22. Bullying Again

35 12 0
                                    

"Kalian hanya bisa menilai karena tak tahu apa yang aku rasakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalian hanya bisa menilai karena tak tahu apa yang aku rasakan."

- Abigail Endira Martin -

Suara bisikan mendesis di telinga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara bisikan mendesis di telinga. Setelah sekian lama absen dari hiruk pikuk suasana sekolahan, kini Abigail kembali. Tatapan-tatapan menghina yang kala itu menghunus, kini semakin dalam menusuk.

Gadis dengan kuncir satu itu pikir, selama hampir satu pekan tak menampakkan diri di area sekolah akan membuat orang-orang lupa akan dirinya yang hina. Namun, nyatanya ketika ia muncul, deru napas mereka bahkan seperti menolak kehadiran Abigail. Terlebih, tak sedikit di antara mereka melihat dia diantar oleh Arjuna dengan sepeda butut. Sebagian menertawakan dan sebagian lagi menggunjing karena Abigail dengan percaya diri membawa penikmat narkoba muncul di hadapan publik.

Jika bukan karena bujukan Juna, Abigail juga sudah tak ingin pergi ke tempat yang berisi guru dan murid ini. Rasa lelah dan takut menghinggapi pikirannya atas hal-hal buruk yang pernah terjadi.

"Heh, Upik abu!" Abigail memejamkan mata sejenak sambil menunduk. Suara itu kembali terdengar. Suara seseorang yang sebenarnya tak ingin ia dengar walau seumur hidup. Seorang gadis cantik dengan tubuh proporsional dan wajah teduh, tetapi sayang semua orang punya kekurangan. Kekurangan gadis itu adalah pada hati nurani yang kurang terpakai atau memang tak tahu cara memakainya?

"Gue kira empat hari nggak sekolah karena sadar diri kalau eksistensi lo di sini itu gak pantes. Tapi, ternyata lo masih gak punya otak juga, ya?" Berli berjalan mendekat membuat otak Abigail mengirim sinyal siaga pada seluruh tubuh hingga membuatnya sedikit menegang.

"Cantik, sih," ucapnya sambil membelai lembut rambut Abigail yang dikumpulkan menjadi satu dalam ikatan. "Tapi, sayangnya gak punya malu," lanjut Berli sambil menatap Abigail dengan tatapan miris dan kasihan.

Suara tawa terdengar riuh membuat Abigail sedikit pening. Berbeda dari aksi-aksi Berli sebelumnya yang memanfaatkan tempat tak terjangkau area cctv. Kini, gadis itu semakin berani dengan melakukan di tempat terbuka, yaitu pelataran kelas.

"Ayah seorang koruptor, ibu jual diri sama om-om berduit, dan kakaknya pemakai barang haram." Berli yang berdiri tepat di hadapan Abigail sambil menyilangkan tangan di depan dada berucap dengan santai dan meneliti penampilan Abigail dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Feeling Blue [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang