Berjalan dengan ereksi memang sulit, tapi tak mustahil bagi Bright Vachirawit. Berbeda dengan pamitnya tadi, ia tak benar-benar ingin buang hajat.
Saat ini pemuda itu tengah berdiri seorang diri di sebuah sudut sepi, persimpangan menuju ruang ganti dan kamar mandi. Badan jangkungnya bersandar di salah satu pilar. Kaki kirinya menekuk, ikut bertumpu di bangunan itu, sementara kedua tangannya berkacak pinggang. Bright menatap bagian depan celananya yang tampak menonjol di posisi seperti ini.
"Fuuhhh..." ia menghela napas berat sambil terus menatap selangkangannya sendiri.
Semenit dua menit, dahi Bright mulai berkerut. Tampak jelas ia sedang menunggu sesuatu dan yang diharapkan tak kunjung terkabul. Semenit kembali berlalu, rasa kesal pelan-pelan mulai muncul dan semakin nyata. Padahal harusnya Win paham, apa lagi-lagi ia ingin mempermainkan Pi-nya?
Ia baru saja akan beranjak dengan gusar ketika gerakan di ujung lorong menarik perhatiannya. Oh itu dia, yang ditunggu-tunggu akhirnya datang.
"Lama," ketus Bright.
"Nungguin ya?" balas Win menggoda. Langkahnya santai, ada aura nakal yang tersirat dalam suaranya barusan.
"Tsk"
"Kenapa sih? Marah-marah..." dengan langkah terakhirnya ini, Win meniadakan jarak antara tubuhnya dan Bright. Kedua tangannya mengalungi pinggang yang lebih tua. Hidung bangirnya hanya sejengkal saja dari milik sang kekasih.
Kekasih? Oh, kalian belum tahu ya? Begitu pula dengan puluhan orang lain di luar sana. Gak usah kecewa.
Bright bisa merasakan embusan napas Win menerpa wajahnya. Air mukanya masih keras, matanya masih memicing kesal ke arah Metawin.
"Aku pulang," sejurus kemudian Bright menggertak.
Badannya bergerak seakan hendak lepas dari rangkulan Win. Namun si gigi kelinci justru semakin mengencangkan dekapannya. Ia mengaitkan dagunya di pundak Bright.
"Bohong," lirih Win, bibirnya menyapu leher Bright malu-malu. Membuat bulu roma seniornya itu meremang. "Pi tukang bohong."
"Kamu tukang goda," balas Bright.
"Enggak!" hidung Win menelusuri bahu kekasihnya.
"Iya," Bright berbisik di daun telinga Win, lalu menggigitnya pelan.
"Enggak!" sergah Win sambil menarik wajahnya untuk menatap Bright kesal. Namun, tak ada lagi ekspresi ngambek di paras blasteran itu. Semua berganti dengan muka nakal yang tadinya terulas di wajah Metawin.
Oh jadi begitu? Balas dendam, ceritanya? batin Win sebelum meraih penis Bright yang sedari tadi menyodok pangkal pahanya ketika mereka berdekapan. Dan terang saja, senyum kemenangan di wajah Bright langsung hilang. Shock, seolah mukanya baru ditampar dengan tangan kosong oleh kenikmatan yang amat sangat.
Author's note: Lanjut gak nih? Leave comments and votes ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Offside Trap! | BrightWin
Fiksi PenggemarSelepas bermain bola, Bright dan Win masih punya tenaga untuk permainan lainnya. Warning: hardcore 18+, smut, public sex, khusus dewasa Disclaimer: Hanya fiksi belaka, tidak ada sangkut paut dengan kejadian nyata. Terinspirasi dari pertandingan sep...