Selamat membaca
Beberapa bulan sudah terlalui. Perut Ten sudah tampak lebih besar, kedua bayinya tumbuh sehat. Mark juga sudah terlatih mandiri dan ia sangat senang menceritakan kepada teman-temannya saat dia merasakan gerakan adik bayi di dalam perut.
"Belajar yang rajin ya. Dengarkan kata ibu guru. Ingat, tunggu sampai pak sopir datang jangan pergi kemana-mana."
"Siap eomma. Markeu hyung sekolah dulu, nanti kita main lagi yaa." Setelah berpamitan, Mark berlari mengejar teman-temannya masuk ke dalam kelas.
Tugas Ten mengantar Mark sekolah sudah selesai. Saat akan membuka pintu mobil tangannya dicekal seseorang.
"Jennie, untuk apa kau di sini?"
"Tenanglah, aku tidak akan macam-macam. Aku hanya ingin memperingatkanmu untuk segera tinggalkan Taeyong oppa. Kalau perlu tinggalkan dunia ini bersama anak-anak sialanmu itu. Lihatlah, tubuhmu gendut, menjijikkan. Aku yakin Taeyong oppa lebih tertarik denganku yang jelas cantik, dan bertubuh seksi." Ten menahan isak tangisnya, ia tidak ingin terlihat lemah di depan perempuan itu.
"Ya sudah, aku pergi duluan ya." Mobil yang ditumpangi Jennie telah pergi darisana menyisakan Ten yang bersandar di pintu mobil.
"Tuan, anda tidak apa-apa?". Tanya sang sopir khawatir.
"Aku, baik-baik saja. Antarkan aku pulang."
Sesampainya di rumah, Jessica melihat Ten duduk di sofa ruang tengah dalam keadaan melamun.
"Ten, jika ada masalah mungkin kau bisa bercerita padaku. Ya anggap saja aku seperti Yoona eonni walau aku tak bisa selembut dia."
"Apa aku gendut dan menjijikkan? Apa keadaanku sekarang akan membuat Taeyong menjauhiku." Suara Ten mulai serak. Air mata yang sedari tadi ia tahan mulai berjatuhan. Jessica segera membawa Ten ke dalam pelukannya.
"Siapa yang berani berkata seperti itu padamu? Tidak punya hati sekali."
"Jennie. Tadi dia datang ke sekolah Mark. Lalu mengatakan hal itu padaku."
Lagi-lagi perempuan itu. Pikir Jessica
"Tenanglah Ten, aku tau seberapa cintanya Taeyong padamu. Bibi yakin sekali dia tidak mungkin mau kehilanganmu. Soal Jennie, dia hanya iri karena tidak bisa seberuntung dirimu yang mendapatkan suami sebaik dan setampan Taeyong."
Ten menghapus air matanya. Kembali memeluk Jessica yang telah membuat semangatnya kembali.
---
Jam 12 siang. Bel sekolah berbunyi, tanda pulang sekolah tiba. Anak-anak berhamburan ke luar sekolah mencari orang tua yang telah menunggu untuk menjemput.
Mark menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri tapi mobil sang sopir belum juga kelihatan datang.
"Mark." Mark bingung, belum pernah ia melihat perempuan di depannya.
"Aunty siapa?"
"Aku, Jennie. Teman kerja appamu." Mark masih bingung, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Appa bilang, Mark hari ini dijemput aunty saja karena appa masih sibuk bekerja."
"Tapi eomma bilang harus tunggu pak sopir." Mark tergolong anak yang pintar. Jennie harus membuat alasan yang lain.
"Nanti aunty telpon ke eomma, tidak usah dijemput pak sopir. Mark pulang dengan aunty ke kantor appa. Mau ya? Disana juga banyak kue kesukaan Mark."
Sedikit berpikir akhirnya Mark menuruti kata-kata Jennie.
Tidak berselang lama mobil Taeyong berhenti di depan sekolah. Ia memanfaatkan jam istirahat untuk menjemput Mark. Menunggu lama hingga sekolah agak sepi, tetapi tidak ada tanda-tanda Mark keluar. Bertepatan dengan Irene yang berjalan keluar.
"Irene noona, maaf tapi apa Mark tidak ada di kelas?"
"Mark? Ku lihat tadi ia pulang dengan seorang perempuan mungkin tantenya."
"Oh baiklah terima kasih."
Taeyong masih berpikir siapa perempuan itu. Pikirannya teringat akan satu hal, Jessica tadi mengiriminya pesan bahwa Jennie sempat datang ke sekolah tadi pagi dan bertemu Ten.
Taeyong segera menyetir ke lokasi Jennie menggunakan alat pelacak dari mobilnya. Tujuannya adalah gedung agensi yang sudah lama tidak digunakan.
---
Di rumah, Ten panik karena sudah lewat dua jam dari jadwal pulang Mark seharusnya. Ia sudah menelpon sekolahan, dari pihak sekolah berkata bahwa Mark sudah dijemput oleh seorang wanita."Kau daritadi mondar-mandir seperti itu. Duduklah dulu Ten, kasian bayimu."
"Jessica eomma, bagaimana aku bisa tenang jika Mark belum pulang."
Jessica paham, ibu mana yang tidak khawatir jika anaknya belum pulang tanpa kabar. Seorang pelayan datang memberikan sebuah kiriman berupa foto beserta alamat. Tampak disana Mark duduk dengan tangan dan kaki terikat.
"Mark astaga. Jessica eomma, kita harus kesana." Ten menggoyangkan lengan Jessica berharap ia dibolehkan menyelamatkan putranya.
"Taeyong sudah ke sana, kita tunggu saja disini. Eomma tidak mau kau kenapa-napa. Ten!" Jessica segera mengikuti Ten yang tiba-tiba berlari menuju mobil.
---
"Kita sudah mendapatkan bocah ini, lalu apa yang kita lakukan." Ucap salah satu anak buah manager Park.
"Tunggu saja sampai Taeyong datang." Jawab manager Park.
"Aunty, lepasin Mark. Mark mau eomma." Mark tidak henti-hentinya menangis sambil memanggil eommanya.
"Diam! Kau ini sama saja dengan eommamu. Menyusahkan orang." Bentak Jennie.
"Jennie. Manager Park."
"Akhirnya kau datang juga Taeyong."
"Lepaskan anakku." Taeyong menggertakkan giginya. Kedua tangannya ikut mengepal disamping kiri dan kanan tubuh.
"Tidak akan sampai kau ceraikan istrimu lalu menikah dengan Jennie atau anakmu ku tembak mati disini." Manager Park mengarahkan ujung senapan ke arah kepala Mark.
"Appaa."
"Mark!" Semua menoleh ke sumber suara. Taeyong melihat Ten berlari mendekat diikuti Jessica.
"Waah ini akan menjadi lebih seru." Jennie ikut menodongkan pistol ke arah Ten yang berusaha menyelamatkan Mark.
DOR
Satu suara tembakan terdengar.
"Ten!"
"Eommaa."
Apakah Ten meninggal atau bertahan? Kita lihat kelanjutannya....
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
For You and For Me (END)
Fanfictionmenceritakan kehidupan seorang Lee Taeyong dan keluarga kecilnya setelah mereka bebas dari kejaran media masa