part 6

345 27 0
                                    

#Guna_guna

"Aaaaahhhh ...." aku berteriak.

"Dasar pelakor." istri Erik langsung menjambakku.

Namun, tak kubiarkan ia menjambak rambutku lebih kuat. Tanpa sadar, kusikut dadanya dan membuat cengkraman dirambutku terlepas.

Saat dia ingin menyerangku lagi, Erik menahannya.

"Sudah, Mah, bikin malu aja," ucap Erik.

"Ooohhhh, jadi kamu membela pelakor ini." istri Erik tambah emosi.

"Hei, Mbak, jangan nuduh sembarangan ya. Siapa yang pelakor." aku pun tersulut emosi.

"Mbak bisa aku tuntut karena telah melakukan tindakan penyerangan." lanjutku.

"Hei pel***r, aku juga bisa nuntut kamu karena kamu telah mengambil suami orang." balas istri Erik.

"Hahahahaha .... gak salah tuh." aku tertawa mengejeknya dan membuat istri Erik semakin murka.

"Dasar jal***g." dia berusaha menyerangku lagi.

Namun, Erik segera menarik dan membawanya pergi.

Orang-orang yang awalnya lewat depan toko, akhirnya berhenti. Menyaksikan perkelahian itu. Aku benar-benar malu dibuatnya.

"Oh, pelakor di serang istri tuanya, ya?"

Sebagian mereka berbisik-bisik dan menunjuk ke arahku. Bener-bener membuatku sangat malu, dan akhirnya kuurungkan niatku untuk membuka toko baju.

Aku langsung pulang ke rumah. Namun, apa yang kutemukan di rumah? Teras rumahku kotor dipenuhi kotoran hewan dan manusia.

"Jangan-jangan, ini perbuatan istrinya Erik. Benar-benar keterlaluan." geramku.

Belum sempat membuka pintu rumah, ada seseorang melempariku dengan telur busuk. Beruntung tak mengenai tubuhku, hanya mengenai dinding rumah. Itu pun baunya sudah tidak di tolerir lagi. Membuat perut mual dan muntah.

"Ya Allah, segitu kejamnya fitnah ini." gumamku lirih.

Tak terasa, air mataku jatuh ke pipi. Aku segera masuk ke rumah dan membereskan semua kekacauan yang ada di luar.

Walau baunya membuatku ingin muntah, tapi aku tetap harus mengerjakannya. Dan tak ingin para tetangga mencium bau yang tak enak berasal dari rumahku.

Setengah hari lebih aku mengerjakan semua agar terlihat bersih dan wangi seperti sedia kala.

"Tin, bersih-bersih ya?" tanya Lena tetangga sebelah rumah.

"Iya, Len," jawabku.

"Tadi kok, aku mencium seperti bau tai, kamu ada mencium gak?" tanya Lena lagi.

"Gak tahu." aku berpura-pura.

"Oh. Eh, Tin, nanti malam kita jalan-jalan, yuk!" ajak Lena padaku.

"Maaf, Len, aku ada janji sama Kak Urwa." tolakku.

"Oh, ya udah, gak apa. Mari, Tin, aku masuk dulu."

"Iya, Len." aku hanya tersenyum.

Setelah selesai, buru-buru aku masuk ke dalam dan mengunci pintunya.

Ya, semenjak suami meninggal, aku hanya tinggal sendiri dirumah yang lumayan besar peninggalan suamiku. Namun, tak kukira nasib akan begini.

Aku dituduh sebagai pelakor dan dihina di depan umum. Padahal aku merasa biasa-biasa saja dengan sikap Erik.

Aku termenung di dalam kamar, mencoba untuk berfikir dan mengingat setiap kata yang dilontarkan istri Erik padaku. Sehingga ia menganggapku merebut Erik darinya.

Istri Erik bilang, aku mengajak Erik ke pekan raya itu, padhalkan gak ada. Malahan Ryan yg mau ngajak aku kesana.

Trus, pernah juga istrinya bilang, aku ngajak suaminya makan malam pada jam sebelas malam. Gak pernah aku ngajak Erik makan malam, bahkan Erik yang sering ngantarkan makanan melalui Ryan. Lagi pula, Ryan juga pernah ngajak aku makan malam pada jam sebelas tapi aku tolak.

Hhhmmmm ... semakin bingung aku kalau memikirkannya. Semua yang pernah Ryan lakukan untukku namun kutolak, tapi kenapa seolah-olah itu perbuatanku terhadap Erik?
Ini pasti ada sesuatu, sehingga menimbulkan kesalah fahaman dan fitnah.

Kucoba untuk menelpon Ryan, namun tak tersambung. Kemana Ryan? Kenapa dia tiba-tiba saja menghilang setelah terjadiperselisihan ini?

Tiingg!!!

Tiba-tiba, gawaiku berbunyi. Ada pesan masuk dari orang tak di kenal. Segera kubuka pesan itu.

[Hati-hati kau, Tin. Akan kubalaskan dendam ini, karena kau telah merusak hidupku.]

Aku terkejut mendapatkan pesan teror yang mengancam. Apa maksudnya? Dan siapa yang telah mengirim pesan teror misterius ini?

.
.
.

Sampit,
Khanza Az-Zahra

Guna-gunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang