(ix)

48 15 4
                                    


Pagi hari yang cerah ini dimulai ketika Sana sudah selesai menyimpul tali sepatunya, kemudian bola mata itu melirik ke arah kanan. Dan menangkap sesosok pemuda yang baru keluar dari rumah dengan rambut gondrong, agak basah, dan berantakan miliknya.

Sana menghela nafas dan melangkah ke jalanan, terpaksa harus melewati orang itu. Semoga dia tidak sadar.

Tapi Nakamoto Yuta itu seperti memiliki antena panjang atau radar di kepala yang akan bergetar jika jaraknya dengan gadis itu tidak begitu jauh.

"Minatozaki! Tunggu aku!" Serunya.

Sana memutar bola matanya dan terus melangkah.

Beberapa detik selanjutnya, Yuta sudah berada di samping kanannya. Seperti biasa, dengan cengiran khasnya.

"Rambutku sudah wangi nih!" Dia mengibas-ngibas rambutnya. Sana sampai kecipratan bulir air yang bertebaran.

Mau marah-marah imut seperti biasa, tapi kan rencananya mau mendiami Yuta seharian. Jadi ia memilih untuk mengontrol ekspresinya.

"Iya."

Radar Yuta menyadari ada yang salah pada gadis ini. Kemudian Radar Yuta mengirim signal pada otaknya untuk berbuat sesuatu.

"Hari ini aku semangat sekali karena akan ada praktek biologi membedah tikus putih!"

"Oh."

Benar. Seratus persen ada yang salah. Apa Yuta buat salah?

Pria itu merangkul Sana. "Hei, ada apa, Minatozaki? Sedang datang bulan?"

"Tidak ada apa-apa." Rangkulan yang berada di bahunya sengaja disingkirkan oleh gadis itu.

Yuta terdiam di tempat beberapa detik, sementara Sana tetap melanjutkan perjalanan.

Pria itu menajamkan pandangannya, kemudian berusaha untuk mengeluarkan semua tenaga yang ada untuk menaklukan gadis ini. Tidak, ini berlebihan.

Tangan kiri Yuta mencengkram leher belakang Sana, membuat gadis itu berjengit sedikit dan merasa merinding. "Katakan padaku apa yang terjadi! Cepaaaaat!"

"Ih, sudah kukatakan tidak terjadi apa-apa! Huh!" Sana menginjak ujung sepatu Yuta sehingga pria itu reflek melepas cengkraman----atau lebih menjurus ke cekikannya.

Menjadi sosok yang sangar tidak mempan, skip.

Sana melangkah lagi, meninggalkan Yuta.

Sementara Yuta terdiam lagi. Duh, ini harus bagaimana?

"Hei, hei, hei!" Sekarang mereka sejajar lagi. "Aku tidak tahu kenapa kamu menjadi cuek begini padaku. Aku buat salah, ya? Kalau iya, bilang saja padaku. Nanti aku akan minta maaf padamu dan perbaiki sifat burukku. Setelah itu kita berbaikan lagi. Didiamkan begini tidak enak loh, Minatozaki..." Yuta berkata semelas mungkin. Sana malah ingin tertawa.

Yah, jangan tertawa dong, kan lagi marahan.

Sana menoleh ke kanan, menghadap Yuta. Kemudian kedua jemari itu mencubit pipi Yuta dengan pelan. Membuat wajahnya justru seperti rubah.

Mata besar itu menatap lurus mata Yuta yang agak sipit di ujung.

"Kamu mau tahu salahmu? Sangat banyak! Pertama, kamu suka menyuruhku melakukan yang aneh-aneh. Kedua, kamu suka menyalin prku. Ketiga, kamu itu jorok! Aku sangat tidak menyukai pria yang jorok." Sana berusaha segarang mungkin ketika mengatakan kalimat itu, namun yang terdengar di telinga Yuta adalah seekor kelinci kecil yang marah-marah karena wortelnya diambil.

Membuat Sana tidak lagi mendiamkannya; mission success.

Pria itu menggenggam pergelangan tangan Sana yang berada di wajahnya. "Hmmm, begitu? Oke kalau begitu aku akan mengurangi tabiat burukku. Aku juga berjanji akan merawat diriku. Yang penting kita baikan seperti semula terus kamu tidak cuekin aku seperti tadi."

Sana tersenyum lebar. "Iyaaaa Yuta."

Mana bisa gadis itu tidak luluh pada kata-kata seperti itu?

Mendiamkan Yuta seharian penuh; mission failed.

.

.

Setelah sekian lama berhibernasi, saya memutuskan untuk melanjutkan cerita tidak jelas ini. Bahkan, saya tidak tahu kalau cerita ini ada yang baca.. saya sungguh berterima kasih🙏🏻🙏🏻

Sky, Dec 2021.

it's nice to have a friend. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang