun, jadi dengan segera ia menghela napas dan memberikan Yeonjun waktu untuk dirinya sendiri.
Yeonjun terduduk kembali di kursinya dengan masih menatap kosong tas yang sekarang ia genggam—Kado ulang tahun darinya. Padahal ini sudah hampir 3 tahun lamanya, tapi Taehyun masih setia memakainya.
Yeonjun ingat sekali—Taehyun waktu itu datang ke kamarnya tanpa mengetuk pintu hanya untuk sekedar meminta kado ulang tahun berupa tas sekolah. Awalnya jelas Yeonjun menolak, tapi dengan andal-andalan "Nanti Taehyun aduin Bunda, wleee". Yeonjun luluh. Jadi dengan beribu keterpaksaannya, ia sisihkan uang saku untuk membeli tas keinginan Taehyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMNIUM | taejun
FanfictionCOMPLETED✔️[a TAEJUN's brothership story] "Saat itu, Taehyun hanya menunggu satu hal. Uluran tangan, dari seseorang yang ia harapkan." ©️hyeler, 2020 present