Menjauhlah

137 20 3
                                    

Keesokan paginya, Rania dan Vincent terbangun dari tidurnya karena mendengar ketukan pintu dari depan kamarnya. Kedua mengucek matanya perlahan. Setelah kesadaran meraka kembali, Rania mendengar jelas suara anak kecil memanggilnya, dia adalah Violla.

Segera Rania dan Vincent masuk ke kamar mandi secara bergantian. Rania segera membuka pintu kamarnya dan mendapati anaknya berdiri dengan wajah muram.

"Ibu, kenapa bangun kesiangan? Katanya kita mau jalan-jalan," kesal Violla.

Rania menekuk kedua kakinya untuk menyamakan tinggi dengan anaknya. Rania meraih dua sisi wajah Violla.

"Maaf, Sayang. Sekarang bersiaplah! Ibu akan menyiapakan sarapan dulu," suruh Rania.

"Tidak mau!" tolak Violla.

Gadis kecil itu melipat kedua tangannya di depan dadanya lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Baiklah, kalau Violla marah sama ibu. Biar nanti ibu katakan pada ayahmu, kalau kita tidak jadi jalan-jalan!"

Mendengar kata ayahnya, Violla berbalik menatap ibunya.
"Apa ayah akan pulang, Ibu?" tanya Violla dengan mata berkaca-kaca.

"Ayahmu bukan akan pulang, tapi dia sudah pulang," jawab Rania.

Violla dan Rania langsung melihat seseorang yang sedang berdiri bersender di ambang pintu.

Vincent berdiri dengan senyuman manisnya. Nampak Violla terkejut melihat siapa yang sekarang berdiri di hadapannya yang mengaku sebagai ayahnya.

"Dia 'kan orang yang kemarin Ibu. Apa benar dia ayah Violla?" tanya Violla dengan lugunya.

Vincent mengangkat tubuh Violla membawanya ke sofa dan menundukkan di atas pangkuannya.

"Iya Violla, ini ayah. Maaf ayah baru datang sekarang!" ucap Vincent dengan penuh penyesalan.

Gadis kecil itu masih bingung dan terlihat masih tak percaya. Berulangkali Violla melihat ke arah ibunya, mencari sebuah kebenaran di sana.

Rania duduk di samping Vincent dan mengusap lembut rambut Violla.

"Iya, Nak! Dia ayahmu yang sering ibu ceritakan padamu," ucap Rania.

Setelah Violla mendengar penjelasan dari ibunya, Violla akhirnya percaya sepenuhnya pada orang yang sekarang di hadapannya adalah ayah yang selama ini dia rindukan.

Dengan lugunya Violla memeluk dan menangis di pelukan Vincent.

"Ayah, Violla kangen."

Vincent pun memeluk balik dan mencium pucuk kepala Violla berulang-ulang.

"Maaf kan ayah, Nak!"

Violla pun menganggukkan kepalanya. Mata gadis kecil itu berbinar bahagia bisa bertemu dengan ayah kandungnya setelah bertahun-tahun.

"Ya sudah, ayo Violla Bersiap-siaplah, kita akan jalan-jalan sepuasnya hari ini," ucap Vincent.

"Yee, Violla akhirnya bisa jalan-jalan sama Ayah sama Ibu." Violla sangat bahagia, bahkan sampai melompat-lompat.

Violla segera berlari ke kamarnya dengan rasa bahagia. Kini ia memiliki orang tua lengkap dan tak harus merasa sedih, jika teman-temannya mengejek dirinya karena tak punya ayah.

"Terimakasih Vint, kau sudah membuat Violla bahagia," ucap Rania.

Vincent tersenyum, ia menggenggam kedua tangan Rania dan mencium punggung tangannya. "Terimakasih juga untuk semalam," balas Vincent.

"Kau ...." Rania tersipu malu mengingat kejadian semalam. Meski rasa sesal terasa di hatinya. Namun, tak di pungkiri ia juga sangat merindukan sentuhan Vincent.

Perjalanan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang