SATU - Si penguntit

51 7 0
                                    

06.24

Pagi-pagi menjelang masuk kelas, sekolah masih sepi karena masih set 7. Aku menyapa Pak Isan, penjaga sekolah kami. Kemudian tersenyum kecil sambil bersenandung, udara pagi yang sejuk membuat mood ku naik. Tapi rasanya aneh karena Pak Isan tak terlihat seperti ia yang biasanya, ia hanya menunduk dengan seragam satpamnya yang terlihat kebesaran dari ukuran tubuhnya, apa dia kehilangan berat badan se drastis itu? Oh ayolah siapa peduli.

Setelah melewati gudang dan beberapa kelas, ternyata bukan hanya aku yang sudah sampai di sekolah sepagi ini. Aku merasa seseorang mengikuti langkah ku. Aku membalikkan badan untuk sekilas dan langsung terperanjat karena tak ada siapapun dibelakang ku, padahal jelas sekali suara langkahnya terdengar.

Karna perasaan tak enak dan merasa seperti tengah di awasi. Aku mempercepat diri, berusaha menghindar. Dengan tekad masuk kelas lebih awal, walau semua orang masih belum kunjung datang.

Aku sampai didepan kelas, masih celingak-celinguk mengamati keadaan. Untungnya orang itu tak lagi berkeliaran disekitar ku, sedikit lega rasanya mungkin orang iseng atau aku yang terlalu sensitif.

Ku rogoh ponselku di tas, men scroll beberapa media sosialku. Beberapa menit lalu aku meng-upload foto selfie sebelum berangkat sekolah, kulihat banyak sekali orang yang menyukainya. Beberapa kali notifikasi pesan masuk muncul, aku amat bersyukur karena aku banyak dicintai, feel so loved  Rasanya seperti seorang idola.

Aku melihat lihat lagi sambil membaca komen difoto yang ku posting. Satu pesan baru kembali muncul, yang berbeda adalah pesannya membuat ku hampir melempar ponsel yang tengah ku genggam.

Pasalnya seseorang mengirimi ku foto. Foto ku yang tengah terduduk di bangku kelas. Amat persis dengan yang ku lakukan saat ini, seolah baru saja di potret. Terlampir foto dengan keterangan berisi

"Wanna play with me?"

Aku melirik sekitar, hari mulai terang dan banyak siswa siswi yang mulai berdatangan. Cukup sulit untukku melihat orang mencurigakan dari banyaknya kerumunan.

Aku takut, mungkin.

Mataku menangkap seseorang. Perawakan nya tinggi dengan senyum yang cukup membuatku bergidik.

Ada banyak yang memuja ku disekolah ini anak laki laki dan perempuan menyukai ku. Bahkan desas-desus tentangku yang memiliki hubungan sejenis juga bukan hanya satu dua kali terdengar. Ada banyak pula dari mereka yang terlalu over dan menjadi penguntit, tapi yang kurasakan saat ini berbeda dari kebanyakan dari mereka yang terobsesi denganku, aku punya firasat tak baik.

Menjadi cantik cukup menyusahkan, pikirku.

Aku mengalihkan pandanganku berusaha tak peduli atau gentar, namun aku juga penasaran. Kulihat lagi orang itu. Tapi nampaknya dia sudah lenyap ditelan kerumunan.

Orang orang mulai berdatangan lebih banyak dan kelas hampir bisa dimulai. Pikiran ku masih terpaku, berusaha mengabaikan perkara tadi. Aku kemudian merapikan rambut serta riasan wajah ku begitu para sahabat bodohku datang.

"Nyubuh banget perasaan" sapa Moci

"Biasalah, idola kita" sahut Fira, sahabatku yang lain.

"Liat, liat.. bagus kan" Suara Moci merebut cermin yang ku genggam sambil merapikan ikat rambut berwarna merah miliknya.

"Merah, merah mulu warnanya" ucap Fira sebal.

"Dari Ozan ehehe" Moci membalas hampir seperti meledek.

Aku hanya mengangkat bahu memberi isyarat. Sekolah selalu menekankan anak muridnya datang 15 menit lebih awal, dan itu yang ku lakukan. Tidak berusaha untuk dapat pujian, aku menuruti aturan.

A Fairy TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang