Happy Reading
.
.
.Hujan mengguyur kota sejak pagi hingga sore hari, membuat mobilitas sedikit terhambat. Hal itu dimanfaatkan oleh Zaina untuk menghabiskan waktunya di dalam kamar sejak pulang sekolah tadi.
Hari ini sekolah memang dipulangkan lebih awal di karenakan para guru harus menghadiri rapat di sekolah lain, hal itu tentu sangat menguntungkan bagi para murid untuk menghabiskan waktu lebih lama di rumah saat cuaca sedang tidak bersahabat seperti ini.
Zaina menyibakkan selimut yang semula membungkus tubuhnya, gadis itu turun dari atas ranjang kamar. Saat langkah kakinya hampir menyentuh bibir pintu tidak sengaja ia menginjak sebuah plastik makanan yang terjatuh di lantai kamarnya. Zaina memungut pembungkus makanan yang rupanya masih ada isinya. Ia memperhatikan dengan seksama bungkus wafer coklat berwarna merah dengan label merk beng-beng itu. Beberapa detik kemudian tercipta simpul manis di bibir Zaina, mengingat siapa gerangan yang sudah memberikan wafer coklat tersebut. Dengan hatinya yang mulai meringan ia menyelipkan wafer coklat itu di kantung baju tidurnya lalu segera beranjak menuju dapur untuk mencari makanan yang bisa ia makan hari ini.
"Ngapain turun ke bawah?" Ucap sebuah suara yang sudah Zaina hafal siapa pemiliknya. Ya, ibu kandung Zaina.
"Saya laper. Mau makan" Jawab Zaina datar langsung berlalu menuju dapur tanpa menghiraukan keberadaan ibunya.
"Makan tuh nasi basi" Celetuk sang ibu sambil berjalan menuju ruang tengah.
Zaina yang sudah manginjakkan kakinya di lantai dapur tiba-tiba terhenti, perasaan panas itu kembali menjalari dadanya. Membuatnya merasa semakin terbakar di dalam setelah mendengar ucapan sinis itu yang keluar dari mulut ibunya.
Perlahan tangannya terkepal, menahan gejolak yang menghantam dadanya. Bulir bening itu sudah bertumpuk di pelupuk mata Zaina. Gadis itu menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan, berusaha menguatkan dirinya sendiri.
Gadis itu berjalan menuju meja makan, lalu menarik salah satu kursi untuk ia duduki. Ia kembali menghela nafasnya dengan air mata yang mulai berjatuhan membasahi pipi. Gadis itu menangis dalam diam, menahan isaknya agar tak terdengar menyedihkan. Cukup ia saja yang tahu betapa sulit hidupnya, orang lain tidak boleh ada yang tahu. Zaina menyeka air mata yang semakin lama semakin deras turun membanjiri pipinya, ia menarik nafas lalu menghembuskannya untuk menghilangkan perasaan sesak yang mengganjal.
Gadis itu mengeluarkan bungkusan wafer yang tadi sempat ia injak saat di kamar. Hanya memandangnya saja sudah mampu membuat bibir itu kembali mengembangkan senyum manisnya. Perlahan ia mulai menyobek ujung pembungkus itu, menampilkan wafer coklat dengan ujungnya yang sudah agak sedikit hancur. Dengan bibir mulai bergetar kembali menahan isak yang keluar, Zaina melahap wafer coklat itu dengan air mata yang kembali mengalir di pipinya.
"Makasih ya dam..." Cicit Zaina di sela tangisnya. "Malem ini gue bisa makan, gue gak kelaperan lagi" Gumamnya dengan air mata yang semakin deras mengalir.
Malam itu gadis dengan ribuan beban yang ia topang sendirian, akhirnya luruh dalam dekapan nestapa...
Gadis itu sedang mencari pertolongan. Apakah ada yang mau menolongnya?
Tolong. Gadis itu sudah sekarat, batinnya hampir mati.
***
Adam menghela nafasnya kasar, tubuhnya sangat lelah setelah seharian mengikuti latihan basket untuk pertandingan minggu depan. Pemuda itu baru saja tiba di rumahnya pukul 7 malam, ia langsung menuju kamar dan membanting tubuhnya ke atas ranjang. Bahkan hanya pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri saja rasanya sangat malas ia lakukan. Jika ia bisa teleportasi mungkin Adam akan memilih untuk melakukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENIGMA(ON GOING)
Jugendliteratur[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] CERITA AKAN DIREVISI LAGI SETELAH TAMAT Warning!⚠ Adam menengadahkan kepalanya, menatap langit dengan tatapan tak terbaca. Pemuda itu adalah salah satu dari jutaan manusia dengan wajah pemikat hati para kaum hawa. Ia memilik...