Tak lagi musik bisa membuatku terhibur dan hanya membuatku semakin terpuruk.
Ketika solusi sang sahabat tak membuat ku kunjung sembuh malah menambah teruk.
Semua ini tidak bisa membuatku bangkit malah akan semakin membungkuk.
Ku sadar aku hanya berjalan dalam keadaan yang semakin memburuk.
Yang kulihat sebuah bunga yang mekar di ujung mata.
Bunga yang sedari dulu kurawat dan ku jaga kini mekar indah yang baru di pungut oleh pemiliknya.
Yang terlahir hanya sebuah penyesalan dalam dada.
Tak kusangka ia mekar indah dengan si pemungut padahal dulu bunga itu hanya berupa tangkai saja.
Mencoba menutup mata yang terlihat hanya gelap dan tak sangka nostalgia terputar dalam benak, tak sadar air sendu turun dan segera ku seka.
Wahai sang pemungut sampai detik ini sumpah serapah ku hanya ku dedikasikan untuk mu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengoceh Dengan Diri Sendiri
PoesíaTak ada yang bisa melebihi kuasa perintah otak dalam ranah tubuh, ungkapan sepatah demi patah kata dari sebuah sebongkah rasa demi rasa *Dalam tulisan ini tidak menganjurkan menujukan untuk seseorang dan tidak menyangkut pautkan pada pihak mana pun...