6🥀

69 42 12
                                    

Kiana mendengus sebal saat seseorang di sebrang sana sedang mengomelinya. Itu sudah terjadi sejak lima belas menit yang lalu.

"Iya bang, entar aku bakal rajin ngabarin bunda deh."

"Lo nggak kasihan sama bunda, sampek pusing mikirin lo Ki."

Kenzo masih mengomelinya, jelas karena selama hampir seminggu gadis itu sama sekali tidak mengabari keluarganya yang ada di Malaysia. Kia memilih berbaring di kasurnya sembari mendengarkan ocehan Kenzo yang sebenarnya juga ia rindukan.

"Udah selesai ngomelnya, mau aku tutup. Ngantuk." Kia sudah tak tahan menahan kantuknya, mendengar suara kembarannya membuatnya ingin segera tidur.

"Ini bukan alesan lo biar gue cepet tutup telfonnya kan Ki?"

Nada bicara Kenzo mendadak sendu, ia sangat merindukan Kiana. Ia juga ingin membawa Kiana pergi dari rumah neneknya, tapi gadis itu selalu menolak. Ini karena alasan yang hanya dia dan Kiana ketahui, pada saat seperti ini Kenzo merasa gagal sebagai seorang kakak.

"Apaan sih bang, aku tutup nih. Salam buat ayah sama bunda."

Kiana memutus sambungan telepon sepihak. Saat dirinya hampir saja masuk ke alam mimpi terdengar suara pecahan kaca dari luar sana. Dengan segera Kiana mencari asal suara itu.

"Ira."

Di sana Keira tampak ketakutan, di sampingnya guci kesayangan neneknya sudah pecah tak berbentuk lagi. meyisakan serpihan-serpihan kecil beling yang berceceran.

"Kia.. aku takut." Cicit Keira ketakutan, neneknya pasti akan sangat marah jika mengetahui hal ini.

"Siapa yang mecahin guci itu?!" Neneknya datang dengan wajah marahnya. Keira masih diam tak mengakui perbuatannya.

"Pasti kamu kan?"
Neneknya langsung menarik tangan Kiana kasar lalu mendorongnya hingga membuat Kiana tersungkur di lantai marmer yang dingin.

"Bu-bukan Kia nek." Kiana mencoba menjelaskan kepada neneknya tapi sama sekali tidak di gubris.

"Lalu kamu mau bilang jika Keira yang memecahkan guci itu. Asal kamu tahu, Keira itu tidak ceroboh seperti kamu." Sartika mengambil sapu yang tak jauh dari posisinya, lalu mengayunkan sapu itu ke tubuh Kiana. Tanpa ampun, tanpa mau mendengarkan ringisan sakit dari cucunya.

"Dasar bocah tidak tahu di untung, kamu itu seperti ibumu. Sama-sama tidak berguna." Ucap Sartika tajam sebelum mengayunkan pukulan terakhir ke tubuh Kiana. Sedang Kiana hanya terisak menahan rasa nyeri dan panas di tubuhnya.

"Kia maafin aku."

Keira menangis sambil membantu Kiana untuk bangun. Kiana menepis tangan Keira, percuma tangisannya kali ini sama sekali tidak membantunya. Harusnya Keira tadi jujur jika dia yang memecahkan guci itu, bisa di pastikan jika neneknya tidak akan se-marah itu.

Dengan langkah tertatih Kiana menuju kamarnya, mengunci pintu kamarnya dari dalam.

Selanjutnya tangisnya luruh seketika, seharusnya tadi ia tidak keluar kamar. Ia menyesali perbuatannya tadi.

"Goblok goblok."
Kia memukul kepalanya dengan kepalan tangannya sendiri. Seharusnya ia marah kepada Keira tapi kenapa ia tak bisa, seharusnya ia melawan neneknya tapi ia juga tak bisa melakukan apapun.

🥀🥀🥀

Saat di sekolahpun Kiana masih kehilangan moodnya. Sejak pagi di hanya diam, semua temannya sampai di buat heran karena Kiana yang biasanya cerewet tiba-tiba menjadi anteng seperti ini.

"Kia sebenarnya lo ada masalah apa sih?" Mika sudah tidak sabar lagi dengan sikap aneh Kia hari ini.
Kia hanya diam memilih menyembunyikan wajahnya di lipatan tangannya.

Kiana ArsyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang