Chapter 4

2K 134 5
                                    

Suara lantang seorang muadzin masjid memberitahukan bahwa salah seorang warga desa telah meninggal dunia. Sejak pindah ke rumah baru, Marta dan keluarganya harus disambut dengan kematian tetangga mereka.

"Ibu mau melayat ke rumah bu Eka, Marta ikut ibu yuk!", ajak bu Aisah

"Iya bu, sebentar Marta ganti baju",

Setelah mereka siap, bu Aisah dan Marta menuju ke rumah duka.
Banyak warga yang masih belum mengenal bu Aisah dan Marta, ada yang menanyai mereka, adapula yang melirik saja.

"Kami turut berduka cita ya pak..", Ucap bu Aisah kepada seorang lelaki yang sepertinya suami bu Eka.

"Terimakasih bu, anda siapa?", tanyanya.

"Saya bu Aisah, ini anak saya Marta. Saya baru pindah ke rumah sebelah warung pak", jelas bu Aisah.

"Iya bu, saya suami bu Eka. Nama saya pak Jono. Saya tinggal sebentar ya bu..", pamit pak Jono keluar menyalami tetangga lain yang melayat.

Bu Aisah tak ingin berlama-lama disana. Ia mengajak Marta untuk segera pulang ke rumah.

Setelah berjalan kaki sekitar 300 meter, sampailah Bu Aisah dan Marta di gerbang rumah. Suasana rumah baru mereka terlihat sunyi menjelang maghrib begini. Meskipun memang baru ditempati. Bu Aisah berencana menambah lampu di depan rumah supaya lebih terang dan dia akan membantu Marta menanam bunga di halaman besok pagi.

"Loh, bu.. itu bapak duduk di depan. Tumben bapak di depan padahal mau maghrib. Yaudah Marta aja yang tutup pagarnya. Ibu masuk dulu gih..", ucap Marta

"Gimana mau masuk, ini baju ibu nyangkut, Ta", bu Aisah tertawa kecil.

Lalu mereka berdua berjalan menuju pintu. Pak Paidi yang tadi diteras, sekarang sudah tak ada. Mungkin sudah ke dalam.

Pak Paidi ternyata di dapur sedang membuat kopi.

"Maaf ya pak, ibu lama. Bapak ngapain?", tanya bu Aisah

"Mau buat kopi bu", jawab pak Paidi

"Bukannya bapak di teras barusan udah minum kopi ?", tanya Bu Aisah

"Kapan? Bapak dari tadi di dapur kok. Belum ke depan sama sekali. Mungkin itu si Ali ", jawab pak Paidi

Ali kemudian ke dapur dengan muka kusut.

"Ali ? kucel amat kamu?", tanya Marta

"Ketiduran dari siang mbak. Ali nggak usah mandi lah. Udah mau maghrib pasti dingin banget", jawab Ali

Bu Aisah dan Marta seakan kaget dengan jawaban Ali. Hanya pak Paidi yang masih terlihat biasa saja sambil menuangkan air dari teko.

Ali memandangi Marta dan ibunya bergantian seakan menangkap hal aneh. Namun dia biarkan begitu saja karena mereka sama-sama diam.

*****

"Bu, tolooong..... Bapaakkk.... cepett... ", teriakan itu berasal dari kamar Fika dan Fina.

Mereka semua berlari ke kamar Fika.

"Kenapa teriak-teriak?", tanya pak Paidi

"Pak.. Fika tiba-tiba ada diatas lemari. Dia nggak bisa turun. Padahal tadi tidur sama aku di kasur", kata Fina

"Mana mungkin? ngigau ya Fik?", tanya Marta

Namun Fika hanya diam tanpa ekspresi. Wajahnya datar dan pucat. Dia hanya memandangi tembok yang tegak lurus dengannya. Segera Ali memgambil tangga dan membantu Fika turun dari atas almari.

"Fik, kamu kenapa diem aja?", tanya Bu Aisah gelisah

Fika masih mematung.

"Fina ambilin minum dulu bu", Kemudian Fina ke dapur mengambil air putih.

Karena kondisi Fika sepertinya syock, mereka meninggalkan Fika sendirian di kamar untuk sholat maghrib dulu.

Setelah selesai sholat maghrib, Fina menghampiri Fika dikamar. Fika sudah tertidur pulas. Fina merasa ada hal aneh yang dialami saudaranya itu.
Padahal esok mereka harus ke sekolah, namun sepertinya Fika harus absen dulu.

Fina mencoba membangunkan Fika untuk malan malam, namun Fika tak menyahut ajakan Fina. Kemudian Fina menuju dapur untuk makan dengan orang tua dan kakaknya.

"Fika masih tidur bu.. Kasian, kayaknya dia syock banget", kata Fina

"Yasudah, nanti bawakan roti sama susu ke kamar ya. Kalau dia lapar bisa langsung dimakan. Gak harus ke dapur. Yuk yang lain makan dulu!", ajak bu Aisah

Marta masih memainkan HP nya dan menghubungi temannya, Bella. Jika dia akan menjemputnya besok saat kuliah sore karena dia baru dibelikan motor bapaknya. Tentu Bella senang dan minta ditraktir bakso sekalian selametan motor.

Bicara soal selametan, Marta baru ingat jika keluarganya belum melakukan selametan saat pindah ke rumah ini tadi pagi. Harusnya malam ini mereka adakan pengajian.

"Bu, Pak.. kita belum selametan ngundang tetangga kan saat pindah rumah, rencana bapak sama ibu kapan ?", tanya Marta memecah keheningan makan malam.

"Ehmmm..", gumam bu Aisah

"Sudah, Ta. Bapak sudah selametan sebelum ajak kalian pindahan. Tenang aja..", jawab pak Paidi.

Sebenarnya Bu Aisah dan yang lain tak ada yang mengetahui selametan rumah. Namun jika pak Paidi sudah melaksanakannya, yasudah mereka yakin pada bapaknya.

Akhirnya makan malam selesai. Fina bergegas ke kamar membawa sebungkus roti dan susu kotak rasa cokelat. Namun sampai dikamar, dia tak menemukan Fika. Padahal pintu depan terkunci. Lalu kemana saudaranya pergi ?

"Pakk.. Bu.. Fika nggak dikamar. Kemana ya ? kayaknya tadi tidur di kasur waktu aku tinggal ke dapur", kata Fina

"Yakin kamu, Fin?", tanya Marta

"Iya mbak, dia aja susah bangun. Nyenyak banget", jawab Fina sekenanya.

Bu Aisah hanya diam dan terlihat gelisah.

"Sudahlah, nanti juga kembali ke kamar. Mungkin dia buang air atau sholat", kata pak Paidi menengahi

"Iya pak, Fina tunggu di kamar aja deh", Fina melangkah ke kamar dan membiarkan pintunya terbuka.

Ali dan Marta menuju teras rumah untuk mencari angin segar malam hari.

"Mbak, kalau Fika tidurnya dipindahin sama setan, mbak percaya nggak?", tanya Ali

"Yah, percaya gak percaya sih.. Tapi kan rumah ini udah diselametin sama bapak, didoakan.. Jadi mana mungkin ada setannya?", tanya Marta

"Mana tau mbak ? Nah si Fika gimana bisa diatas lemari kalau dikamar aja gak ada tangga, kan aneh mbak",

"Udah jangan dibahas terus, bikin mbak parno aja kamu!", jawab Marta mengakhiri pembicaraan.

Sedangkan dibalik pintu, seakan ada yang mengamati mereka berdua.

LEMAH WINGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang