Bab 3

3.2K 240 10
                                    

The prince is coming!” kata salah satu karyawan Tjahja Persada yang sedang duduk di lobi kantor karena sekarang masih jam makan siang.

The prince yang mereka maksud adalah bos mereka yang sekarang sedang berjalan memutari mobilnya dan membuka pintu untuk seorang wanita. 

“Astaga, such a gentleman. Wanita mana yang gak mau dibukakan pintu oleh pemilik lengan kokoh itu?” kata karyawan yang lain. 

Mereka memang sengaja meluangkan waktu istirahat dan duduk di lobi hanya untuk melihat bos mereka kembali ke kantor dari makan siangnya. Hanya di waktu seperti ini mereka bisa melihat wajah bos mereka yang tidak akan pernah mereka lihat di mana pun. Bos mereka hanya bertemu dengan karyawan penting di ruang meeting dan setelahnya, ia akan menghabiskan waktu di dalam ruangannya atau pergi ke suatu tempat untuk perjalanan bisnis. 

“Bisa kamu tebak hubungan jenis apa yang mereka jalin sekarang? It has been three years dan mereka masih belum menikah.”

Friends with benefit? Mungkin mereka menjalin hubungan kayak gitu. sekali lagi, wanita mana yang gak mau tidur di ranjang yang sama dengan bos kita? Dan apa kamu pikir bos kita memiliki waktu untuk memikirkan tentang pernikahan?”

Temannya terlihat berpikir dan memperhatikan bos mereka yang sudah memberikan lengannya untuk meminta wanita yang tadinya dibukakan pintu untuk melingkarinya. 

“Sepertinya bos kita gak akan menjalin hubungan seperti itu. Dia terlihat sangat mencintai wanitanya, Emilly.”

“Orang yang seperti bos kita bisa mencintai banyak wanita dan meninggalkannya setelah satu malam. Lagipula, coba kamu lihat. Apa dia cocok untuk bos kita? Dia terlalu biasa.”

Dua karyawan itu memperhatikan bos mereka yang sekarang melangkah melewati mereka untuk menuju ke private lift yang hanya bisa digunakan olehnya atau orang-orang yang ia inginkan.

Tidak ada yang bisa sembarangan menaiki lift itu karena lift itu adalah jalan menuju ke ruangannya, ruangan yang sama misteriusnya dengan bos mereka. Tidak diketahui bentuk pastinya. Orang-orang yang pernah datang ke sana hanya mengatakan kalau ruangan itu sangat mendominasi siapa pun yang ada di dalamnya.

“Malam ini kamu harus menghadiri acara makan malam dengan pangeran Maroko,” kata wanita yang berjalan bersama dengan bos mereka. 

Erren Jamie Darmandira, the prince, bos Tjahja Persada yang sebentar lagi akan meneruskan kerajaan bisnis ini sedikit menundukkan kepalanya untuk mendengar lebih jelas apa yang sedang dikatakan oleh wanita yang ada di sebelahnya. 

“Astaga, bos kita sepertinya menciumnya,” kata Emilly yang hampir berteriak jika saja ia tidak sadar kalau sekarang ia sedang berada di lobi yang mulai ramai karena jam makan siang hampir habis.

Para karyawan mulai kembali dari makan siang mereka. 

Pintu lift membuka dan dua orang itu masuk, membuat dua karyawan yang sedari tadi memperhatikan mereka menghela napas kecewa sementara di dalam lift, Erren tersenyum dan menjawab, “Kamu harus ikut.”

No way,” kata wanita itu.

“Aku tidak akan makan malam dengan pangeran Moulay Rachid kalau kamu tidak ikut,” kata Erren enteng. 

Beberapa bulan yang lalu, Louis, sekretaris Erren menyusun jadwal untuk pangeran Moulay Rachid agar  bisa makan malam dengan Erren. Mereka akan membahas pembangunan hotel di negara Maroko setelah Erren selesai mengurus hotelnya yang ada di Bali dan Raja Ampat. 

EVERLASTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang