Sebelas : Ratu Senyumku

4 3 0
                                    

Nara sesekali melihat Rindu yang masih melamun dan sesekali meneteskan air matanya. Nara tidak tahu apa yang di rasakan anak itu, tapi ia tahu bahwa yang di alami Rindu pasti sakit dan kecewa. Ia berjalan mendekati gadis yang sedang duduk di tempat tidur.

"Rin, kalo lo mau cerita. Cerita aja, gue siap kok dengerinnya," Nara berkata lembut, mengusap punggung Rindu. Dan memeluknya dengan lembut.

Rindu balas mendekap pelukan Nara, satu tetes air matanya membasahi pundak Nara. Ia berusaha tenang dan menahan suaranya yang gemigir. "Gak Na, gak sekarang. Gue belum siap."

Mereka berdua melepaskan pelukannya. Rindu menarik nafas tenang, setidaknya ia sudah sedikit tenang. Nara tersenyum lembut, tapi ia penasaran dengan masalahnya Rindu. "Tapi gue siap kok dengerinnya,"

Rindu tersenyum tulus, mungkin matanya sudah sembab dari tadi. "Lo cuma mau tau kan, kalo untuk itu gue belum siap. Belum, jangan sekarang Na. Jangan sekarang lo tau masalah gue, gue belum siap untuk semuanya. Kalo gue udah siap, kalo gue udah yakin gue pasti cerita kok,"

"Lo belum yakin sama gue, Rin." Nara menyinggungkan senyumnya.

Rindu menggeleng sambil tersenyum, "Bukan, gue belum yakin sama diri gue sendiri. Gue masih takut Na,"

Nara menghela nafas, ia mengerti. Ada saatnya ketika seseorang tak mampu untuk berkata-kata, ada saatnya ketika peristiwa yang di alami terlalu berat sehingga memberikan jejak yang sangat dalam dan berbekas. Ada saatnya ketika seseorang mengalami mimpi buruk yang paling buruk. Ada saatnya ketika seseorang akan bangun dari mimpi buruk yang mungkin mimpi paling buruk. Dan kita, atau orang itu. Hanya perlu untuk menunggu waktu yang tepat bahkan hanya perlu menunggu orang yang tepat. Seseorang yang bisa membersihkan jejak itu tanpa harus menghapusnya kuat-kuat. Seseorang yang bisa membangunkan dari mimpi buruk yang amat terburuk. Seseorang yang bisa membawa kita untuk pulang dalam dekapannya. Seseorang yang tidak perlu banyak kata-kata untuk menjelaskan. Seseorang yang membuat hidup sederhana menjadi bahagia tanpa perlu menghilangkan kata sederhana. Dan semoga Tuhan mendengar seluru do'a mu, Rin. Dan semoga Semesta dan Tuhan punya rencana yang indah untukmu. Nara tersenyum melihat Rindu yang kini sudah terlelap dalam mimpinya. Beberapa waktu setelah Rindu memutuskan untuk tidak memberitahu masalahnya. Nara menyuruhnya untuk tidur, mungkin ia akan lebih tenang esok hari.

Nara masih belum bisa tidur, ia memutuskan untuk melihat malam dari balkonnya. Yang ia temukan hanyalah langit gelap, sedikit bintang-bintang. Juga bulan yang membentuk seperti senyum menyinggung.

Kemudian ia terkejut melihat seseorang yang ada di taman sedang duduk sambil menikmati es krim. Lelaki itu memiliki tatapan kosong, mungkin pikirannya kini sudah mengambil alih tatapannya. Nara memutuskan untuk turun, ia meninggalkan Rindu di kamarnya. Menutup tubuhnya dengan selimut.

Lelaki itu menyuap es krim yang ia pegang, sesekali menatap langit. Kemudian melihat ke sekelilingnya, memastikan bahwa semua orang di rumah sudah tidur. Semua penghuni rumah memang sudah tidur, hanya dia dan Nara yang tersisa. Tapi dia tidak tahu kalau Nara belum tidur.

"KENAPA? KENAPA SEMESTA MEMBERIKAN PEREMPUAN ITU HIDUP JIKA DIA HANYA MENEMUI KESEDIHAN DALAM HIDUPNYA" Arga berteriak sambil memegang mangkuk es krim nya. Ia menarik oksigen yang bercampur angim malam masuk keparu-parunya.

Nara meneguk ludahnya sendiri, ia merasa lidahnya pahit. Tatapannya membelalak, mengapa Arga seperti itu? Aku baru pertama kali melihatnya semarah ini. Dan siapa perempuan yang ia maksud?. Nara melanjutkan langkahnya, mendekati Arga. Namun kali ini langkahnya kembali terhenti.

"Perempuan itu, selalu saja memberi senyum untukmu Semesta. Selalu memberi senyum untuk para penghuninya, hingga senyumnya mengalahkan euforia. Lalu apa salahnya, sampai-sampai dia mendapat takdir seperti ini. Dia selalu menikmatinya, hingga dia lupa bahwa kesedihannya terlalu pedih untuk dia nikmati. Senjamu selalu indah di matanya, meski kadang air matanya menutup buram saat melihat senja. Kenapa? Kenapa semua pertanyaan selalu menimpa hidupnya! Apa kesalahan dia, tidakkah kau kasihan melihat matanya yang sudah sembab menangis, mulutnya yang sulit untuk menyinggungkan senyum namun terus dia paksa agar tidak tampak kesedihannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SIU {Semesta Itu Unik}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang