Aku terkejut saat suara lantang bosku membuncah, memecahkan gendang telingaku sesaat. Aku pun tergagap, ada rasa takut yang memburai namun aku berusaha untuk tetap tenang.
"I...iya, Pak?"
"Kemari kamu!!" Ujarnya, sebentar saja aku menoleh ke arah Yejin, lalu bergegas menghampiri bosku. Yang ternyata ia berada di dekat meja pria itu. Apa yang ia katakan pada bosku?!
"A..ada apa, Pak?"
"Kamu itu tidak becus apa?! Tuan Namjoon memesan sesuatu padamu dan kau tiba-tiba pergi begitu saja, apa itu bentuk kesopananmu pada pelanggan?!" Apa?! Aku terkejut saat mendengar pernyataan yang memang salah itu. Membuat aku merasa mendidih di atas tungku api yang membara karena besutan lidah tajam pria berkacamata itu.
"Tidak, Pak! Saya tidak bermaksud—"
"Sudahlah! Aku sudah tidak perlu tahu semua ucapanmu. Sekarang kau harus turuti apa yang diinginkan Tuan Namjoon!" Sekilas aku melihat banyak pelanggan kaya raya yang melihat ke arahku yang sedikit tertunduk. Dalam genggaman aku mengerut, ada rasa marah dan sedih yang bisa aku ratapi. Sementara pria itu masih menatapku dengan tatapan sinisnya. Tidak salah lagi, dia yang memberitahukan apa yang terjadi—tidak, apa yang dikatakan bosku salah! Benar-benar salah!! Pria itulah yang menjerumuskan aku ke dalam lubang hitam sebagai pelaku bersalah.
Dasar pria bajingan!! Beginikah perlakuanmu dengan rakyat jelata sepertiku?!
Tak mungkin aku berjuang membela diri sendiri di tengah orang-orang negeri ginseng seperti ini. Apalah daya aku sang anak rantauan bersarjana bahasa. Harus menerima adu domba sang pria berkacamata itu. Aku pun berbalik menatapnya, setelah bosku mengoceh tak jelas di depanku kemudian pergi begitu saja meninggalkan aku dan pria itu. Suasana yang terasa tegang kini kembali seperti biasanya. Kembali tenang seakan tak terjadi apa-apa di cafe berkelas ini.
"Anda mau pesan apa!"
"Aku sudah membicarakannya dengan atasanmu, bahwa kita akan menikah."
"Apa?!! Kau gila!" Umpatku. Masih dengan keadaan setengah mengecilkan suaraku agar tidak sekeras suara bosku yang menggelegar bagai petir di dalam rumah.
"Kau sudah tidak waras, ya. Aku punya keluarga di rumahku, aku punya saudara, dan aku tak mungkin pergi ke dalam kamar pria lain kecuali dengan izin keluargaku."
"Itu berarti kau mau menikah denganku?"
"Apa?!" Telingaku terasa gatal.
"Dengan hanya pergi ke tempat keluargamu berada untuk meminta izin kemudian kita menikah."
"Kau pikir aku barang sewa apa?! Dengan mudahnya kau mengatakan seperti itu!"
"Semuanya akan terasa berjalan dengan sendirinya bila ada uang." Aku terdiam.
"Kau mungkin tidak bisa hidup dengan mudah bila tidak ada uang." Tambahnya, kemudian ia berdiri dari duduknya. Mendekatiku, seketika aku tahu bahwa tinggi kami kurang dari setengah centi. Dia lebih tinggi dari dugaanku.
"Aku akan menikahimu malam ini. Acara pernikahan sudah aku siapkan, dan kau tinggal mengganti penampilanmu menjadi pengantin baru." Belum sempat aku membalas ucapan pria itu, sederetan maid menggandengku pergi, hendak aku berteriak memanggil seseorang, entah Yejin atau siapapun. Namun tidak bisa, aku hanya merasakan warna gelap dalam mataku, warna gelap yang kemudian berlanjut dengan tidak mendengar apa-apa. Hanya warna gelap...
KAMU SEDANG MEMBACA
Fuck to My Father
De TodoMenjadi istri salah satu seniman yang telah dikenal di seluruh dunia bukanlah hal yang indah. Tak seindah ekspektasi di dalam bayangan seorang anak manusia. "Namaku Dwita, salah satu istri simpanan bagi seorang artis terkenal dari negeri ginseng. L...