Arga terdiam tak menjawab pertanyaan teman yang ada di sampinnya itu, Nara mungkin telah resmi menjadi temannya Arga. "Kan, lo diem" Nara mendengus kecewa karena ia tak mendapat jawabannya.
"Harus gue jawab?" Arga kembali menetapkan bola matanya ke Nara.
Gadis itu mengangguk, kemudian diam menunggu jawaban itu keluar dari mulut Arga. Tinggal jawab'Iya' aja susah banget sih Ar, batin Nara bergumam.
"Iya, gue suka sama Rindu. Tapi gue gak tau,"
Nara mengernyitkan alisnya, bingung. "Gak tau harus bilang gimana sama Rindu?" Tanya gadis itu meyakinkan.
"Gak tau perasaan ini harus di lanjutin apa gak usah. Toh orangnya juga menyia-nyiakan, dia lebih tertarik dengan aktor itu daripada gue. Dia mungkin berfikir, aktor itu punya segalanya gak melulu Cinta. Dia juga kelihatannya suka sama aktor terkenal itu dari dulu," Arga mendesah pelan, kemudian menarik nafasnya yang terasa sesak.
Nara sekali lagi memandang lanhit dan melemparkan pandangannya lagi ke Arga. "Kan itu baru kelihatan, kalau dia sebenarnya sukanya sama lo gimana? Lo mau nganggep itu hal yang gak mungkin atau hanya khayalan lo aja?"
Arga diam sejenak. "Mungkin itu hanya khayalan gue aja," Ia mendengus pelan dan kembali untuk duduk dibangku kamarnya. Tapi langkahnya terhenti ketika ia mendengar pertanyaan dari Nara.
"Yakin lo bisa Ar? Lo bisa untuk gak ngelanjutin perasaan lo? Yakin untuk merelakan daripada mencoba untuk bilang perasaan lo?" Nara ber-puh pelan kemudian melanjutkan ucapannya. "Lo mencintainya lebih dari sekedar mengaguminya. Ok, gue tau kita masih kelas dua SMA belum seharusnya kita menganggap 'Cinta itu untuk menikah' bukan itu maksud gue Ar. Di wajah lo itu , kentara banget kalo lo mencintainya, untuk membuatnya bahagia bukan sementara tapi selamanya. Dan lo yakin, mulai hari ini sampai seterusnya lo akan berhenti atau membunuh perasaan lo buat Rindu?" Nara menghela nafas, lalu membiarkan jeda untuk Arga yang kini mulai berbicara.
Pertanyaan itu terngiang, ia harus menjawabnya. Sekarang, tak bisa di tunda-tunda. Tapi apa yang harus di jawab? Ia tidak bisa melepasnya? Ia tidak bisa membunuh perasaan itu? Atau apa? Apa yang harus ia jawab? Dan kenapa Nara tahu kalau dia menyukai Rindu lebih dari itu?. Tak lama kemudian Arga angkat bicara. "Gue gak tau Na, kalo lo tau gue suka sama Rindu. Apakah Rindu tau kalo gue suka sama dia?"
Nara berpikir sebentar, kenapa sih Ar? Tinggal bilang aja ke Rindu kalo lo suka sama dia susah banget. Nara bergumam dalam hati, lalu melanjutkan bicaranya. "Gue gak tau Ar, gue bukan Rindu. Tapi ada satu fakta yang harus lo ketahui."
Arga memandang Nara kembali, ia penasaran apa yang harus ia ketahui. "Apa?'
Nara mengulum bibirnya, menatap Arga penuh saksama. Seolah Arga itu adalah seorang adik yang harus ia nasehati. "Rindu itu orangnya peka, dia tau apa yang orang lain rasain walau cuma melihatnya saja tapi untuk soal perasaan yang menyangkut tentang cinta, dia gak terlalu menganggap serius kecuali orang itu bilang sendiri tentang perasaannya," Nara kembali menatap langit biru itu lagi.
Arga mengernyitkan alisnya, "Lo kok tau sampai se detail itu? Lo udah kenal dia sejak kapan?" Arga menatap Nara serius.
"Gue sering liat dia Ar, gue sering liat dia bareng sama lo dan dari wajahnya kebaca kalo dia juga suka sama lo. Tapi dia nunggu kepastian dari lo sendiri Ar," Nara kembali membetulkan poninya yang jatuh ke dahi.
"Lo ini siapa sih? Kok lo bisa baca raut wajah orang? Lo bukan dukun kan?"
"Eh, sembarangan. Bukan lah, gue ini adalah calon psikologi, dari dulu gue mau jadi psikolog makanya gue belajar cara memahami raut wajah orang," Nara menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIU {Semesta Itu Unik}
Jugendliteratur"Arga bilang, aku harus baca buku ini satu hari satu lembar. Dan di lembar terakhir, aku bakal menemukan sesuatu yang selama ini terabaikan"-Rindu. "Aku memang senang membuat lelucon, Du. Tapi aku gak pernah dan gak akan pernah membuat lelucon tent...