BAB 2

3.6K 251 5
                                    

“Akhirnya tuan putri kembali ke negaranya, huh?” tanya Yurina, manajer Veronica. 

Yurina adalah orang Indonesia, sama seperti dirinya dan Yurina sudah menemaninya selama enam tahun ini di Amerika. Baginya, Yurina adalah keluarga dan segala yang ia rindukan tentang Indonesia. Hanya dengan Yurina ia bisa berbahasa Indonesia. 

“Pacar bohong-bohongan lo kenapa tuh?” tanya Yurina lagi. 

Veronica menatap Peter yang sedang duduk termenung di kursinya sementara ia dan Yurina mulai berjalan ke arah tangga restoran ini untuk menuju ke mobil mereka yang sudah menunggu di lobi. Ia memutuskan untuk meninggalkan lokasi shooting secepatnya setelah mengucapkan selamat tinggal kepada semua orang. 

Thomas adalah orang yang paling sedih ketika ia mengatakan kalau film ini adalah proyek terakhirnya di Pama Film. Ia tidak memperpanjang kontrak dengan rumah produksi ini dan film Pink ini adalah film terakhirnya. 

“Mungkin beberapa waktu lagi kita akan mendengar kabar mengejutkan,” jawab Veronica. 

“Maksudnya?” tanya Yurina memberhentikan langkahnya, menatap ke arah Veronica dan Peter secara bergantian. 

“Mungkin butuh beberapa minggu atau beberapa bulan tapi gue yakin dia akan membawa kabar yang mengejutkan.”

“Bingung gue..”

Veronica hanya tersenyum dan kembali melangkahkan kakinya.

Whatever lah. Gue gak terlalu suka dengan dia. Jadi cowok kok suka sama cowok,” kata Yurina.

Ia memang tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi di antara Veronica dan Peter, dan, sebagai seorang manusia yang lahir dan dibesarkan dengan tradisi Asia, hal itu sangat tabu dan cukup mengganggu baginya. 

“Eh, iya. Satu minggu lagi kita pulang ke Jakarta. Soalnya lo harus menghadiri pesta pernikahan.. siapa ya? Lupa, nanti gue email.”

“Hm..” jawab Veronica sambil menganggukkan kepalanya. 

“Gue usahain kita bisa dateng ke premiere film lo ini satu bulan lagi. Tahu gak? Sekarang jadwal lo di Jakarta sudah padat untuk tiga bulan ke depan padahal lo belum ada manajemen di Indonesia. Oh iya, nanti lo juga harus menghadiri interview dengan pemimpin Tjahja Persada karena lo harus diuji kelayakan untuk menjadi brand ambassador Jaimendira Hotel.” 

“…”

“Aneh-aneh aja. Masa iya ada uji kelayakan? Emangnya lo spare part mobil?” tanya Yurina.

“…”

“Vero, lo baik-baik aja kan?” tanya Yurina sambil memegangi tubuh Veronica.

Veronica membuka matanya dan mengangguk. Tadi ia memang sempat memejamkan matanya, mungkin ia sangat lelah karena syuting film terbarunya ini sangat menyita waktu dan energinya. “Gak apa-apa, gue kurang istirahat aja kali.”

“Beneran? Gak mau pergi ke dokter dulu? Emang lo gak minum vitamin?”

Veronica tertawa karena Yurina lebih seperti ibu kos daripada seorang manajer. “Gak apa-apa, Rin. Gue gak apa-apa.”

“Kenapa akhirnya lo memutuskan untuk pulang?” tanya Yurina karena ia tahu kalau dirinya tidak akan bisa memaksa Veronica.

Mereka menuruni tangga dan berbelok untuk keluar dari restoran ini namun setelahnya, Yurina menghela napas ketika melihat ke arah pintu kaca. Tempat syuting terakhir mereka untuk film ini berada di sebuah restoran bintang lima yang khusus dikosongkan untuk syuting hari ini. Dan sekarang, di balik pintu kaca itu, sangat banyak paparazzi yang sudah menunggu.
 
Shit,” decak Yurinna lalu mencari ponselnya. “Gue lupa. Sialan.. gue lupa banget kalau orang pasti tahu kalian shooting di sini. Gue akan telepon Efran.”

Efran adalah salah satu bodyguard Veronica. Ia benar-benar lupa kalau paparazzi memiliki sangat banyak mata dan telinga dan pasti tahu kalau malam ini Veronica berada di sini. 

“Mana baju lo seksi banget lagi. Gue akan minta Efran bawa hoodie di mobil..” ucap Yurinna lagi lalu ia berbicara dengan Efran di teleponnya. 

Yurinna memang memiliki sebuah kenangan buruk dengan paparazzi karena dua tahun yang lalu, Veronica hampir mengalami patah tulang karena terjatuh akibat dari dorong-dorongan dengan wartawan dan semua orang.

“Tenang dong, Ri..” kata Veronica mencoba menenangkan sahabatnya.

Menjadi publik figur di negara adikuasa ini memang harus memiliki petugas keamanan pribadi karena banyaknya paparazzi yang akan mencuri gambar dan membuat sulit. Bahkan dalam keadaan tidak siap pun, paparazzi akan selalu ada untuk mengambil gambar para artis. 

Lima menit kemudian, Efran datang bersama dengan empat orang lainnya. Yurinna terlihat kesal namun ia menahannya. Ia segera mengambil hoodie hitam yang diberikan oleh Efran lalu memasangkannya ke tubuh Veronica. Ia juga memasangkan penutup kepala untuk menutupi wajah Veronica. 

Ia kembali menatap Efran dan mengangguk. 

Efran berjalan di hadapan mereka dan membuka pintu restoran sementara empat orang lainnya berjalan di sekitar Veronica. Yurinna berada di sisi Veronica untuk memberikan perlindungan terakhir kepada artisnya itu dengan tubuhnya. Dengan cepat, cahaya blitz menyinari mereka ketika mereka keluar dari pintu restoran.

“Sorry..” kata Yurinna sementara Veronica hanya menunduk sambil mengikuti langkah Yurinna. 

“Minggir. Elah..” decak Yurinna dengan bahasa Indonesia-nya, mengabaikan semua pertanyaan dari wartawan dan paparazzi yang ada.

“Masuk Ver..” bisik Yurinna dan membantu Veronica masuk ke dalam mobil terlebih dahulu kemudian ia masuk dan segera menutup pintu mobil.

“Gila banget. Sakit nih kaki gue di injak-injak..” desah Yurinna kesal. 

Sorry..” jawab Veronica berpura-pura simpati dengan keluhan Yurinna namun setelahnya ia justru tertawa.

“Lupain. Itu konsekuensi gue jadi manajer. Gue mau sambung pernyataan. Buth enam tahun untuk lo berani pulang. Sementara gue gak tahu apa yang membuat lo terkesan takut dengan negara lo sendiri.”

Selama enam tahun, Veronica memang tidak pernah pulang ke negaranya. Hanya satu kali di mana ia harus menghadiri sebuah acara penting. Hanya satu Minggu dan setelah itu ia langsung kembali ke Amerika. Bahkan untuk memperbarui paspor-nya pun, Veronica memilih untuk memperbarui di kedutaan Indonesia yang ada di Amerika. 

Yurinna pernah berpikir kalau mungkin Veronica akan menetap di Amerika. Namun Veronica justru menolak tawaran membuat Green Card yang ditujukan kepadanya. 

“Bukan takut. Cuma gak bisa pulang aja. Sekarang kan gue pulang..” jawab Veronica.

“Lo gak mau ke Singapura dulu?”

Veronica menggelengkan kepalanya sambil melepaskan high heels miliknya dan bernapas lega setelah telapak kakinya terbebas dari sepatu itu. Sebelum Yurinna kembali bertanya kepadanya, cepat-cepat ia menyandarkan tubuhnya dan memejamkan mata. 

Semoga dunianya akan baik-baik saja. 

÷÷÷

EVERLASTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang