Kiana bergerak gelisah saat mendapat pesan dari nomor yang tidak di kenal yang ternyata adalah nomor Arkan. Dia panik sekali saat Arkan mengancam akan masuk ke dalam rumahnya dan menemui neneknya jika dia tidak segera datang menemui Arkan.
Dengan langkah tergesa Kia berjalan menuju jalan yang tak jauh dari rumahnya. Kia mengetuk kesal jendela mobil milik Arkan. saat Arkan mengisyaratkan untuknya masuk ia segera masuk ke dalam mobil Arkan.
"Kak ngapain sih dateng ke sini?"
Arkan menoleh memperlihatkan wajah penuh lebam yang masih baru. Kia sempat menatap tak percaya, padahal luka Arkan yang kemarin belum sepenuhnya kering. Apalagi mata sembab milik Arkan yang membuat rasa kesalnya luntur seketika.
"Gu-gue. Peluk gue Ki." Arkan berucap terbata. Kali ini sangat sulit baginya hanya untuk berbicara saja.
Dengan ragu Kia bergeser sedikit menghadap ke arah Arkan. "Sini Kia peluk." Kia membuka lebar kedua tangannya mempersilahkan agar Arkan masuk ke pelukannya.
Arkan langsung menghambur ke dalam pelukan Kiana. Merasakan kembali pelukan hangat sehangat pelukan ibunya, ia merasakan kembali hangatnya pelukan itu.
"Nangis aja kak kalo perlu."
Kia menepuk-nepuk punggung Arkan pelan bermaksud menenangkan cowok itu. Benar pundak Kia terasa hangat karena tetesan air mata Arkan, ia tidak tahu apa yang membuat Arkan sehancur ini. Tetapi hatinya terus ingin membuat Arkan tenang dan melupakan masalahnya, ia merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan Arkan saat ini.
...
"Makan ya kak."
Kia menyodorkan sendok berisi nasi goreng yang di belinya di pinggir jalan tadi. Kali ini mereka berpindah tempat ke taman kota, tetapi masih tetap di dalam mobil.
Dengan ragu Arkan menerima suapan Kiana, perasaannya saja atau bagaimana makanan yang disuapkan Kia kepadanya menjadi lebih enak. Sehingga tak sampai lima menit nasi itu sudah tandas ke dalam lambung Arkan. Setelah menyuapi Arkan Kia beralih tugas mengobati luka-luka di wajahnya, berharap agar semua luka itu cepat mengering.
Sebenarnya Kia membatin, mengapa ia harus peduli lagi kepada Arkan. Bukannya kemarin ia sudah berjanji pada dirinya sendiri agar tidak ikut campur dengan urusan cowok menyebalkan ini.
"Udah selesai, sekarang kak Arkan anterin aku pulang."
Arkan menatapnya heran. "Pulang?"
"Ya iyalah, emangnya kita mau nginep di dalem mobil ini berdua? Habis anterin aku pulang kak Arkan juga harus pulang."
"Boleh."
Kia menelisik mata tajam milik Arkan. "Apanya yang boleh?"
"Kita nginep berdua di mobil ini."
Ucapan flat khas seorang Arkana Rajendra membuat Kiana menelan ludahnya kasar, Sedangkan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya."Ya..ya nggak boleh. Pokoknya sekarang anterin aku pulang!"
Arkan tetap tak bergeming. "Gue nggak mau pulang." Ucapan Arkan membuat matanya melotot, apa iya Arkan serius akan mengajaknya menginap di dalam mobil ini.
"Ya kalo kak Arkan nggak mau pulang ke rumah, kan bisa ke rumahnya temen-temennya kakak. Masa iya nginep beneran di mobil ini."
Kiana tertawa garing, jujur detakan jantungnya masih menggila untuk sekarang ini.Akhirnya Arkan tidak benar-benar mengajaknya untuk menginap di dalam mobil, Arkan mau untuk mengantarkannya pulang.
"Kak Arkan hati-hati di jalan, jangan berantem-berantem lagi." Pesan Kia sebelum masuk ke dalam rumahnya. Arkan hanya memandang punggung mungil gadisnya yang mukai menjauh, ia tak sabar untu menyambut hari esok agar ia dapat bertemu lagi dengan gadis mungil tu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiana Arsyana
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!!! {PART DI ACAK}. aku... selalu aku yang di salahkan._kiana Arsyana.