Hujan deras mengguyur kota Jakarta sore ini. Membuat beberapa murid SMA Garuda masih terjebak di sekolah. Termasuk Gibran beserta teman-teman satu geng-nya. Mereka berjejer di dekat parkiran motor. Ada sekitar delapan orang cowok dan tiga orang cewek.
Edgar si pecinta musik memamerkan kepandaiannya dalam memetik senar gitar, diiringi nyanyian absurd teman-temannya. Tidak ada suasana sepi yang tercipta jika itu sudah berhubungan dengan geng Proklisi. Walaupun, mereka terkenal sebagai murid yang tak terlalu banyak berulah namun, mereka tetaplah remaja pada umumnya.
"Udah mau maghrib. Terobos aja kali, ya?" saran Husein setelah sadar kalau tak ada tanda-tanda hujan akan segera reda. Sejenak cowok belasteran Jerman-Indonesia tersebut menyesal karena tak memilih membawa mobil saja tadi.
"Kalau mau terobos ayo aja, tapi itu cewek-cewek gimana? Lo mah sendiri, si Shaidan sama si Edgar mesti boncengin cewek mereka tuh," balas cowok berkulit susu yang kerap disapa dengan nama Vano.
"Si Aleta gak bawa mobil apa, ya?" desis Husein. Lalu, ia menghampiri Shaidan yang sedang mengobrol dengan pacarnya---Rieksa Aleta Albert.
"Dan, udah mau maghrib. Kita terobos aja, yuk! Masih lama ini redanya."
Shaidan menatap ke langit sebentar. Memang benar, langit kian menggelap dan hujan juga tak ada tanda-tanda akan segera mereda. Ia menghela napas pelan sambil mengusap puncak kepala Aleta sebentar.
"Ta, kamu gak bisa minta jemput sopir aja?" tanyanya pada sang Pacar. Shaidan bukan hanya memikirkan Aleta saja namun, dua cewek yang masih terjebak bersama mereka. Keduanya juga anggota Proklisi, jadi sudah menjadi tanggungjawabnya untuk memastikan mereka baik-baik saja.
Baru saja Aleta hendak mengambil ponselnya dari tas, seorang cewek dengan cara berjalan sedikit pincang menghampiri mereka. Tepatnya, menghampiri Gibran yang sedang mengobrol dengan Gaby Amora---anggota Gynaikeíes Proklíseis.
Melihat keberadaan Keamonita Soraya di antara mereka, anak-anak Proklisi mulai bersiul saling bersaut-sautan. Berniat menggoda cewek itu, juga Gibran yang wajahnya berubah masam kini.
"Kaki lo ngapa, Key?" tanya cowok berambut gondrong, Andhika Antonio.
Tak mengubris godaan-godaan anak Proklisi yang lain, seperti biasa Kea langsung nemplok di lengan Gibran. Bibirnya menyunggingkan senyum lebar setelah memberikan tatapan sinis pada Gaby.
"Gib, anterin aku pulang, yuk! Aku gak bisa bawa mobil, kakiku masih sakit," rengeknya.
Gibran menepis tangan Kea yang melingkar di lengannya. Teguran dari Shaidan langsung ia dapatkan karena hampir saja membuat Kea kembali jatuh seperti kemarin.
"Key, mending lo balik deh. Ngapain sih, di sini?!" Gibran bertanya dengan nada membentak. Namun, bukan Keamonita namanya jika tidak keras hati dan kepala.
"Kan udah aku bilang, kakiku masih sakit, Gib. Aku gak bisa nyetir mobil. Tadi pagi disetirin Sharen, tapi dianya udah pulang duluan sama Fan-"
"Gue gak perduli!" sela Gibran dengan tatapannya yang menghunus kedua netra cantik milik Kea.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIBRAN✔
Teen Fiction(DIHARUSKAN FOLLOW SEBELUM BACA!) =Proklisi Series= ✧ "Gibran, you are the reason why this fragile girl survives." ✧ Gibran Aneswara adalah salah satu bentuk nyata dari definisi cowok faham agama tapi gaul. Menyandang status sebagai wakil ketua dari...