4. Etude Op.25 No. 11 Chopin

16 4 1
                                    

Jangan jatuh cinta kepada seorang pianis!

Kau tak tahu bahwa lagu-lagu indah yang ia mainkan sebetulnya bertujuan untuk mengetuk pintu hatimu

🎼

“Lo kenapa sih?” tanya Uci heran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Lo kenapa sih?” tanya Uci heran. Perempuan bernama asli Lucinta Ameswari yang dipanggil Uci itu menatap Melody yang tengah berusaha menetralkan deru napasnya.

Melody tampak tak acuh, masih belum mengucapkan sepatah kata cewek itu memilih untuk duduk di kursinya yang terletak di ujung kanan bersebelahan dengan jendela kaca yang tinggi. Buru-buru ia mengambil tisu dari dalam tas, menyeka bulir keringat yang menghiasi pelipisnya. “Gue habis liat kuyang tadi.”

“Kuyang?” tanya Uci sembari mengernyitkan dahi, menatap aneh Melody yang masih terengah-engah.

“Pokoknya hantu lah!”

“Dih! Halu beneran lo!” cubir Uci, ia kembali memusatkan pandangan pada layar laptop yang menyala di depannya. Tangannya menggeser kursor, menggunakan tools untuk mengedit vidio berdurasi lima menit yang masih terpotong-potong.

“Lo percaya hantu gak sih?” resah Melody kesal sendiri. Tubuhnya kini berbalik menghadap Uci yang masih setia menatap layar laptop. Jantungnya masih memacu meski tak secepat tadi, tapi bulu kuduknya masih meremang. Ia takut hantu yang ia lihat semalam di balkon sebelah rumah mengikutinya sampai ke kelas.

“Egh ....” Perempuan berkaca mata itu akhirnya berbalik. “Percaya gak percaya sih. Gue punya satu cerita—”

“Gimana gimana?” potong Melody cepat. Cukup penasaran, mungkin Uci bisa mengatasi masalah kehororan yang ia alami sekarang. Ia merasa sangat sial sekali jika hantu itu akan membuntutinya kapanpun.

“Waktu itu jam sepuluh malem ....” Melody tampak menyimak cerita Uci dengan serius, memajukan sedikit wajah saking penasarannya.

“Gue lewat kuburan, sama sopir gue nih ceritanya. Nah, waktu gue liat keluar jendela, gue lihat ada gerobak bakso di sana. Tapi gak ada abang penjualnya.”

“Gue mulai ketakutan dong, mana jalannya sempit jadi sopir gak bisa ngebut. Gue coba liat depan, fokus ke jalanan gitu. Nah waktu gue toleh lagi ....”

“Apa?” gemas Melody saat Uci sengaja menggantung kalimatnya. Padahal ia sudah sangat penasaran kelanjutannya bagaimana.

“Eh, abang baksonya keluar dari semak-semak sambil benerin resleting celananya. Pipis kali ya!”

Melody meluruskan matanya hingga tersisa satu garis lurus pertanda sweatdrop. Ingin rasanya menjitak kepala Uci. Tapi, yasudahlah.

“Gue liat bayangan putih tadi di ruang musik,” aku Melody, melupakan hasrat untuk memebuat cewek di depannya pingsan dengan beberapa tumpukan buku paket yang cukup tebal.

“Beneran?” tanya Uci balik. Setengah tak percaya. Ia tak percaya hantu karena belum pernah melihat wujud aslinya selama ini.

“Suer! Dia juga gentayangan di rumah kosong sebelah kamar gue!” yakin Melody bersungut-sungut. Rautnya dibuat seyakin mungkin, meksipun usahanya tak membuahkan hasil karena cewek berkaca mata di depannya itu terlihat tak percaya.

Uci terlihat berpikir sejenak. “Mungkin yang Lo liat itu Leo kali. Anak XI IPS 1. Dia emang saban hari mainin mainin piano di sana.”

Melody mengenyitkan dahi. Leo? Hampir 3 tahun ia sekolah di sini. Belum pernah ia mendengar orang bernama Leo. Apa yang Uci maksud itu cowok bertubuh tambun yang terjatuh saat upacara bendera itu ya?

Oh!

Atau Leo yang biasanya suka menyanyikan lagu dengan nada sumbang di dekat kolam air mancur?

Melody menggeleng-gelengkan kepalanya. Benar-benar tak penting. Sudahlah! Melody melirik White Dial Ceramic Bracelet milik Alexandre Cristie yang melingkar di pergelangan kirinya. Bel pertanda masuk kelas hampir berbunyi. Melody buru-buru mengeluarkan buket mawar serta kotak cokelat cukup besar dari paper bag yang tadi di bawanya.

Cewek itu melirik ke sepenjuru kelas. Matanya berhenti pada sosok perempuan yang duduk di ujung ruangan sambil membaca buku rumus setebal kamus John Echols

Melody buru-buru lari ke arahnya, tak lupa membawa buket bunga serta coklat itu.

“Sef, lo bawa ini ya. Pura-pura ngasih ke gue gitu.”

“Vin, lo yang potoin ya!” intruksi Melody. Mengangsurkan ponselnya ke cowok bernama Kevin yang baru datang setelah mendaratkan pantatnya pada kursi yang dingin.

Cowok itu memutar bola mata. Meski malas ia tetap menerim sodoran itu kemudian mengambil foto keduanya.

“Makasih Kevinnn,” ujar Melody senang. Melihat fotonya. Di sana Sefi terlihat mengangsurkan buket bunga dan cokelat yang disambut Melody dengan tawa cerah seraya memperlihatkan deretan giginya yang putih bersih.

Melody menatap puas foto itu. Siap mempostingnya pada instagram dengan caption “Thank you temen-temen buat bunga dan coklatnya, love u y'll”

“Dasar pencitraan lo!” cibir Kevin, setengah memajukan bibir bawahnya ke depan. Matanya menatap malas pada postingan terbaru milik Melody yang yang menjadi sarapan paginya hari ini. Lagi-lagi gadis itu melakukan cara ini untuk panjat sosial.

Melody memang selebram cukup terkenal di sosial media. Tapi tetap saja, ia masih melakukan cara ini untuk membuat para followersnya terkesan. Kevin juga tak tahu, apakah memang seluruh selebram di luaran sana melakukan hal yang sama seperti yang Melody lakukan.

Neighbour From MarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang