Tempat Latian

17 5 0
                                    

Orang asing yang mendadak mengembalikan senyum itu!

"Bi aku berangkat dulu ya"

Sambil mencium tangan bi Irma asisten rumah tangga yang aku anggap seperti ibu sendiri. Sosok bi Irmalah yang selalu ada dikala aku susah maupun senang.

"Non mau berangkat latain? Setau bibi non blm sentuh maknan yang udah bibi siapin. Tuh liat makanannya aja udah pengen nangis karna neng manis ini enggak mau nyicip mereka"

Ucap bi Irma kepadaku

"Uluhh kasian ya kamu. Sini aku cicipi semuanya dan bibi harus nemanin aku makan, bibi juga harus makan ok?!"

Ucapku sambil menggayung nasi dan lauk kepiring putih bersih untuk bi Irma

"Tapi non bibi nggak bisa"

"Yaudah kalo bibi nggak mau aku nggak mau juga. Aku bakal pergi ni"

Ancam ku kepada bi Irma dan puta-pura bangkit dari kursi. Sontak bibi langsung mencegatku,

"Ehh non jgn gitu nggak baik buat tubuh non, latian tapi perurnya kg isi apa-apa. Yaudah bibi makan, liat bibi makn ni jadi non juga makn ayo non dimakan juga makanannya"

Kata bibi sambil menyuapkan nasi kedalam mulutnya menggunakan tangannya

Aku yang melihat hal itu menjadi semangat untuk makan bersama bi Irma. Setelah selesai makn aku pun pamit untuk pergi

"Non tadi tuan nitip ini ke bibi, katanya untuk non"

Sambil memberikan kunci mobil yang gue rasa harganya sangat mahal

"Ok siap. Bibi tolong taroh ini kedalam kamar Tuan Jeverson ya bi"

Sambil memberikan kembali kunci itu kepada bi Irma, suara bibi yang memanggilku untuk kembali tak ku hiraukan, lalu pergi menggunakn motor skupi yang sudah hampir setahun ini menemani ku.

Aku tidak butuh itu semua,
Aku juga tidak minta untuk hadir di disini,
Jika cuman sebuah nama dan gambar,
yang terpampang di dinding rumah,
Ternyata benar waktu adalah uang,
Yang selalu merengut waktu terhadap keluarga sendiri,
Bahkan sebutir debu yang kelamaan menumpuk menjadi firus,
Tak akan mempengaruhi semuanya,
Karena waktu yang ada cuman untuk mengejar uang,
Bahkan mataharipun tahu kapan mereka berhenti dan melanjutkan semuanya!.

Sesampainya di tempat latian,

"Mel?"

"Ehh... Sensey?"

"Sudah datang kamu? Ini kan masi jam 3:35 masi ada sejam lagi kok. Kenapa kamu sedu sekali datangnnya?"

Tanya lelaki yang kira-kira berusia 40an itu kepada aku

"Hehe iseng aja sensey, soalnya lagi pengen latian aja pengen pemanasan lebih awal"

"Baikalah kalu begitu. Mau saya temani? Atau kamu berlatih sendiri?"

"Hm kali ini sendiri dulu, soalnya saya lagi pengen latian sendiri makanya saya datang sedu hehe"

"Baiklah kalo begitu saya ke wartek dulu, biasa laper ni perut minta makan"

Pamit sensey yang dibalas anggukan dan kata,

"Siap"

Aku pun ke tempat ganti untuk menyalin baju santaiku, dengan pakian putih dan celana panjang putih yang dilengkapi sabuk hitam melingkar tegas dipinggangku. Kedua tangan kukepalkan dan kakiku mulai kumaju selangka, demi selangka diselingin suara "up ic up ic"
Sebagi awal latihan. Setelah selesai akupun mulai mengarahkan tangan ku dengan satu hentakan ku teriak
"hia". Ku ulangi lagi sampai pada kali ke tiga, pada sentakan "hia" tanganku dipegang dan akupun dibanting ke matrax.

kaset rusak📼Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang