| 𝙺𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚃𝚊𝚔 𝚂𝚊𝚖𝚙𝚊𝚒 : 𝙴𝚛𝚕𝚊𝚗𝚐𝚐𝚊 |

47 13 2
                                    

Judul : Erlangga
Penulis : Azzahra Kencana
-(Sebuah carpen)
.
.
Dealova-Once
.
.
.

"Erlangga sudah berangkat?"

Sebuah pertanyaan meluncur dari gadis manis dengan rambut bercat platina yang menyisakan warna hitam di poni yang membingkai pipinya. Suaranya memecah hening diantara enam sekawan yang berisikan para gadis yang telah cukup lama mengikrarkan diri dalam kelompok pertemanan mereka. Tatapan mereka tertuju pada satu gadis. Ia yang duduk di salah satu beanbag di kamar bersuhu rendah tersebut. Ia yang sejak tadi terdiam.

"Lo tahu dari mana?" Ia bertanya tanpa menjawab pertanyaan Annalise. Tatapannya mengarah pada langit-langit kamar, menghindar dari hujan rasa penasaran teman temannya.

"Gue bukan teman Lo sehari ataupun dua hari, Tan. Gue teman Lo dari Lo bahkan belum mens. Nggak penting gue tahu dari mana."

Tania, gadis manis berwajah oriental itu menghela napas pelan. Tak membalas perkataan sahabatnya itu. Ia hanya bangun dari tempatnya bersandar. Menatap temannya yang mengelilinginya satu persatu. Sebelum kemudian duduk memeluk lututnya yang ia tutup dengan sebagian bajunya. Ia menunduk membiarkan rambut panjangnya yang bergelombang terjuntai diatas bahu melewati punggungnya.

Untuk saat ini, bahkan Tania sendiri tak memiliki jawaban atas pertanyaan yang diberikan Annalise. Ia tenggelam dalam kegundahan yang ia buat sendiri. Sesuatu yang sebenarnya tak perlu ia risaukan. Hanya saja seperti pada kebanyakan seorang wanita, ia berpikir terlalu banyak. Hingga hatinya diselimuti semua keraguannya tentang mantan kekasihnya.

Tidak. Bahkan ia belum pernah menjadi kekasih pria itu, Sagara Erlangga.

------

Pertama kali seorang Tania mengenal Erlangga adalah ketika ia diharuskan mencari pria itu diantara gedung kelas sebelas yang tak pernah sepi dengan aktifitas perploncoan terhadap adik kelas yang lewat. Tania jelas bukan yang mudah dilewatkan, dari posturnya, terlihat jelas kalau dia adalah murid baru. Daging segar untuk para senior yang lapar akan kehormatan. Hal ini pula yang membuat semua temannya enggan mengatakan iya pada guru mereka untuk apapun yang berurusan dengan senior. Namun, Tania adalah Tania. Kepalang tanggung kini ia sudah berdiri di ujung lorong menakutkan ini dan sudah tidak bisa mundur.

Dengan segenap keberaniannya, Tania melewati deretan kakak kelas yang menatapnya tidak santai. Ia cukup tenang karena beberapa detik terlewat, belum ada kakak kelas yang mencoba berinteraksi dengannya. Tetapi di sisi lain, ia juga khawatir karena ia tidak benar-benar tahu sampai kapan keberuntungannya akan berlanjut. Ia hanya berharap, kakak kelasnya itu segera ia temukan sebelum keberuntungannya habis.

Sial untuk Tania, pada kenyataannya mencari Erlangga sama saja kemustahilan. Reputasinya berkata begitu. Pria itu selalu lolos dari razia guru manapun. Absensinya lebih bersih dibandingkan catatan mata pelajaran olahraga alias hampir tidak ada hari terlewat tanpa bolos dari sekolah. Kabur dan menghilang begitu saja tanpa satu orangpun menyadari kepergiannya. Ia bisa keluar masuk dari bangunan ini semaunya. Seolah setiap sisinya terbuka untuk ia melakukan itu. Seperti dirinya memiliki kendali kepada dinding dinding tak hidup itu untuk menyembunyikan dirinya dari incaran para guru. Itu pula yang melambungkan namanya di antara para pembuat onar di sekolah ini.

Tukang bolos, preman, pemabuk dan perokok. Paket lengkap untuk menjadi langganan surat panggilan sama halnya seperti langganan majalah. Dan Tania pun tak bisa memandangnya lebih baik karena baginya, empat hal itu adalah sakral.

Dan kini yang Tania lakukan adalah langkah bunuh diri karena sekarang ia dikelilingi oleh belasan siswa yang sejak tadi memperhatikannya celingukan di tanah kuasa mereka. Berdiri tanpa arah dengan tatapan kesal di depan kelas berplakat IPS tersebut, kelas Erlangga.

Rasa Dalam KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang