Jam digital di tangan lelaki muda ini masih menunjukan angka 06.50 saat ia keluar dari kamar kosnya dan bersiap untuk berangkat ke kampus. Terlalu pagi? tidak juga, ia memang ada kelas pagi pukul delapan, tetapi ia harus meminjam beberapa buku terlebih dahulu di perpustakaan. Artinya, ia harus sudah sampai di kampus paling tidak pukul 07.15.
Begitu membuka pintu, lelaki muda ini langsung menjumpai ibu kosnya yang sedang menyapu halaman. Disapanya sang ibu kos sembari ia mengenakan sepatu converse kesayangannya. "Kelas pagi, Vin?" tanyanya. Yang kemudian dijawab "Iya nih mam, hectic banget semester ini. Tiap Senin gini kelas pagi. Mana buku referensi yang diminta lumayan ribet, harus bolak balik perpus"
"Ckckck kenapa ngga beli buku aja si? Kaya orang susah amat lu"
"Hahaha, ya kenapa juga beli? Orang disediain di perpus. Udah bayar ukt ini mam, harus dimanfaatkan sebaik mungkin." Dan ibu kos yang biasa dipanggil 'mamih' itu pun hanya merespon dengan gelengan kepala dan helaan nafas.
"Yaudah, mau makan dulu ga lu? Gue masak sop noh"
"Engga dulu deh mam, rush hour. Harus buru-buru. Gampang lah ntar sarapan" katanya sembari menyelesaikan ikatan tali sepatu kemudian beranjak ke tempat parkiran motor.
"Okedeh, hati-hati lu ye. Gausah ngebut, biar pelan yang penting jalan" yang kemudian hanya ditanggapi dengan kepalan tangan dengan jempol keatas. Mengiyakan, maksudnya.
Sesampainya di parkiran motor, segera dinaikinya vario kesayangan untuk dilajukan ke kampus tercinta.
Namun saat hendak keluar dari gerbang kos, dahinya berkerut. Dipastikannya sekali lagi bahwa ia tidak sedang salah lihat. Dan iya, dia memang tidak salah lihat tetapi siapa anak SMA yang sekarang sedang celingukan di depan gerbang itu? Alvin yakin dia bukan penghuni kos sini karena ini pertama kali Alvin melihatnya. Haruskah Alvin menyapanya? Ah, masa bodoh pikirnya. Eh, tapi masa mau dia lewati begitu saja? He looks so lost, man.
"Hei" pada akhirnya Alvin menyapa pemuda ini duluan ketika motornya sampai di pintu gerbang.
"Oh, hai bang" jawab si pemuda ini. Wow, manis juga pikir Alvin. Bukan, bukannya dia berpikir aneh-aneh tetapi pemuda berkulit tan ini memang tampak manis. Ia yakin siapapun akan setuju.
"Ngapain deh disini?"
"Mmm... nunggu angkot" dan seketika Alvin tergelak.
"Hah? Apaansih? Mana ada angkot lewat sini"
"Ohh? Nggaada ya bang?"
"Enggalah anjir, mana masuk gang gini. Lo harus ke margonda dulu baru dapet. Jam segini rame biasanya."
"Margonda jalan gede itu?"
"Huum. Lo anak baru apa gimana?" tanpa sadar, Alvin terus menanggapi. Lupa bahwa ia ada kelas pagi. Lupa bahwa ada beberapa buku referensi yang harus dicari.
"Iya baru banget pindah kemarin sore." Alvin terdiam, semalam ia baru pulang ke kos pukul 11 malam karena tugas dan project fakultas, wajar saja kalau dia tidak ngeh bahwa ada anak baru di kos. Belum lagi itu jam 11 malam, pasti si anak baru ini juga sedang tidur di kamarnya. Karena kasihan juga, dilihat lah badge seragamnya. SMAN 2 Depok.
"Lo anak SMADA?"
"Hah? Kok tau?" lalu si pemuda ini menyadari bahwa badge sekolahnya terpampang nyata. "Oh, hehe iya anak SMADA"
"Yaudah ayok naik deh. Gue anterin"
"Hah? Kemana?"
"Ke sekolah lo lah? Ayok buru nih udah jam segini. Upacara kan lo"
"Helmnya?"
"... lo gapunya?"
"Engga, tadi kan niatnya mau naik angkot"
"Astaga, yaudah pinjem mamih sana. Buruan"
"Mamih siapa? gue disini tinggal sendiri bang"
"Ya ampunnn.... Lo lihat itu ga? Ibu ibu yang lagi nyapu deket pohon manga? Yang pake daster?" ujar Alvin gemas sembari menunjuk ke arah si ibu yang dimaksud.
"Ibu kos?"
"Nah iyaaaa, itu namanya mamih. Sana buruan pinjem" dan begitulah kemudian si pemuda manis mendapatkan pinjaman helm. Hanya untuk hari ini kata si mamih, selepasnya ia harus beli sendiri.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pagi itu adalah pertemuan pertama keduanya. Berakhir dengan si pemuda manis yang langsung lari menuju barisan upacara begitu motor vario Alvin sampai di depan gerbang sekolah. Tidak ada terimakasih, tidak ada sepatah kata. Bahkan helm mamih pun lupa ia lepas, masih terpasang indah di kepala bulatnya. Alvin jadi speechless sendiri. Untung ia sempat mengintip name tag si pemuda manis melalui kaca spion. Ramadyaksa, nama yang cukup unik bukan?
Ah iya, dasar bodoh! Ia hampir saja melupakan kelas paginya. Segera, ia meluncur kembali ke tujuan awalnya. Ugh, jam digital di tangan putihnya kini menujukkan angka 07.35. Ia kemudian segera melajukan motor sesuai tujuan awal. Cukup menyesal sebenarnya, kenapa pula ia tadi repot-repot mengantarkan si Ramadyaksa itu?
Beruntungnya, ia tidak ketinggalan kelas pagi. Ditambah lagi salah satu teman Alvin menyelamatkannya dengan meminjamkan buku referensi untuk kelas pagi ini. Yah, sepertinya ia tidak jadi menyesal telah mengantarkan si pemuda manis itu ke sekolah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Markhyuck ~ Tengara
Fiksi PenggemarMalam. Gelap. Temaram. Keduanya resah dan gelisah, bingung harus bagaimana di tengah masyarakat yang selalu penuh tanya. Tetapi, setelah menarik nafas cukup dalam, Rama memberanikan diri memulai, "I never planned to fall for you. Not even once." ...