part 4

363 27 2
                                    

#Guna_guna

FlashBack

Teringat, saat itu baru empat bulan setelah kepergian suamiku, aku bertemu dengan teman masa SD dulu.

Waktu itu, aku ingin memperbaiki gawai yang rusak. Saat berjalan di sebuah pusat perbelanjaan, tanpa sengaja aku bertemu dengan Ryan teman masa SD dulu.

"Hai, kamu Tina, ya? Apa kabar nih?" sapa seseorang yang ternyata adalah Ryan.

"Eh, Ryan, ya? Aku baik, kok," jawabku.

"Cari apa, Tin?"

"Ini, aku mau memperbaiki gawai yang rusak."

"Di counter aku aja, yuk," ajar Ryan padaku.

"Kamu punya counter?" tanyaku lagi.

"Ah, gak. Aku kerja di sana. Khusus mereparasi  gawai."

"Oh, gitu. Oke, deh, yuk."

Kami pun menuju counter tempat Ryan bekerja memperbaiki berbagai macam gawai.

Sesampainya, aku melihat seorang laki-laki yang sedang memperbaiki gawai di sana.

"Oh, ya, kenalkan, ini bosku, Erik." Ryan memperkenalkan bosnya kepadaku.

"Hai." sapa Erik.

Aku hanya tersenyum.

"Mau memperbaiki gawai, ya?" tanya Erik padaku.

"Iya," sahutku.

"Ini temanku, Bang, saat SD dulu," ucap Ryan kepada bosnya, Erik.

"Oh, oke. Mana gawainya yang ingin di perbaiki?" tanya Erik.

"Ini." kusodorkan gawaiku yang baru saja rusak karena terhempas kelantai.

"Kapan kira-kira selesainya?" tanyaku lagi.

"Besok mungkin selesai." kata Erik.

"Ya, udah, besok aku kembali lagi." kataku pada Erik.

"Oke, sip."

Aku pulang dan segera membuka toko Baju Muslimahku.

Keesokan harinya, sebelum membuka toko baju, kusempatkan mampir dulu ke counter tempat memperbaiki gawai yang rusak.

"Hai, Ryan, udah selesai gawaiku dibaiki?"

"Waduh, bentar ya, tanya Bang Erik dulu," ucap Ryan.

Ryan pun terlihat sedang menelpon seseorang, dan tak berapa lama, Erik pun datang.

"Eh, maaf ya, Tin, gawaimu belum selesai," ucap Erik.

"Ya, gimana dong? Aku cuma punya satu aja, lagi pula aku juga sibuk jualan," ucapku dengan nada kecewa.

"Nanti aku hubungi kalau udah selesai," jawab Erik.

"Gimana abang mau ngehubungi, aku punya gawai cuma itu kok." ketusku.

"Nih, aku pinjamin gawai. Ntar, kalu udah selesai, aku telpon. Berapa nomornya?" ucap Erik.

Aku pun memasukan sim card ku kedalam gawai yang di pinjamkan Erik. Setelah itu, kuberikan nomor ponselku kepadanya, agar dia bisa menelponku kelak saat gawaiku selesai di perbaiki.

Sehari dua hari tak ada kabar, malahan Erik sering menghubungiku sekedar bertanya kabar atau bertanya kesehatanku.

Tak jarang juga, dia mengirimkan makanan untukku melalui Ryan.

Emang kuterima setiap dia kirimkan apa pun melalui Ryan. Karena kata Ryan, dia gak enak harus membawa balik makanan atau apa pun itu.

Kuterima, karena aku kasihan dan gak enak sama  Ryan kalau harus menolaknya.

Sebenarnya, Erik sudah memiliki anak dan juga istri. Itulah kenapa, aku selalu menolak apa bila dia mengirimkan sesuatu padaku.

"Gak ah, Yan, kamu bawa balik aja. Aku gak enak," ucapku suatu hari pada Ryan.

"Ayolah, Tin. Ntar aku di pecat lo. Gak kasihan kamu sama aku?" balas Ryan.

"Tapi, aku gak enak, Yan. Ntar aku dibilang pelakor sama orang-orang. Takut terjadi salah paham, apalagi kalau sampai istrinya tahu." aku mencoba untuk terus menolaknya.

"Tin, gak akan ada yang bakalan tahu."

"Yan, tolonglah. Gak enak dengan posisiku yang sekarang." kucoba untuk membuat pengertian.

"Ayolah, Tin. Aku takut di pecat." ucap Ryan yang akhirnya membuatku mengalah.

Dan aku pun akhirnya menerima setiap pemberian Erik..

Sampai suatu ketika....

.
.
.

By.Khanza Az-Zahra

Guna-gunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang