9

950 39 0
                                    

Di dalam sebuah kamar berukuran 4 x 5 meter, di atas tempat tidur terdapat Erika yang  bergelung dalam selimut tebal bergambar bendera Inggris. Dinding sebelah ranjangnya bermotif graffity dengan tulisan yang sulit dibaca, di pojok kamar terdapat meja belajar berukuran sedang, di bawahnya tiga buah skateboard bertumpuk di sana.

Alexa memandang kesal gulungan selimut di depannya, menendang si empu pun tidak berguna, cara satu-satunya adalah menyiramnya dengan air, itupun, terakhir kali Alexa melakukan hal tersebut, Erika menyuruh dirinya mencuci seperangkat alat tidurnya. Kedua orang di samping Alexa terkikik geli, membuat Alexa semakin memanyunkan bibirnya.

"Erikaa," teriak Alexa kesal, dia memukul-mukul badan Erika dengan bantal. lantas melempar bantal itu. Dirinya
menyerah membangunkan Erika, Alexa akhirnya memilih duduk di ranjang, menghembuskan napas panjang.

"Kangen nggak sih jalan-jalan tiap minggu? lo paling egois waktu itu, nggak mau pindah tempat, selalu mau di tempat itu, lucu kalo diinget-inget." Alexa terkekeh. Tak berselang lama, Erika bangun dari tidurnya sambil menguap malas.

"Ngapain sih dateng malem-malem gini, sumpah gue capek banget," gadis itu bersandar di tempok, setengah matanya terpejam. Sepintas saat bangun, dirinya mengira saat ini sudah pagi.

"Gue mau ngajak kumpul di tempat biasa, kangen tau," ucap Alexa.

Erika yang baru sadar ada orang lain di kamarnya selain Alexa, lantas menegakkan badannya, "Lo bawa anak siapa?" tanyanya heran.

"Temen gue." Dia memberikan kode ke temannya untuk memperkenalkan diri.

"Gue Claretta, panggil Retta, anak kelas sebelah." Gadis dengan rambut sebahu mengulurkan tangan dengan percaya diri.

"Gue Celin, sekelas sama Retta," ucap cewek disamping Retta dengan nada lebih ramah. Badannya tidak setinggi Retta yang mungkin paling tinggi dari keempatnya. Berponi ala cewek Jepang, pakaiannya pun terbilang feminim, keduanya berbanding terbalik dengan penampilan Alexa yang lebih memilih mengikat rambutnya, atau bahkan Erika dengan semir merah diujung rambut miliknya. terlepas dari semua itu, mereka tetap sama-sama perempuan.

Erika menyambut uluran tangan keduanya, "Erika," ucapnya masih setengah mengantuk.

"Cepet cuci muka." Alexa menarik tangan gadis yang hendak kembali tidur itu.

"Iya, ayoklah, kita berdua penasaran gimana tempat nongkrong biasa kalian," ucap Retta, didukung Celin yang ikut membujuk Erika. Alexa tersenyum lebar melihatnya.

"Iya," ucap Erika pasrah.

~~~

Gerombolan remaja laki-laki berkumpul di depan sebuah bengkel yang tertutup. Beberapa motor terparkir rapi di depan toko. Bau tembakau kandungan dalam rokok terasa menyengat, kepulan asap dari jenis rokok elektronik, semacam vape atau mods-pods menyebar dalam udara di sana.

Mereka bukan geng motor semacam Brigezz atau Brigadir Seven yang terkenal dengan kriminalitasnya di Bandung, atau semacam geng Y-GEN dengan slogan "Don’t Make Us Angry” yang memiliki ciri khas konvoi tanpa safety riding. Mereka The Dark Invader, "Darkness is not an enemy" adalah slogannya. Tapi kalau soal aksi jalanan, semuanya sama saja, merasa menjadi raja jalanan, tak mau didahului, apalagi disalip pengendarai lain.

"Edo Edo, gue Nathan woi."
Nathan bersungut-sungut di depan temannya.

"Nathan kebagusan buat lo, Edo lebih pantes." Teman-temannya terbahak bahkan Kevin sendiri sampai  memegang perutnya sakit.

Sekitar sebelas anak berkumpul di situ, anggota Dark Invader tidak bisa diketahui pasti jumlahnya. Empat anggota inti sudah cukup untuk menggambarkan keseluruhan mereka.

Bad Boy VS Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang