O7

1.6K 219 41
                                    

"Kakak!!"

Yeonjun menoleh, orang tuanya sudah sampai ternyata. Yeonjun berdiri menyambut kedua orang tuanya.

Ayah dan Bunda nya tidak jauh berbeda. Sama-sama panik dan langsung menghujani Yeonjun dengan berbagai pertanyaan. Tapi Yeonjun mengabaikannya dan memilih memeluk bundanya. Masuk kedalam dekapan hangat.

Jarang sekali Yeonjun bisa semanja ini, Bundanya sempat tertegun melihat tingkah anak sulungnya. Merasakan bahunya yang perlahan basah, sang Bunda kemudian memberikan kode untuk tidak memarahi Yeonjun kepada Ayahnya, melihat gerak-gerik Ayahnya yang sudah ingin mengamuk.

Bundanya membawa Yeonjun ke dalam dekapan yang lebih erat, menyamankan posisi. Mengelus belakang kepala Yeonjun. Tangisan Yeonjun semakin menjadi. Padahal bundanya tidak seterpuruk Yeonjun, tapi melihat kondisi Yeonjun yang sampai tersengal karena menangis, membuat mata bundanya berkaca-kaca.

Yeonjun digiring untuk duduk, dengan kepala yang masih tidak lepas dari bahunya. Sambil terus mengelus, mulut bundanya bergumam "Gapapa, semuanya bakal baik-baik aja"

Omongan itu semakin membuat Yeonjun mempererat pelukannya.


































"Kak, bangun yuk. Makan malem dulu"

Seseorang menepuk pipi Yeonjun pelan. Mungkin efek kelelahan, Yeonjun tertidur di bahu bundanya kurang lebih 1 jam.

Perlahan, mata Yeonjun terbuka. Ia masih berusaha menyamankan diri dengan penerangan ruang tunggu rumah sakit.

Matanya masih memejam sesekali, tapi mulutnya refleks berucap "Taehyun bun?"

Bundanya terpaku mendengar pertanyaan itu. Di sepenengkapan bundanya selama ini, Yeonjun selalu bersikap bodo amat dengan apapun yang bersangkutan dengan Taehyun. Bahkan pernah pada saat Taehyun kelas 1 SMP, Taehyun mengalami patah tangan pun Yeonjun tidak ada pedulinya.

"Operasinya udah selesai. Dia juga udah melewati masa kritis" Jawab Bundanya pelan.

Mata Yeonjun lantas langsung terbuka lebar mendengar jawaban Bundanya. Ia dengan mata memohon, meminta "Mau Taehyun. Liat Taehyun"

"Makan dulu. Abis i—"

"Taehyunnnn, bundaaaa....." Masih mencoba membujuk dengan mata yang kini sudah beralih berkaca-kaca.

Bunda Yeonjun menghela napas berat melihat tingkah laku anak sulung di depannya ini "Yaudah, tapi abis itu makan, ya?"

Yeonjun mengangguk lemas.



























"Tuh. Taehyun di dalam sana. Bunda mau ngurusin administrasi dulu, gak bisa temenin kamu. Ayah balik ke kantor jadi gak ada yang bisa bayarin selain bunda. Duh anak lagi sekarat masih sempet-sempetnya mikirin kerjaan. Udah sana kamu kalo mau liat Taehyun" Ucap bundanya terbawa jengkel.

Yeonjun megangguk, tapi perhatiannya kini sepenuhnya terpaku pada Taehyun yang terbaring lemas di ranjang rumah sakit.

Dari luar, Yeonjun masih dapat melihat jelas sepucat apa wajah Taehyun melalui kaca kecil yang tertempel di pintu.

Yeonjun menghela napas berat, lagi-lagi rasa bersalahnya bersarang. Yeonjun memang salah, kan?

Tangannya terangkat, terulur membuka pintu kamar Taehyun. Langkah kakinya membawanya untuk lebih masuk, mendekat ke arah Taehyun.

Tenggorokkan Yeonjun serasa tercekat melihat kondisi Taehyun yang sebelumnya tidak pernah ia bayangkan. Alat-alat medis canggih yang berada di sekeliling Taehyun—Yang bahkan Yeonjun tidak tahu namanya menjadi bukti bahwa kondisi Taehyun belum bisa dibilang baik.

Matanya sudah sedari tadi banjir oleh air mata yang tidak tahan untuk keluar. Tangan Yeonjun mendekat ke arah telapak tangan Taehyun dengan gemetaran yang hebat—Tremor yang tiba-tiba menyerang Yeonjun. Ia menarik kursi dan mendudukkan diri di samping Taehyun.

Sakit—sesak. Rasanya melihat raut manis itu berubah layaknya mayat hidup, lebih dari pucat mungkin. Yeonjun mengambil telapak tangan Taehyun yang dingin dengan perlahan, mengelus punggung tangannya dengan lembut, menggenggamnya.

Sampai di puncak ketika Yeonjun menempelkan telapak tangan Taehyun di pipinya, dengan sekuat tenaga ia menahan suara tangis yang hendak meraung. Sedari tadi memang hanya sekadar terdengar isakan saja.

Yeonjun mengingit bagian bawah bibirnya kuat. Menggesek-gesekkan pipinya ke punggung tangan Taehyun yang sekarang tepat berada di sampingnya.

Tidak sampai disitu, Yeonjun menciumnya, memberinya kehangatan. Matanya tidak lepas dari raut pucat pasi Taehyun. Pandangan buram yang penuh air mata itu—Kini menatapnya dengan penuh kehangatan. Tidak ada lagi tatapan tajam yang dilontarkan Yeonjun. Semuanya seakan berubah—hanya dalam semalam.

"Bangun...." Ini adalah kata pertama yang Yeonjun lontarkan ke arah Taehyun, disini.

Sunyi, hanya terdengar suara jangkrik malam yang menjawab. Yeonjun kembali membuka suara.

"Taehyunnn, ayo b-bangunn...."

Masih tidak terdengar jawaban apa-apa. Yeonjun menghela napas, tapi satu nama yang belum pernah Yeonjun lontarkan tiba-tiba muncul.

Mungkin jika Taehyun dalam keadaan sadar, ia akan tersenyum penuh arti mendengar panggilan ini—

"A-adek—" Yeonjun lagi-lagi hanya mampu terisak. Seperti dugaan. Tidak ada jawaban. Yeonjun meletakkan tangan Taehyun dan beralih menumpukan wajahnya di balik kedua telapak tangan. Menahan raungan yang terus mendesak ingin keluar.

Lama sekali sampai menunggu tangisan reda, Yeonjun melupakan tujuan awal dia pergi kesini.

Yeonjun mencoba menarik napas dan membuangnya. Mempersiapkan diri untuk mengutarakan suatu alasan.

Ia mencoba tersenyum dulu, tangannya terulur untuk merapikan anak-anak rambut Taehyun Lalu pandangannya terhenti, di perban kecil bagian pelipis Taehyun. Yeonjun mengelusnya dengan lembut.

Matanya kembali menatap Taehyun—

"Adek, tau gak kenapa Kakak suka bentak Adek? Keliatan banget kan gak sukanya?"

Yeonjun bersungguh-sungguh, ia mati-matian menahan rasa sesak—pun raungan tangisan yang ingin ia lampiaskan.

"A-awalnya—Kakak gak suka Adek karena—Kakak cuma takut kasih sayang Ayah Bunda itu pindah semuanya ke Adek. Kakak cuma takut—Kakak dilupain. Tapi nyatanya gak ada yang berubah, ya? Ayah tetep Ayah. Bunda tetep Bunda. Tapi gak tau kenapa, Kakak gak suka kehadiran Adek dulu—Rasanya kaya penganggu. Kakak udah nyaman sendirian. Kakak udah terbiasa. Tapi tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Adek"

"T-tapi sekarang. Kakak takut ditinggal. Kakak gak mau sendirian. Kakak gak mau ngerasain kesepian. Yuk. Bangun, ya? Beneran—Maafin Kakak. Kakak salah. Kalau adek bangun, Adek boleh bentak Kakak balik. Pukul Kakak sampe babak belur. Sampe pingsan juga gapapa"

"Nanti kalo Adek udah sehat, kita pergi ke game center. Main game. Trus katanya mau tanding bowling sama Kakak? Abis itu foto banyak-banyak, nanti foto Adek kakak post di akun instargram Kakak"

Masih tidak ada jawaban apa-apa, Yeonjun hanya bisa melihat raut pucat Taehyun sebagai jawabannya.

Yeonjun menundukkan kepalanya mencoba masih menyembunyikan isak tangisnya.

"Taehyun—Maaf"

Disela isak tangisnya, hanya kata-kata itu yang mampu Yeonjun lontarkan






















/TBC/

SOMNIUM | taejunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang