Theory XXVIII - Luluh

559 69 158
                                    

Lopuyuh.

•••
Salah jika kalian berpikir bahwa pengakuan Ory adalah akhir dari kasus ini. Menjadi penutup buku berisikan kisah yang tak menentu tokoh sebenarnya siapa. Berpikirlah kalian, sejak menjadi korban konsekuensi Theo, batang hidung Ory tak beradar lagi di kantin selama seminggu. Cewek itu menjadi pendiam dan sangat lengket di kelas saja.

Oryza telah merasakan pembullyan tanpa sentuhan itu. Ia juga tak menyangka, para siswa AGPRA menelan mentah kabar yang belum tentu kebenarannya. Cacian di sosial media adalah tindak kriminal yang ia rasakan sekarang. Ory pun bingung, ruang lingkup masalah ini hanya ada pada beberapa orang, namun mengapa orang-orang yang tidak dikenalinya menjadi ikut serta seketika. Terlebih, ia tak sengaja men-stalk beberapa akun real yang membullynya, apa yang ia dapat? Rata-rata orang-orang itu mengikuti instagram Savana. Jangan tanyakan betapa bencinya Ory pada cewek itu sekarang.

Dhea yang merasa ada yang salah dengan cewek itu berpikir untuk menghampiri Ory. Is sedikit merasa lebih baik sekarang, beban yang sudah ia pikul terbagikan pada kakaknya sendiri. Dhea bergumam, Oryza juga mendapat getah dari "perbuatannya" itu jadi alangkah lebih baik jika ia mengatakan segala sambatanya kepada Ory.

Namun saat kakinya sudah bergerak menuju meja cewek itu, Dhea berhenti. Hati dan pikirannya berperang seketika, sangat takut akan respon sahabatnya itu. Apakah ia akan tetap memaklumi semua yang sudah terjadi?

"Ory..." cicit Dhea menepuk singkat lengan cewek itu.

Ory sedang melamun, Dhea jadi tambah merasa bersalah melihatnya. "Oryza... gue mau bilang sesuatu." Dhea berjongkok.

Dhea berusaha untuk mengambil perhatian Ory, Namun cewek berkelopak mata panda itu tetap tak menggubrisnya. Sampai akhirnya ia melirik Dhea, bagai mendapat sebuah hadiah Dhea langsung terpelonjat.

"Ry, gue mau ceritain sesuatu!"

"Ngapain deketin orang yang nyebar fitnah itu Dhe, Lo mau ikutan tenar juga?" Marsha, teman sekelas Dhea yang melontarkan kata-kata itu.

"Loh, terserah gue ya mau temenan sama siapa aja! Enak aja lo ngomong gitu?! Nelan berita tuh yang mateng, jangan yang mentah langsung Lo sosor! Kayak gak bisa bedain aja!" Jawab Dhea garang.

"Kok Lo munafik sih?! Kemarin aja ngejauh dari Ory, main sama anak sebelah, giliran kayak gini baru sok-sok perhatian. Lo tuh sebenarnya di kubu siapa sih?!"

SKAK MAT

Mengapa rasanya seperti menelan ludah sendiri? Seolah mengatakan bahwa berita itu salah dan Orylah yang benar. Berujar seolah ia menyalahkan Savana, temannya sendiri.

Tanpa Dhea sadari, Ory ternyata menunggu jawaban dari mulut gadis itu. Beberapa detik ia melihat mulut itu kaku, ah sudahlah tiada lagi yang bisa diharapkan.

"Susah ya Dhe jawab pertanyaan kayak gitu?" Ory angkat bicara, suaranya parau.

Dhea kontan menggeleng, namun kalah cepat dengan Ory yang sudah melangkahkan kaki. Ia pergi keluar kelas, menyisakan Dhea yang terbungkam dan satu senyum kemenangan dibalik pintu kelas cewek tersebut.

•••

"Mau apa kamu kesini?" Sachio bertanya.

"Ya ketemu Lo lah!"

Senyum itu merekah seketika.

"Ga usah geer ya bambank! Gue serius ini," cewek itu berucap tegas.

"Mau berusaha ikut campur lagi? Berani banget kamu masuk ke kandang singa," jawab Sachio.

Benar Kyran sedang berada di markas laki-laki itu. Dengan keberanian yang entah ia dapatkan dari mana ia datang sendirian ke sini. Ayolah, hanya bermodalkan nomor telpon polisi.

TheoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang